Nama salah satu dari 12 keturunan Ya‘qub atau Israil adalah Judah. Dari nama ini muncul kata “Yahudi”. Kemudian, sebutan Yahudi dipakai juga untuk bangsa Israil, agama Yahudi, serta jalan hidup bangsa Israil. Yahudi sering juga disebut Yudaisme.
Bangsa Yahudi merupakan keturunan atau anak cucu ras Semit yang menggunakan bahasa Ibrani atau Ibri (Hebrew). Kata ibrani atau ibri berarti “menyeberang” atau “berpindah tempat”. Ini merupakan gambaran asli pola kebiasaan mereka yang hidup di padang pasir dan berpindah-pindah.
Sejak 4.000 tahun yang lalu, nenek moyang mereka, Ibrahim, berimigrasi dari kota metropolis Ur menuju Kanaan (sekarang Palestina dan Israel), seperti firman Tuhan, “Aku akan memberikan negeri ini untuk keturunanmu” (Kejadian 12:7).
Ia disebut Abram, bapak sejumlah besar bangsa dan bapak agama monoteisme; orang Yahudi kemudian menyebutnya Abraham (Ibrahim). Orang Yahudi berpendapat bahwa agama mereka berasal dari Nabi Ibrahim AS, nenek moyang mereka. Ibrahim menurunkan Ismail dan Ishaq, lalu Ishaq menurunkan Ya‘qub yang digelari “Israil” (orang yang berjalan pada malam hari untuk berjuang bersama Tuhan).
Israil sendiri memiliki 12 putra yang masing-masing menjadi pendiri 12 suku bangsa. Salah satunya adalah suku bangsa Judah (Yehuda), dan dari nama inilah muncul kata “Yahudi”. Akan tetapi, pada perkembangan lebih lanjut, sebutan Orang Yahudi ortodoks di Tembok Ratapan Yerusalem Yahudi tidak digunakan hanya untuk keturunan Judah, tetapi juga untuk semua orang Israil.
Pada 70 M, Kerajaan Romawi menaklukkan dan menghancurkan Yerusalem, dan orang Yahudi di kota itu dikejar-kejar dan dibunuh untuk dimusnahkan. Meskipun banyak di antara mereka yang berhasil menyelamatkan diri, tidak seorang Yahudi pun sekarang ini yang dapat menentukan secara akurat suku asal nenek moyang mereka.
Bangsa Yahudi (Israil) banyak diceritakan dalam Al-Qur’an. Mereka dianugerahi banyak kenikmatan oleh Allah SWT, di antaranya diselamatkan dari Fir’aun dan pengikutnya; dimaafkan setelah menjadikan anak lembu sebagai sesembahan; dan diturunkan hidangan manna (makanan manis sebagai madu) dan salwa (burung sebangsa puyuh (QS.2:49–60).
Bangsa Yahudi dikenal memiliki sifat keras kepala dan terlalu banyak menuntut. Mereka tidak pernah mensyukuri nikmat Allah SWT. Mereka menyembah patung anak lembu (QS.2:51), mengingkari ayat Allah SWT dan membunuh para nabi (QS.2:61), menganggap Uzair sebagai anak Allah (QS.9:30), mengubah Taurat (QS.2:75–79), dan melanggar perjanjian mereka dengan Tuhan (QS.2:63–66).
Setelah ribuan tahun berjalan, banyak ajaran agama Yahudi kuno yang mengalami pergeseran atau penyimpangan dari ajaran aslinya. Berdasarkan teks Taurat (Perjanjian Lama), Tuhan memilih Ibrahim untuk menjadi pelayan-Nya yang istimewa dan kemudian membuat perjanjian dengannya karena ketaatan Ibrahim yang luar biasa ketika diperintahkan untuk mengorbankan anaknya sendiri (Ishaq; menurut versi Islam adalah Ismail, dari istri Hajar).
Tuhan juga berjanji untuk memberkahi semua bangsa keturunannya. Janji itu diulang lagi kepada anak cucu Ibrahim, dan berlanjut pada suku Judah dan dari garis keturunan Daud. Gagasan untuk percaya hanya kepada satu Tuhan (monoteis) yang bisa berhubungan secara langsung dengan manusia yang dipilih-Nya merupakan satu hal yang unik pada masa itu.
