Abu A’la al-Maududi adalah seorang ulama dan pemikir Islam dari anak benua India. Ia terkenal dengan konsistensi pemikirannya yang melihat Islam sebagai suatu sistem yang komprehensif sehingga di dalamnya dapat ditemukan antara lain sistem ekonomi Islam, sistem politik Islam, dan sistem sosial Islam.
Abu A’la al-Maududi adalah anak termuda dari tiga bersaudara dalam suatu keluarga terpandang dan merupakan keturunan para tokoh sufi. Salah seorang kakeknya bernama Syekh Qutbuddin al-Maududi al-Jisty (w. 527 H/1133 M). Sebutan al-Maududi diambil dari nama kakeknya.
Al-Maududi diajar dan dibimbing ayahnya, Ahmad Hasan al-Maududi, untuk menjadi seorang ahli agama. Ia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Fauqaniyah, sebuah sekolah yang menggabungkan pendidikan Barat modern dengan Islam tradisional.Kemudian ia melanjutkan studinya di Dar al-‘Ulum Hyderabad. Namun, studinya terpaksa terhenti karena ayahnya meninggal dunia.
Selanjutnya ia belajar secara autodidak di luar pendidikan formal. Hal ini dimungkinkan karena al-Maududi telah menguasai bahasa Arab, bahasa Inggris, di samping bahasa Urdu sebagai bahasa ibunya.
Sejak muda al-Maududi telah mempunyai kecenderungan kuat pada bidang jurnalistik. Ia pernah menjadi editor beberapa media massa. Dalam usia 17 tahun ia menjadi pimpinan harian Taj di Jabalpur (India).
Kemudian ia menjadi pemimpin al-Jami‘ah, salah satu harian Islam yang paling berpengaruh dan populer di New Delhi (1920-an). Minatnya pada politik tumbuh pada usia sekitar 20 tahun.
Buah tangannya yang pertama dalam masalah ini adalah al-Jihad Fi al-Islam (Jihad dalam Islam), salah satu buku yang cermat dan tajam dalam menganalisis hukum Islam, perang, dan damai.
Untuk meningkatkan intensitas perjuangan membangun kembali alam pikiran dan dunia Islam, ia menerbitkan sebuah majalah, Tarjuman Al-Qur’an (1933) sebagai sarana penyalur gagasannya. Dari sinilah al-Maududi menyoroti berbagai persoalan zaman modern sekaligus menyodorkan pemecahan Islam untuk menyelesaikannya.
Pada 1937 Muhammad Iqbal menulis sepucuk surat kepada al-Maududi agar pindah ke Punjab untuk bekerjasama dalam suatu karya riset dan juga untuk membuat kodifikasi hukum Islam.
Surat-menyurat ini menghasilkan dua kali pertemuan di antara keduanya. Akhirnya al-Maududi pindah ke Punjab dan memimpin sebuah lembaga pengkajian Islam sejak tahun 1938.
Terdorong oleh pemikiran untuk menyelamatkan umat Islam, al-Maududi mendirikan suatu gerakan Islam yang dipimpinnya sendiri, yaitu Jami’at al-Islam pada tahun 1941 yang merupakan gerakan kader Islam.
Dalam perjuangannya, al-Maududi sering mengambil posisi berhadapan dengan pemerintah Pakistan. Ketika negara Pakistan lahir pada tahun 1947, al-Maududi pindah ke sana dan mulai memusatkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk ikut membangun negara Islam itu.
Untuk tujuan ini bermunculan karangan al-Maududi yang menyoroti berbagai dimensi ajaran Islam terutama yang berhubungan dengan masalah sosial politik. Karangannya yang berjudul Qadiani Problem (Problema Aliran Qadiani), yang mengungkapkan kepalsuan kenabian Mirza Gulam Ahmad dan beberapa persoalan politik lainnya,
mengakibatkan ia dipenjarakan dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1953 oleh pemerintah Pakistan. Tetapi kemudian pemerintah Pakistan mengubahnya menjadi hukuman seumur hidup. Ia meninggal dunia karena menderita sakit jantung dan lever.
