Thaib Umar, Muhammad

(Sungayang, Batusangkar, Sumatera Barat, 8 Syawal 1291/1874 M – 6 Zulkaidah 1338/22 Juli 1920)

Muhammad Thaib Umar adalah seorang ulama besar pembaru pemikiran Islam dari Sumatera Barat. Ia merupakan tokoh pertama pembaruan pendidikan Islam dari sistem halaqah (belajar secara melingkar di sekitar guru) ke sistem klasikal (belajar dalam kelas).

Muhammad Thaib Umar mengawali pendidikannya pada usia 6 tahun dengan belajar membaca Al-Qur’an pada ayahnya sendiri, H Umar bin Abdul Kadir, seorang ulama besar di Sungayang. Enam bulan kemudian ia melanjutkan pelajaran Al-Qur’an pada pamannya (adik laki-laki dari ibunya), H Muhammad Yusuf (Engku Labai), dan pada usia 7 tahun ia telah dapat membaca Al-Qur’an.

Setelah itu, ia kembali belajar Al-Qur’an pada ayahnya. Pada 1300 H/1883 M ia belajar Al-Qur’an pada H Muhammad Yasin di surau Tangah Sawah, Sungayang. Selanjutnya ia mempelajari kitab fikih di surau Talao, Padang Ganting, Batusangkar, pada Syekh H Abdul Manan, seorang ulama fikih, dan setelah itu kepada Syekh Abdul Wahid Tabat Gadang di surau Padang Kandis, Suliki, Payakumbuh.

Muhammad Thaib Umar melanjutkan pelajarannya ke Mekah. Ia belajar bahasa Arab dan ilmu agama lainnya kepada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, di samping kepada ulama lainnya. Setelah belajar selama 5 tahun di Mekah, ia kembali ke kampung halamannya dan mengajarkan kitab agama di surau ayahnya di Batu Bayang, Sungayang. Pengajarannya itu dikenal dengan nama “Pengajian Kitab”.

Pada 1315 H/1897 M ia membangun suraunya sendiri di Tanjung Pauh, Sungayang. Pengajian kitabnya banyak didatangi remaja, baik dari daerah Minangkabau maupun dari luar Minangkabau. Sistem pengajaran yang digunakannya ketika itu masih berbentuk halaqah, tetapi kitab yang dipelajari lebih banyak dan lebih mendalam.

Muridnya antara lain Syekh Haji Abbas Padang Japang (pendiri Darul Funun el-Abbasiyah Padang Japang, Payakumbuh, 1883–1957), Syekh Daud Rasyidi (1880–1948), dan Abdul Hamid Hakim (1893–1959).

Sekalipun tetap melaksanakan pendidikan di surau, ia telah mulai melakukan perubahan kurikulum. Pelajaran yang diberikan di suraunya lebih banyak dan lebih mendalam. Sementara di surau lainnya pelajaran yang diberikan hanya pelajaran bahasa dan tafsir dengan empat kitab, yaitu Kitab Dammun (sharaf), Kitab al-‘Awamil, Kitab al-Kalam (keduanya kitab nahu), dan Tafsir Jalalain, di suraunya diajarkan berbagai bidang ilmu, yaitu nahu, sharaf, fikih, usul fikih, tafsir, hadis, ilmu hadis, tauhid, mantik, ma‘ani, bayan, dan badi’ (tiga terakhir menyangkut sastra Arab).

Di antara kitab yang dipelajari di suraunya adalah Ajrumiyyah, Qathr an-Nada, Alfiyyah Ibn ‘Aqil, dan al-Jauhar al-Maknun di bidang bahasa Arab; Fath al-Qarib, Fath al-Mu‘in, Waraqat, dan Jam‘ al-Jawami‘ di bidang fikih dan usul fikih; Tafsir Jalalain dan Tafsir al-Baidawi di bidang tafsir; hadits Arba‘in dan hadits Baiquni di bidang hadis; Umm al-Barahin dan Kifayah al-‘Awam di bidang tauhid; serta idah al-Mubham di bidang mantik. Pendidikan dengan sistem surau ini berlangsung selama 1897–1909.

