Takziah

(Ar.: ta‘ziyah)

Dalam bahasa Arab, ta‘ziyah (akar kata: al-‘aza’) berarti “sabar”. Secara istilah ta‘ziyah berarti “berkunjung dan berucap kepada orang yang mendapat musibah karena anggota keluarganya meninggal”. Kunjungan dan ucapan itu bermaksud untuk menghibur, menyabarkan, meringankan kesusahan, dan mengurangi rasa sedih penerima musibah.

Hukum takziah disunahkan (mustahabb) sekalipun kepada seorang zimi. Menurut Imam Nawawi, Hanbali, Sufyan as-Sauri, takziah disunahkan sebelum jenazah dikubur dan 3 hari sesudahnya. Imam Hanafi berpendapat, takziah disunahkan sebelum jenazah dikuburkan. Sayid Sabiq, tokoh pembaru Islam, menyebutkan bahwa takziah bisa dilakukan sesudah 3 hari apabila dalam waktu 3 hari si pentakziah atau yang ditakziahi tidak ada.

Dasar takziah adalah hadis riwayat Ibnu Majah dan al-Baihaqi dari Amr bin Hazm, seorang sahabat Nabi SAW, yang berarti:

“Orang mukmin yang bertakziah kepada saudaranya, Allah akan memberinya pakaian di hari kiamat, pakaian kemuliaan. Ia disunahkan satu kali, dan seyogianya takziah dilakukan kepada semua keluarga si mati dan kerabatnya, baik yang besar, yang kecil, laki-laki dan perempuan.”

Takziah tidak hanya terbatas dengan ucapan yang menasehati atau menghibur keluarga si mati, tetapi juga bisa berupa penyediaan makanan dan sebagainya. Ketika Ja‘far bin Abi Thalib (sepupu Nabi Muhammad SAW) terbunuh, Nabi SAW bersabda,

“Buatlah oleh kalian makanan untuk keluarga Ja‘far, karena sesungguhnya telah datang sesuatu yang menyulitkan mereka” (HR. Abu Dawud, at-Tirmizi, Ibnu Majah, al-Baihaqi, dan Hanbali dari riwayat Abdullah bin Ja‘far bin Abi Thalib).

Menurut Imam Syafi‘i dalam al-Mukhtasar, diwajibkan kepada kerabat dan tetangga orang yang meninggal untuk menyediakan makanan, sedikitnya satu hari satu malam, yang cukup mengenyangkan mereka, karena itu adalah sunah dan perbuatan ahli kebaikan.

Berikut contoh takziah yang dilakukan Nabi SAW. Ketika menerima laporan dari Usamah bin Zaid RA (putra Zaid bin Harisah, w. 54 H/674 M), bahwa anak laki-lakinya wafat, Nabi SAW membaca salam dan bersabda,

“Sungguh milik Allah segala sesuatu yang ia ambil, dan bagi-Nya apa yang Ia berikan. Segala sesuatu bagi-Nya dengan ajal yang ditentukan, maka bersabarlah dan renungkanlah” (HR. Bukhari).

Menurut hadis riwayat Tabrani dan Hakim, ketika putra Mu‘az bin Jabal wafat, Nabi SAW menulis surat kepada Mu‘az untuk takziah putranya.

“Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dari Muhammad utusan Allah untuk Mu‘az bin Jabal. Sejahtera atas kamu, sungguh aku memuji kepada Allah untuk kamu, Zat yang tidak ada Tuhan selain Dia. Sesudah itu, semoga Allah mengagungkan pahala atas kamu, memberi ilham kesabaran, memberi rezeki kami dan kamu dalam kenikmatan dan kesenangan, Allah mengambilnya dari kamu dengan pahala yang banyak. Selawat, rahmat, dan petunjuk apabila kamu merenungkannya maka bersabarlah.”

Tujuan takziah adalah menasehati atau menghibur keluarga yang ditinggal agar tidak meratapi kematian dan musibah yang diterimanya. Apabila tidak dihibur maka keluarga almarhum/almarhumah bisa menangis dan susah.

Keadaan demikian, menurut satu riwayat, akan memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap almarhum/almarhumah. Bahkan satu hadis riwayat Imam Bukhari menyebutkan, “Mayat akan disiksa di dalam kuburnya dengan sebab ratapan kepadanya.” Tetapi apabila tangisan tidak bisa dibendung, satu pendapat menyatakannya sebagai rukhsah (kemudahan kelonggaran).

Menurut Imam Syafi‘i dan sahabat lainnya, menangis untuk mayat, baik sebelum atau sesudah mati, boleh (jaiz); yang lebih utama adalah sebelum mati. Dasarnya adalah peristiwa ketika Rasulullah SAW menjenguk sahabatnya, Abdullah bin Sabit, dan menemuinya telah meninggal, maka menjerit dan menangislah orang perempuan. Kemudian Jabir bin Atik, juga sahabat Nabi SAW, meminta mereka diam. Nabi SAW kemudian bersabda,

“Tinggalkanlah mereka, maka jika kewajiban datang janganlah menangis. Mereka bertanya, ‘Apa kewajiban itu, ya Rasulullah?’ Beliau bersabda, ‘Maut’” (HR. Imam Malik, Syafi‘i, Hanbali, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan lain-lain dengan sanad yang sahih).

Takziah juga merupakan mau‘izah (nasihat) bagi pelaku takziah agar mengingat kematian dan bersiap-siap mencari bekal hidup di akhirat, karena maut datang tanpa memandang umur dan waktu. Kedatangannya tak dapat ditunda ataupun diajukan.

Daftar Pustaka

al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
Ibnu Rusyd. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid. Cairo: Syarikah Maktabah wa Matba‘ah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1401 H/1981 M.
Muslim, Imam. Sahih Muslim bi Syarh al‑Imam an‑Nawawi. Beirut: Dar lhya’at‑Turas al‑Arabi, 1404 H/1984 M.
an‑Nasa’i, Imam. Sunan an‑Nasa’i. Beirut: Dar al‑Kitab al-Arabi, t.t.
Sabiq, Sayid. Fiqh as-Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr, 1983.

Ahmad Rofiq