Pemikir besar Islam yang jenius ini menguasai banyak ilmu, seperti matematika, astronomi, optik, geografi, kedokteran, farmasi, filsafat, logika, teologi, musik, mineralogi, dan etika. Sebagian karyanya ditulis dalam bahasa Arab dan sebagian lagi dalam bahasa Persia.
Nama lengkapnya adalah Abu Ja‘far Muhammad bin Muhammad al-Hasan Nasiruddin at-Tusi al-Muhaqqiq. Karena memiliki keahlian yang terbilang komplet itu, at-Tusi diangkat menjadi penasihat tepercaya Hulagu Khan (panglima perang Mongol), ketika dan setelah penaklukan kota Baghdad serta pendirian Dinasti Ilkhan yang menguasai kawasan Islam yang sangat luas.
At-Tusi memperoleh pendidikannya di kota kelahirannya, Tus, Khurasan. Guru utamanya adalah Kamaluddin bin Yunus. Kesungguhan dan kecerdasannya dengan cepat mengantarkannya ke jenjang kemasyhuran.
Dia segera terkenal sebagai sarjana yang menguasai beragam ilmu dan pengetahuan, di samping sebagai seorang astrolog ulung. Kemasyhurannya menjangkau kawasan negeri yang sangat luas, tetapi karena kemasyhuran itu pula, dia diculik oleh Nasiruddin Abdurrahman bin Ali Mansur, gubernur kaum Ismailiyah di Kohistan.
Dia kemudian dikirim ke Alamut, sebuah kubu yang kukuh, tempat Hasan bin Sabah, pemimpin tertinggi kaum Ismailiyah, dan para pengikutnya yang dikenal dengan julukan kaum Assassin, bermarkas. Di sana dia diperlakukan sebagai seorang tamu terhormat, meskipun dia sendiri merasa ditahan, untuk waktu yang tidak singkat.
Ketika Alamut ditaklukkan Hulagu Khan pada 1256, pemimpin bala tentara suku bangsa Mongol itu membebaskannya dari tempat itu. Hulagu Khan, sang penakluk, segera terkesan oleh kefasihan dan kecerdasannya yang istimewa. Oleh karena itulah, dia kemudian diangkat menjadi penasihatnya.
Pada Februari 1258, ketika Baghdad menyerah kepada tentara Mongol dan banyak penduduknya yang dibunuh serta seluruh kota dijarah, Nasiruddin at-Tusi menjadi “dewa penolong” bagi sebagian penduduk kaum Syiah di selatan Irak, karena dia berhasil mempengaruhi Hulagu untuk tidak memerangi mereka.
Hulagu demikian percaya kepadanya sehingga Nasiruddin at-Tusi diangkat menjadi wazir Dinasti Ilkhan, dinasti yang didirikannya. Pada 1259 Hulagu Khan memerintahkan at-Tusi untuk mendirikan sebuah observatorium di Bukit Maraghah. Observatorium yang dipimpin dan diawasi langsung oleh Nasiruddin at-Tusi ini dilengkapi dengan peralatan canggih untuk ukuran masa itu dan didukung oleh beberapa astronom dan matematikawan terkemuka pula.
Di sana juga disediakan perpustakaan dengan koleksi lebih dari 400.000 buku, yang dikumpulkan pasukan Mongol dari Suriah, Irak, dan Persia. Oleh karena itu, observatorium ini menjadi observatorium yang sangat terkenal di dunia ketika itu, dengan nama Observatorium Maraghah.
Menjelang akhir hayatnya, dia pindah ke Kazimani dekat Baghdad dan di tempat ini pula dia meninggal dunia dan dikuburkan di sebelah makam Musa al-Kazim, imam Syiah ketujuh. Setelah itu, posisinya digantikan oleh dua orang putranya. Peninggalan observatorium ini masih dapat di jumpai sampai sekarang.
Nasiruddin at-Tusi adalah ilmuwan ensiklopedis yang sangat produktif. Karya tulisnya sekitar 56 buah dalam berbagai disiplin ilmu, belum termasuk sejumlah besar risalah (karya singkat)-nya dalam bidang astronomi, astrologi, matematika, fisika, obat-obatan, dan ilmu-ilmu eksakta, optik, mineralogi, geografi, musik, filsafat, teologi, dan etika. Akan tetapi, kemasyhurannya terletak pada bidang astronomi dan matematika.
Di bidang astronomi, Nasiruddin at-Tusi dengan didukung penguasa Ilkhan menyempurnakan Planetary Tables (terkenal dengan Ilkhanian Tables)-nya selama 12 tahun. Di samping itu, dia juga meninggalkan banyak karya astronomi, antara lain Kitab at-Tadzkirah fi ‘Ilm al-Hai’ah (Buku Memorial Astronomi), hasil penelitian yang sangat lengkap.
Belakangan, buku ini diulas banyak sarjana dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa Timur maupun Barat. Buku ini terbagi atas empat bab: (a) introduksi geometrikal dan sinematikal, (b) pengertian astronomikal secara umum, (c) bumi dan pengaruh benda angkasa atasnya, dan (d) besar dan jarak antarplanet.
