Dalam bahasa Arab tahalli berarti “berhias”. Secara terminologis, tahalli berarti “usaha untuk menghiasi diri dengan sifat dan sikap serta perbuatan baik”. Artinya, setiap perilaku harus diupayakan agar berjalan di atas ketentuan agama, baik kewajiban lahiriah maupun batiniah.
Yang dimaksud dengan ketaatan lahir/luar dalam hal ini adalah kewajiban yang bersifat formal, seperti salat, puasa, zakat, dan haji, sedangkan ketaatan batin/dalam antara lain adalah iman, ikhlas, dan khusyuk.
Tahalli merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan pada tahap takhalli. Dengan kata lain, sesudah tahap pembersihan diri dari segala sifat dan sikap serta perilaku yang tidak baik telah dapat dilalui dalam bentuk takhalli, maka usaha itu harus berlanjut terus ke tahap berikutnya yang disebut tahalli. Apabila satu kebiasaan telah dilepaskan, maka perlu ada penggantinya.
Dalam tahap pengisian ini tidak berarti jiwa harus dikosongkan lebih dulu dan kemudian diisi. Akan tetapi harus secara bersamaan. Ketika menghilangkan kebiasaan yang buruk, jiwa diisi dengan kebiasaan yang baik. Hal ini seperti mengobati suatu penyakit; hilangnya suatu penyakit pada seseorang karena obat yang masuk ke dalam tubuhnya.
Al-Ghazali menerangkan bahwa bersifat baik atau berakhlak terpuji itu berarti menghilangkan semua kebiasaan yang tercela yang telah dijelaskan oleh ajaran agama. Bersamaan dengan itu lalu membiasakan sifat yang baik, mencintainya, dan melakukannya.
Dalam rumusan lain, sebagaimana dikatakan al-Qasimi (ahli tafsir) dalam kitab Mau‘izah al-Mukminin (Nasihat bagi Orang Beriman), al-Ghazali mengatakan bahwa yang dikatakan budi pekerti yang baik ialah membuat kerelaan seluruh makhluk, baik dalam keadaan lapang maupun susah.
Di dalam kitab al-Arba‘in (buku tentang tasawuf), al-Ghazali mengatakan bahwa yang dimaksud dengan budi pekerti baik ialah bersifat di antara tidak kikir dan tidak boros.
Dengan kata lain, sifat yang baik itu ialah bersifat moderat di antara dua sifat yang ekstrem. Pada dasarnya perbuatan baik, budi pekerti baik atau akhlak terpuji itu ialah sifat atau tingkah laku yang sesuai dengan norma atau ajaran agama Islam.
Memperbaiki akhlak yang tidak baik, menurut para sufi, tidak akan berhasil apabila terapinya hanya dari aspek lahiriah saja. Itulah sebabnya pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seorang murid diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat. Tujuannya adalah untuk menguasai hawa nafsu dan menekannya sampai ke titik terendah. Bahkan jika mungkin menguasainya sama sekali.
Menurut al-Ghazali, jiwa manusia dapat dilatih, dikuasai, diubah, dan dibentuk sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri. Latihan yang berulang akan menjadi kebiasaan dan dari kebiasaan akan timbul kepribadian.
Dalam rangka pembentukan manusia utama, sikap mental, budi luhur, dan perilaku mulia yang sangat penting diisikan ke dalam jiwa dan dibiasakan dalam perbuatan antara lain adalah tobat, sabar, kefakiran, zuhud, tawakal, cinta, makrifat, dan kerelaan.
Daftar Pustaka
Atjeh, Abubakar. Pendidikan Sufi (Pelajaran Akhlak). Jakarta: Lembaga Pendidikan Islam, 1962.
al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. Ihya’‘Ulum ad-Din. Cairo: al-Masyhad al-Husain, t.t.
__________. Kitab al-Arba‘in fi Ushul ad-Din. Cairo: Maktabah al-Jindi, t.t.
__________. Mukasyafah al-Qulub fi ‘Ilm at-Tasawwuf. Cairo: Matba‘ah ‘Abd al-Hamid Ahmad Hanafi, t.t.
Ibnu Miskawaih. Tahdzib al-Akhlaq wa Ta’khir al-A‘raq. Cairo: Maktabah al-Misriyyah, 1934.
al-Qasimi, Muhammad Jamaluddin. Mau‘izah al-Mu’minin. Cairo: Dar al-’Usur li at-Tab’ wa an-Nasyr, 1929.
Tim Penyusun Naskah. Pengantar Ilmu Tasawuf. Sumatera Utara: Proyek Binperta IAIN, 1981/1982.
Asmaran As