Zulkifli adalah putra Nabi Ayub AS. Nama aslinya adalah Basyar. Al-Qur’an menyebutnya hanya dua kali dengan nama Zulkifli. Dalam hadis sahih bahkan tidak ada petunjuk yang mengacu kepada kisah Zulkifli.
Kisah Nabi Zulkifli AS tidak disebutkan secara terperinci dalam Al-Qur’an, hanya ada pada surah al-Anbiya’ (21) ayat 85–86 dan surah sad (38) ayat 48. Itu pun dikaitkan dengan nabi lain, yakni Nabi Idris AS, Nabi Ismail AS, dan Nabi Ilyasa AS, sebagai orang-orang yang sabar, saleh, dan paling baik.
“Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Zulkifli. Semua mereka termasuk orang sabar. Kami telah memasukkan mereka ke dalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh” (QS.21:85–86).
“Dan ingatlah kisah Ismail, Ilyasa, dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik” (QS.38:48).
Zulkifli termasuk salah seorang nabi yang menjadi raja. Ia melanjutkan dakwah ayahnya, Ayub, dan mengajak kaumnya untuk beribadah. Ia telah terbiasa beribadah, sebelum dan sesudah menjadi raja. Pada siang hari ia berpuasa. Ia kemudian menjadi raja Bani Israil dan dikenal ahli dalam memberi hukum.
Zulkifli pernah memerintahkan kaumnya memerangi rakyatnya yang durhaka. Mereka bersedia berperang apabila Zulkifli menjamin kehidupan mereka, karena mereka masih senang hidup di dunia ini. Dengan sabar, Zulkifli memohon agar Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya. Dan doanya pun dikabulkan.
Dalam suatu kisah diceritakan bahwa raja Israil, Ilyasa, sudah tak berdaya lagi menjalankan pemerintahan. Lalu sang Raja mengumpulkan rakyatnya dan meminta kesediaan mereka untuk menggantikannya sebagai pemimpin Bani Israil dengan beberapa persyaratan.
Syarat itu, antara lain, berpuasa pada siang hari, beribadah pada malam hari, dan tidak boleh marah-marah. Tidak seorang pun sanggup menjalankan syarat-syarat tersebut. Lalu, seorang pemuda yang bernama Basyar berdiri menyatakan kesiapan dan kesanggupannya.
Karena sang Raja belum yakin, maka pemuda itu berkali-kali mengatakan bahwa ia sanggup memenuhi syarat tersebut. Itulah sebabnya, Basyar dipanggil Zulkifli, yang berarti “orang yang sanggup memegang janji.” Dalam sebuah kisah lain lagi, Zulkifli diberi makna “kelipatan” karena ia menerima nikmat berlipat ganda dari Tuhan sebagai balasan atas amal salehnya.
Suatu ketika, Zulkifli hendak beristirahat. Setan dengan wujud manusia datang ke kediamannya. Setan berpura-pura menjadi tamu dan berupaya memancing kemarahan Zulkifli.
Sekalipun setan masuk dengan cara memaksa, Zulkifli tetap bersabar dan menerima sang tamu dengan lapang dada. Setan akhirnya gagal memperdayakan Zulkifli yang tetap berpegang teguh pada janjinya untuk tidak marah. Setan dalam rupa manusia berupaya secara paksa masuk ke rumah Zulkifli.
Menurut setan, Zulkifli akan merasa terganggu serta meluapkan kemarahannya dan dengan demikian melanggar janjinya. Ternyata Zulkifli tidak marah, bahkan menerima “tamu” itu dengan ramah.
Menurut sejarawan at-Tabari (839–923), Nabi Zulkifli AS wafat pada usia 75 tahun dan dimakamkan di Syam (Suriah).
Daftar Pustaka
Arifin, Bey. Rangkaian Cerita dalam Al-Qur’an. Bandung: al-Ma‘arif, 1986.
Bahreisy, H Salim. Sejarah Hidup Nabi-Nabi. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1988.
Daruzah, Muhammad Izzah. Sirah ar-Rasul. Cairo: Matba‘ah ‘Isa al-Babi al-Halabi wa Syirkah, 1965.
Fathy, Safwan. Kisah dari Al-Qur’an. Singapore: Times Editions PTE LTD, 1987.
an‑Naisaburi, Abu Ishak Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim. Qasas al‑Anbiya. Singapura: Sulainian Nar’i, t.t.
as-Sa’labi, al-Imam bin Ishaq Ahmad bin Ibrahim. Qisas al-Anbiya’ al-Musamma bi al-‘Ara’is. Beirut: asy-Sya‘biyah, t.t.
asy-Syami, Muhammad Yusuf as-Salihi. Subul al-Huda wa ar-Rasyad. Cairo: Jumhuriyah Misr al-‘Arabiyah li Jinnah ’Ihya at-Turas al-Islami, 1973.
at-Tabari, Abi Ja’far Muhammad bin Jarir. Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk. Leiden: E.J. Brill, 1976.
Nasaruddin Umar