Konsep Tuhan yang Esa tersebut menjadi dasar agama Yahudi, dan menjadikan Yahudi agama monoteis tertua yang terus bertahan sampai sekarang. Agama monoteis lain seperti Kristen dan Islam berasal dari sumber yang sama, yaitu Ibrahim dan anak cucunya. Atas dasar itu ketiga agama tersebut (Yahudi, Kristen, dan Islam) dikenal dengan agama Ibrahim (Abrahamic religions).
Untuk memenuhi janji-Nya kepada Ibrahim, Tuhan meletakkan dasar bagi sebuah bangsa dengan melakukan perjanjian khusus dengan keturunan Ibrahim melalui Musa (seorang pemimpin besar bangsa Ibrani, seorang nabi, hakim, dan mediator antara Tuhan dan bangsa Israil).
Taurat menjelaskan bahwa Musa dilahirkan di Mesir (1593 SM) dalam satu keluarga budak Israil yang berada dalam tahanan bersama orang-orang Israil lainnya. Ia dijanjikan Tuhan sebagai orang yang akan membebaskan orang-orang yang menyembah kepada-Nya di Kanaan, tanah yang dijanjikan.
Perjanjian yang diterima bangsa Israil terdiri dari Sepuluh Perintah (Ten Commandments) dan lebih dari 600 aturan perilaku kehidupan sehari-hari yang komprehensif. Perintah dan aturan tersebut berkaitan dengan hal-hal sakral dan profan, serta mengenai peribadatan sekaligus aspek fisik dan moral.
Kesepuluh perintah tersebut menurut kitab Keluaran 20:1–17 dan Ulangan 5:1–21 adalah sebagai berikut: (1) Hormati dan cintailah satu Allah saja. (2) Sebutkanlah nama Allah dengan hormat. (3) Kuduskanlah hari Tuhan (Sabat). (4) Hormatilah ibu-bapakmu. (5) Jangan membunuh. (6) Jangan bercabul. (7) Jangan mencuri. (8) Jangan berdusta. (9) Jangan ingin berbuat cabul. (10) Jangan ingin memiliki barang orang lain dengan cara yang tidak halal.
Tiga perintah pertama secara langsung berkaitan dengan kepercayaan dan peribadatan, yakni hubungan yang baik dengan Sang Pencipta, sedangkan perintah lain menunjukkan keterkaitan perilaku yang benar dan baik dengan sesama manusia. Salah satu inti penting dari ajaran Sepuluh Perintah tersebut adalah bahwa Tuhan tidak ada yang menyerupai-Nya dan tidak boleh dirupakan dalam bentuk apapun.
Taurat menjelaskan bahwa orang Israil sangat takut melihat kedatangan Tuhan dan takut menyebut nama-Nya, karena Dia Maha Suci, terlalu suci untuk diucapkan, karena itulah mereka melambangkan Tuhan dengan huruf mati, “YHWH”, tanpa bunyi sehingga dibaca Yahwe, Yehowa, atau Yehova. Sebutan tersebut adalah panggilan kepada orang ketiga, dalam bahasa Arab Ya Huwa (Wahai si Dia).
Semua itu terjadi karena Musa mengajarkan agar bangsa Israil takut apabila nama-Nya disebut. Tidak bisa dijelaskan secara terperinci dan akurat asal-usul lambang atau sebutan ini, tetapi pasti lambang tersebut tertulis dalam kitab Mazmur Daud, sebuah naskah kuno dalam bentuk gulungan kertas yang ditemukan di Gua Qumran. Setelah pembuangan orang Yahudi di Babilonia pada abad ke-6 SM, mereka mengganti lambang “YHWH” dengan kata Adonai (Tuhanku), yang kemudian disebut dengan Elohim (Tuhan).
Dari konsep ajaran monoteis yang ketat ini, pengikut Yahudi meyakini bahwa Tuhan sebagai pencipta alam semesta berperan dalam percaturan sejarah manusia, khususnya berkaitan dengan nasib umat Yahudi. Pengakuan terhadap keesaan Tuhan diekspresikan dalam Syema, sebuah doa yang menjadi bagian penting peribadatan di sinagoge. Bunyi Syema tersebut adalah, “Dengarlah wahai Israil, Tuhan kita adalah Tuhan yang Esa.”
