Unta, Perang

(Ar.: waqi‘ah al-jamal)

Peristiwa ini dinamakan Perang Unta karena merujuk pada sebuah perang yang cukup sengit antara pasukan Ali bin Abi Thalib dan para pemberontak yang dipimpin Aisyah (putri Abu Bakar as-Siddiq, istri ketiga Nabi SAW; sekitar 614–678) dengan mengendarai unta.

Perang Jamal atau Perang Unta terjadi pada 10 Jumadil akhir 36 H/4 Desember 656 M, tahun pertama masa Ali bin Abi Thalib (603–661; khalifah keempat dari al-Khulafa’ ar-Rasyidun). Dalam literatur sejarah Islam, peristiwa ini disebut dengan waqi‘ah al-jamal (Peristiwa Unta).

Begitu tragis perang tersebut sehingga sering disebut sebagai salah satu al-fitnah al-kubra (cobaan besar) yang terjadi di kalangan umat Islam, karena peristiwa ini merupakan perang saudara paling awal yang terjadi antarpemuka umat Islam, bahkan antara Ali (keponakan sekaligus menantu Rasulullah SAW) dan Aisyah (janda Rasulullah SAW, mertua perempuan tiri Ali bin Abi Thalib).

Perang Unta dilatarbelakangi peristiwa terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan (khalifah ketiga). Sebagaimana tercatat dalam sejarah, Khalifah Usman bin Affan meninggal dunia karena dibunuh sekelompok pemberontak. Pemberontakan ini terjadi sebagai protes terhadap beberapa kebijakan Usman bin Affan yang cenderung nepotis.

Di akhir masa pemerintahannya, Usman bin Affan mengangkat banyak kerabatnya menjadi pejabat penting negara. Para pemberontak menganggap pemerintahan Usman bin Affan tidak sesuai dengan Al-Qur’an.

Dengan terbunuhnya Usman bin Affan, tampuk pimpinan umat Islam menjadi kosong. Para pemberontak kemudian mendesak Ali bin Abi Thalib agar mau menjadi khalifah keempat. Meskipun pada awalnya menolak, Ali bin Abi Thalib pada akhirnya menerima pengangkatan ini setelah beberapa sahabat membaiatnya sebagai khalifah.

Di antara sahabat senior yang membaiatnya adalah Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa’ad bin Abi Waqqas. Pembaiatan ini kemudian diikuti oleh umat Islam lainnya, baik dari kelompok Muhajirin maupun Ansar.

Pada awal pemerintahannya, Ali bin Abi Thalib menghadapi beberapa masalah, antara lain warisan masa lalu, yaitu menyelesaikan kasus terbunuhnya Usman bin Affan. Kasus terbunuhnya Usman membuat beberapa sahabat senior, seperti Talhah dan Zubair, mendesak Ali untuk segera menyelesaikannya.

Mereka mengancam bahwa apabila Ali tidak segera menyelesaikan kasus pembunuhan Usman, mereka akan memberontak. Ali menolak tuntutan mereka, sebab Ali sendiri tidak mengetahui secara pasti siapa yang membunuh Usman bin Affan.

Atas penolakan ini, mereka menuduh Ali berada di balik kasus pembunuhan tersebut. Menurut mereka, tuduhan tersebut dikuatkan oleh dua hal:

(1) para pemberontak segera mengangkat Ali sebagai khalifah setelah berhasil membunuh Usman, dan
(2) Ali tidak segera menyelesaikan kasus ini.

Talhah dan Zubair berhasil mempengaruhi Aisyah untuk bergabung ke dalam kelompoknya. Setelah melihat Ali tidak bisa menyelesaikan kasus ini dengan cepat, mereka memberontak.

Aisyah memimpin langsung pasukan ini dengan mengendarai unta. Melihat kenyataan ini, Ali terpaksa memerangi para pemberontak tersebut di sekitar kota Basrah, pusat para pemberontak.

Dalam peperangan ini, Talhah dan Zubair tewas terbunuh pasukan Ali bin Abi Thalib, sementara janda Rasulullah SAW, Aisyah, diperlakukan sebagai ummul mukminin. Ali bin Abi Thalib memerintahkan untuk mengawal Aisyah kembali ke Madinah.

Di antara para pengikut Ali terjadi silang pendapat tentang status Aisyah pascaperang ini. Menurut sebagian mereka, Aisyah harus diperlakukan sebagai tawanan perang, karena telah memberontak terhadap khalifah. Namun dengan kebijaksanaannya, Ali bin Abi Thalib berhasil meyakinkan mereka tentang status Aisyah sebagai ummul mukminin dan janda Rasulullah SAW.

Selain itu, Aisyah sudah tidak lagi berniat meneruskan pemberontakan setelah kalah perang. Sekembalinya ke Madinah, Aisyah tidak lagi terlibat dalam persoalan yang berbau politik.

Seusai memerangi kaum pemberontak, Ali tidak kembali ke Madinah, ia meneruskan perjalanannya ke Suriah guna menumpas pemberontakan yang dipimpin oleh Mu‘awiyah bin Abu Sufyan (gubernur Suriah dan kemudian menjadi khalifah pertama Dinasti Umayah; 661–680).

Daftar Pustaka

Ali, K. Sejarah Islam: Tarikh Pramodern. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Bek, Muhammad Khudari. Tarikh al-Umam al-Islamiyyah. Cairo: Maktabah at-Tijariyah al-Kubra, 1370 H.
Esposito, John L., ed. The Oxford Encyclopaedia of the Modern Islamic World. New York: Oxford University Press, 1995.
Hasan, Hasan Ibrahim. Tarikh al-Islam. Cairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyyah, 1977.
Hodgson, Marshall G.S. The Venture of Islam. Chicago dan London: Chicago University Press, 1977.
Husein, Thaha. al-Fitnah al-Kubra. Cairo: Dar al-Ma‘arif, 1966.
Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara. Jakarta: UI Press, 1990.
Thahir, Muhammad. Sejarah Islam: dari Andalus sampai Indus. Jakarta: Pustaka Jaya, 1981.

Din Wahid