Karya penting astronominya yang lain dan berhubungan dengan penanggalan adalah
(1) Mukhtasar fi ‘Ilm at-Tanjim wa Ma‘rifat at-Taqwin (Ikhtisar Astrologi dan Penanggalan), yang sampai sekarang masih tersimpan dalam bahasa Persia; dan
(2) Kitab al-Bari fi ‘Ulum at-Taqwim wa harakat al-Aflak wa Ahkam an-Nujum (Buku Unggul tentang Almanak, Gerak Bintang, dan Hukum Astrologi). Di bidang ini ia mengkritik teori Claudius Ptolemaeus (sekitar 100–178; ahli astronomi dan geografi) dan menyarankan model planet baru.
Di samping astronomi, Nasiruddin at-Tusi juga memberikan sumbangan besar di bidang matematika. Dia meninggalkan karya monumental tentang geometri dan trigonometri. Dia menyunting sebagian besar karya matematika kuno sebanyak 16 buah, termasuk di dalamnya 4 buku dari era Islam.
Dia menulis 4 buah risalah mengenai aritmetika dan aljabar, antara lain Jawami‘ al-hisab bi at-Takht wa at-Turab (Ikhtisar Ilmu Hitung melalui Papan dan Debu = Swipoa atau Abakus).
Sebagai ahli geometri, at-Tusi menulis tak kurang dari 15 risalah tentang geometri. Dalam hal ini dia melihat adanya kekurangan dalam kajian Euclides (ahli matematika Yunani sekitar 300 SM) tentang garis sejajar, dan dia berusaha mengisi kekurangan itu dalam ulasannya atas kitab Element, yang diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Latin.
Dia juga memainkan peran yang tidak kecil dalam perkembangan trigonometri. Karyanya di bidang ini, dapat dikatakan, menandai puncak kemajuan trigonometri. Dialah yang mengarang Kitab Syakl al-Qaththa’ (Bentuk Sektor, Risalah tentang Kuadrilateral), sebuah karya mengenai trigonometri yang telah dibebaskan dari astronomi sehingga menjadi sebuah sains independen.
Karena demikian bermutu dan pentingnya, buku ini menjadi rujukan bagi ahli yang datang belakangan serta diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis dan disunting oleh Alexandre Cara Theodory Pasha pada 1891.
Nasiruddin at-Tusi juga memberikan sumbangan pada ilmu optik. Dalam ilmu ini dia meninggalkan risalah berjudul Tahrir Kitab al-Manazir dan Mabahits fi in‘Ikas asy-Syu‘ar wa in’Ithafiha (Penelitian tentang Refleksi dan Defleksi Sinar). Kedua risalah ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman oleh Eilhard Wiedemann.
Dia juga menulis dua risalah tentang musik, yaitu Kitab fi ‘Ilm al-Musiqa (Buku tentang Ilmu Musik) dan Kanz at-Tuhaf. Dia dikabarkan menciptakan sejenis suling, yang dinamakan “mahtar duduk” (suling kapel).
Di bidang medis dia menulis Kitab al-Bahiyah fi at-Tarakib as-Sulthaniyyah, buku tentang cara hidup, yang dibagi atas tiga bagian uraian tentang diet, peraturan kesehatan, dan hubungan seksual. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Turki.
Di bidang logika, filsafat, dan teologi dia juga meninggalkan karya, antara lain risalah yang berjudul Kitab at-Tajrid fi ‘Ilm al-Manthiq (Ikhtisar Logika), risalah tentang ulasan atas Kitab al-Isyarat wa at-Tanbihat yang ditulis Ibnu Sina (dikenal sebagai Avicenna; dokter dan filsuf; 980–1037), dan sebuah buku teologi berjudul Tajrid al-‘Aqa’id (Penyucian Akidah).
Pendapat filsafatnya dapat dikatakan sebagai pembelaan terhadap filsafat Ibnu Sina, yang sebelumnya mendapat “serangan” serius dari al-Ghazali (ulama Suni terkemuka; 1058–1111) dan Fakhruddin ar-Razi (ahli tafsir; 1149–1209). Karya filsafatnya itu, menurut Nasr (pemikir muslim Syiah; l. 1933), lebih memberikan pengaruh untuk waktu yang lama daripada karya Ibnu Rusyd (ilmuwan besar muslim dari Cordoba; 1126–1198) yang berjudul Tahafut at-Tahafut (Rancunya Kitab Kerancuan).
Bukunya, Tajrid al-‘Aqa’id, merupakan buku teologi Syiah yang sangat populer dan masih dipelajari di semua sekolah agama kaum Syiah sampai sekarang.
Adapun karyanya yang terkenal di bidang etika berjudul Akhlaq-i-Nasiri. Buku ini dipandang sangat baik sehingga masih digunakan sebagai buku teks di sekolah agama di seluruh dunia Islam, terutama di kalangan kaum Syiah.
Buku yang ditulis dalam bahasa Persia ini diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul Risalah fi Tahqiq al-‘Ilm. Berbagai edisi buku ini telah dicetak di India, dan ada pula beberapa bagian dari buku itu yang diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Jerman dan Inggris.
Daftar Pustaka
Ahmad, Jamil. Seratus Muslim Terkemuka. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996.
Ashi, Hasan. al-Manhaj fi Tarikh al-‘Ulum ‘ind al-‘Arab. Beirut: Dar al-Mada’in, 1991.
Komisi Nasional Mesir untuk UNESCO. Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan, terj. Bandung: Penerbit Pustaka, 1986.
Nasr, Sayid Husein. Sains dan Peradaban di Dalam Islam, terj. Bandung: Penerbit Pustaka, 1986.
Poeradisastra, S.I. Sumbangan Islam Kepada Ilmu & Peradaban Modern. Jakarta: P3M, 1981.
Badri Yatim