Agama Yahudi meyakini bahwa manusia memiliki jiwa yang tak pernah mati, yang tetap hidup sekalipun jasad telah hancur. Agama Yahudi juga meyakini kebangkitan pada hari kiamat, yakni bahwa mereka yang telah mati akan bangkit dari kubur.
Orang Yahudi yakin betul bahwa mereka bangsa terpilih, serta percaya akan kedatangan seorang juru selamat (mesias) yang akan membawa kebaikan dan kedamaian bagi seluruh umat manusia. Juru selamat tersebut digambarkan sebagai seorang yang kharismatik dari keturunan Daud yang akan menghilangkan kebencian dan memberi kemenangan bagi kerajaan Israil.
Harapan akan datangnya juru selamat ini telah menjadi daya ikat yang sangat kuat, sehingga mereka bisa bertahan menghadapi berbagai cobaan dan penderitaan sepanjang sejarah Yahudi. Mereka selalu berharap akan datangnya juru selamat sebagaimana leluhur mereka, Yusuf, yang menyelamatkan saudara-saudaranya dari kelaparan.
Setelah peristiwa kekejaman Nazi (holocaust) terhadap orang Yahudi, kebanyakan orang Yahudi kehilangan kesabaran dan harapan akan hadirnya juru selamat. Mereka mulai melihat juru selamat sebagai satu era baru berupa kesejahteraan dan kedamaian. Sejak itu, sekalipun ada pengecualian, orang Yahudi secara keseluruhan tidak lagi berharap akan munculnya seorang juru selamat.
Kitab suci agama Yahudi terdiri atas himpunan Torah atau Taurat (hukum), Nabiin (nabi-nabi), dan Ketubiin (kitab-kitab). Kitab suci ini ditulis dalam bahasa Ibrani dan Aramea dari abad ke 16–5 SM. Kitab Taurat atau lima kitab Musa (Pentateuch) berisi kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan.
Kitab di atas memuat ajaran para tokoh ternama dan para nabi terdahuluYahudi, seperti Yusak, hakim-hakim, Samuel, raja-raja, serta nabi-nabi berikutnya yaitu Yesaya, Yeremia, dan Yezekiel. Di dalam kitab tersebut disinggung kitab nabi kecil, mulai dari Hosea sampai Maleakhi.
Selain tiga kitab suci di atas, umat Yahudi juga memiliki kitab Talmud yang berisi himpunan penjelasan dan komentar para rabbi (pendeta) dari masa ke masa terhadap kitab Musa dan hukum Taurat. Kitab Talmud juga berisi kumpulan cerita rakyat yang pada mulanya tersimpan secara sederhana di kalangan umat Yahudi. Cerita tersebut kemudian diterima dan dijadikan pelengkap dasar kehidupan beragama mereka.
Kitab Talmud terbagi menjadi dua bagian: (1) Mishnah, berupa kumpulan komentar yang didasarkan pada penjelasan para rabbi Yahudi yang ditulis pada akhir abad ke-2 dan awal abad ke-3 M; dan (2) Gemara, berisi kumpulan penjelasan terhadap Mishnah yang ditulis para rabi fase berikutnya pada abad ke 3–6 M. Setelah itu Gemara diberi komentar lagi oleh para rabbi berikutnya, antara lain Sulaiman ben Isak (1040–1105), yang membuat bahasa Talmud lebih mudah dipahami dan Musa ben Maimun yang lebih dikenal dengan Maimonides (1135–1204) yang menyusun kembali Talmud versi lebih ringkas sehingga bisa dibaca semua lapisan umat Yahudi.
Dalam agama Yahudi dikenal berbagai bentuk ritual dan perayaan hari-hari suci yang didasarkan pada kitab Taurat (atau Perjanjian Lama) dan kitab Talmud. Ibadah mereka terdiri dari sembahyang, puasa, kurban, dan seperangkat etika perilaku. Sembahyang dilakukan tiga waktu dalam sehari, yaitu pukul 9 dan 11 pagi dan pukul 3 sore. Semua tata cara sembahyang ini diatur secara terperinci di dalam kitab Talmud.