Pada 1908 pemerintah kolonial Belanda menjalankan peraturan pemungutan pajak dari rakyat Minangkabau. Karena tekanan yang terus-menerus dari pihak Belanda, muncul pemberontakan rakyat di beberapa tempat, antara lain di Padang Luar (Batusangkar), Kamang (Bukittinggi), dan Lintau Buo (Batusangkar).

Pemberontakan ini dapat dipatahkan. Belanda mensinyalir bahwa pemberontakan itu berawal dari surau. Oleh sebab itu, pada 1908 itu juga surau di seluruh Minangkabau ditutup dan para murid pulang ke kampung masing-masing.

Pada 1909 Syekh Muhammad Thaib Umar mendirikan sekolah agama di Lantai Batu, Batusangkar. Murid yang sebelumnya belajar agama di surau berbondong-bondong memasuki sekolah tersebut. Lebih kurang satu tahun kemudian, sekolah ini diserahkannya kepada guru yang mengajar di sana. Ia sendiri kembali ke Sungayang.

Pada 1910 ia membuka satu sekolah agama lagi yang diberinya nama “Madras School”. Di sekolah ini diadakan perubahan sistem pendidikan dari sistem surau menjadi sistem klasikal. Murid mempergunakan meja, kursi, dan papan tulis sebagai sarana belajar. Kurikulumnya pun dikembangkan dengan menambah pelajaran umum seperti berhitung dan aljabar.

Madrasah inilah madrasah pertama di Minangkabau yang menerapkan sistem pendidikan klasikal dengan mempergunakan kitab cetakan; sebelumnya sistem pendidikan dilaksanakan dengan sistem halaqah dan kitab yang diajarkan adalah kitab tulisan tangan. Alumni dari Madras School ini antara lain Prof. H Mahmud Yunus (1899–1982), tokoh pendidikan Islam nasional.

Pada 1917 Muhammad Thaib Umar tidak mampu mengajar karena sakit dan akhirnya wafat 1920. Tetapi sejak 1917, sekolahnya telah diserahkan kepada tiga guru bantu, yaitu Mahmud Yunus, Ajhuri Hamzah, dan Ilyas Ya’kub.

Syekh Muhammad Thaib Umar juga dikenal sebagai seorang penulis produktif di majalah al-Munir yang diterbitkannya di Padang bersama Syekh H Abdullah Ahmad (1874–1920, pendiri Madrasah Adabiyah Padang) dan Syekh H Abdul Karim Amrullah. Aktivitasnya di majalah al-Munir ini berlangsung 1911–1916. Di majalah ini ia membuka forum tanya-jawab mengenai masalah keagamaan.

Melalui tulisannya di majalah ini ia mengemukakan pembaruan pemikirannya dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam serta membersihkan ajaran Islam dari unsur khurafat, takhayul, dan bid’ah yang ada di tengah masyarakat. Ia juga dikenal sebagai seorang ulama yang gigih menyerang taklid, sehingga ia termasuk dalam kelompok ulama Kaum Muda yang pemikirannya tidak sejalan dengan paham Kaum Tua di Minangkabau.

Di samping itu, ia juga dikenal sebagai orang pertama yang mengarang khotbah Jumat dan khotbah Idul Fitri dalam bahasa Melayu. Ketika itu, ulama menganut paham bahwa khotbah Jumat dan khotbah Idul Fitri harus disampaikan dalam bahasa Arab.

Khotbah yang dikarangnya ini kemudian dicetak dan diedarkan kepada murid dan jemaahnya. Ia juga mengarang beberapa buku kecil, tetapi tidak diterbitkan karena naskahnya telah hilang. Ia adalah pendiri organisasi Sumatra Thawalib cabang Batusangkar bersama-sama Syekh H Abdullah Ahmad, H Abdul Karim Amrullah, dan Syekh H Abbas Padang Japang.

Daftar Pustaka

Noer, Deliar. The Modernist Muslim Movement in Indonesia, atau Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900–1942, terj. Jakarta: LP3ES, 1980.
Steenbrink, Karel A. Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Jakarta: LP3ES, 1985.
Suminto, Aqib. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES, 1985.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya, 1985.

Nasrun Haroen