Pemikir ini pernah berkeliling dunia untuk memberikan kuliah di berbagai negara Timur Tengah, London, New York, Toronto, dan sejumlah pusat studi di kota besar dunia. Ia pernah melakukan studi tur ke Jordania, Yerusalem, Suriah, Mesir, dan Arab Saudi untuk mempelajari aspek geografis dan historis beberapa tempat yang disebutkan dalam Al-Qur’an.
Pendapat al-Maududi yang sangat menonjol antara lain adalah sebagai berikut:
(1) Asas terpenting dalam Islam adalah tauhid. Seluruh nabi dan rasul mempunyai tugas pokok untuk mengajarkan tauhid kepada umat manusia. Tauhid itu sangat revolusioner dan mempunyai implikasi yang amat jauh dalam mengubah tata sosial, politik, dan ekonomi yang tidak bersendikan tauhid.
(2) Sistem politik demokrasi mempunyai kelemahan, yakni kelompok penguasa bisa saja bertindak atas nama rakyat, meskipun bukan untuk rakyat melainkan untuk dirinya sendiri.
Jika kekuasaan mutlak untuk membuat legislasi berada di tangan rakyat, tidak mustahil tindakan non-manusiawi menjadi legal apabila rakyat menghendaki dan begitu pula sebaliknya.
Menurut al-Maududi, Islam dapat menghindarkan kelemahan itu karena Islam menolak sistem kedaulatan rakyat dan mengembangkan teori politik yang bersandarkan pada kedaulatan Tuhan dan berbentuk khilafah (kekhalifahan).
Untuk itu al-Maududi mengemukakan teori yang sangat genuine, yakni konsep politik dan pemerintahan dalam Islam adalah theo-democracy. Konsep ini memberikan kedaulatan kepada rakyat, namun kedaulatan itu tidak mutlak karena dibatasi norma yang ditetapkan Tuhan.
Pemikiran politiknya secara lebih luas dapat ditelaah dalam bukunya yang terkenal, yakni Nazariyyah al-Islam as-Siyasiyyah (Sistem Politik Islam), Islamic Law and Constitution (Konstitusi dan Undang-Undang yang Islami), dan al-Khilafah wa al-Mulk (Kekhalifahan dan Kerajaan).
(3) Penyebab kemerosotan ekonomi adalah egoism dan sistem politik yang tidak benar. Untuk itu, ia mengajukan tiga kaidah dalam pemecahan ekonomi, yaitu:
(a) pemecahannya jangan sampai bertentangan dengan fitrah manusia; (b) perbaikan sosial tidak hanya menyangkut hukum tetapi juga akhlak; dan (c) pemerintah jangan menggunakan kekerasan, kecuali apabila itu merupakan satu-satunya alternatif.
Pemikirannya hampir menjamah semua aspek ajaran Islam sehingga dalam pemikirannya ditemukan Islam sebagai pedoman hidup yang lengkap. Pemikirannya dapat ditemukan dalam karyanya yang tidak kurang dari 138 buah dan telah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa: Arab, Inggris, Perancis, Jerman, Turki, Parsi, Tamil, Bengali, dan Indonesia.
Karyanya antara lain adalah al-Khilafah wa al-Mulk, Islamic Law and Constitution, dan Tafhim Al-Qur’an (Pemahaman Al-Qur’an), yang merupakan karya terbesarnya dan memerlukan 30 tahun untuk menyelesaikannya.
Sementara karya monumental klasik yang menjadi sumber referensi kaum muslimin dunia antara lain adalah al-Jihad fi al-Islam, Towards Understanding Islam (Menuju kepada Pemahaman Islam), dan Islam: Way of Life (Islam: Jalan Hidup). Dalam karyanya, al-Maududi selalu memberikan analisis yang sangat tajam dan sering kali sangat kontroversial.