Mereka melakukan puasa selama 9 hari bertepatan dengan hari suci untuk memperingati peristiwa penting dalam sejarah Yahudi. Selama puasa berlangsung, umat Yahudi dilarang makan daging dan minum anggur.
Di dalam agama Yahudi juga dikenal puasa selama 3 minggu, dan selama masa itu umat Yahudi dilarang melakukan perayaan perkawinan. Ibadah kurban dilakukan berkaitan dengan kurban perdamaian, kurban pemujaan, dan kurban lainnya.
Semua itu dilakukan untuk memuji Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya. Kurban dilakukan dengan menyembelih lembu atau kambing, atau dengan buah-buahan.
Berkhitan (circumcision) juga dianggap sebagai bentuk pengorbanan. Berkhitan adalah salah satu upacara penting yang dilakukan ketika anak laki-laki berusia 8 hari. Upacara khitan disebut sebagai bagian perkara yang diperjanjikan Tuhan dengan Ibrahim. Setiap laki-laki yang masuk agama Yahudi harus dikhitan.
Upacara keagamaan lain adalah upacara akil balig (Bar Mitzvah). Upacara ini diselenggarakan ketika seorang anak laki-laki berusia 13 tahun lebih 1 hari, sebagai tanda bahwa sang anak telah memasuki kedewasaan secara religius.
Umat Yahudi terbagi dalam beberapa faksi karena pandangan mereka berbeda, khususnya mengenai praktek keagamaan; ada yang lebih menekankan aspek praktek dan ada pula aspek keyakinan. Kelompok pertama adalah Yahudi ortodoks yang meyakini bahwa Musa tidak hanya menerima hukum tertulis tetapi juga lisan, misalnya ketika ia di Bukit Sinai.
Mereka juga percaya bahwa sang juru selamat akan muncul dan membawa orang Yahudi kembali ke masa kejayaan. Termasuk pada kelompok ini adalah sekte Hasidi yang dianggap ultraortodoks dan sekte Lubavitchers yang berdakwah dengan giat di kalangan Yahudi. Kelompok kedua adalah Yahudi pembaru, yang dikenal juga dengan Yahudi liberal atau progresif.
Kelompok ini mulai berkembang di Eropa Barat di awal abad ke-19. Kelompok ini mendasarkan diri pada ide Moses Modelssohn yang berkeyakinan bahwa agama Yahudi harus berasimilasi dengan budaya Barat. Mereka menolak ajaran bahwa Taurat merupakan kebenaran Ilahi, dan menganggap bahwa hukum Yahudi yang berkaitan dengan makanan, kesucian, dan pakaian sudah ketinggalan zaman.
Kelompok ketiga, yakni Yahudi konservatif, pertama kali muncul di Jerman pada 1845 sebagai cabang kelompok Yahudi pembaru yang dianggap telah menolak banyak tradisi suci Yahudi. Kelompok ini tidak mempercayai bahwa Musa menerima hukum lisan dari Tuhan, tetapi menganggapnya hanya sebagai ciptaan para rabi.
Mereka menggunakan bahasa Ibrani dan Inggris dalam liturgi mereka, dan mempertahankan dengan ketat aturan menyangkut makanan (kashruth). Laki-laki dan perempuan diperbolehkan duduk bersama selama ibadah berlangsung, suatu tindakan yang dilarang di kalangan Yahudi ortodoks.
Dari ketiga kelompok besar Yahudi tersebut muncul berbagai sekte yang menekankan aspek keagamaan ataupun cara keberagamaan yang berbeda-beda, mulai dari yang mistis sampai fundamentalis radikal.
Orang Yahudi hidup dalam diaspora (perantauan). Diaspora itu disebabkan terutama peperangan dan pengusiran, juga keinginan untuk merantau dan berdagang. Selama berabad-abad, khususnya sejak kehancuran Yerusalem pada tahun 70, mereka menyebar ke berbagai belahan dunia. Dewasa ini agama Yahudi dipeluk lebih dari 18 juta orang di seluruh dunia dan sebagian terbesar mereka tinggal di Republik Israel.