Kitab Tafsir berisi uraian, penjelasan, dan penafsiran terhadap ayat Al-Qur’an; disebut juga Kitab Tafsir Al-Qur’an. Di samping penafsiran, kitab ini juga mencakup takwil, yakni penjelasan esensi yang terkandung dalam suatu ungkapan, kalimat, atau ayat Al-Qur’an, dengan menafsirkan lafal atau mengungkapkan hakikat pengertian yang tersirat di dalamnya.
Sejarah Penulisan dan Perkembangan. Usaha untuk menafsirkan Al-Qur’an telah dilakukan sejak masa Nabi Muhammad SAW. Nabi SAW sendiri adalah mufasir pertama dan utama. Kemudian, muncul pula penafsir besar pada masa sahabat, seperti Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas‘ud, Ali bin Abi Thalib, dan Ubay bin Ka‘b.
Pada masa tabiin, jumlah mufasir semakin banyak. Mereka tersebar di berbagai pelosok wilayah Islam. Para musafir terkenal di Mekah antara lain Sa‘id bin Jubair, Mujahid bin Jubair, Ikrimah bin Abu Jahal, Tawin bin Kaisan al-Yamani, dan Ata bin Abi Rabah. Di Madinah, di antaranya ialah Abu Aliyah, Muhammad bin Ka‘b al-Qurzi, dan Zaid bin Aslam.
Di Irak muncul para mufasir seperti Alqamah bin Qais, Masruq, Aswad bin Yazid, Murrah al-Hamdani, Amir asy-Sya‘bi, al-Hasan al-Basri, dan Ibnu Qatadah. Pada masa berikutnya muncul sejumlah ahli tafsir terkenal dengan berbagai corak, aliran, dan metode yang berbeda-beda.
Kitab tafsir yang ada hingga saat ini cukup banyak jumlahnya. Sejak masa Nabi Muhammad SAW sampai dengan masa tabiin tidak ada kitab tafsir yang ditampilkan, kecuali Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn ‘Abbas (berisi kumpulan tafsir Ibnu Abbas [Abdullah bin Abbas]) yang dihimpun Abi Tahir Muhammad bin Ya‘qub asy-Syairazy asy-Syafi‘i (w. 817 H/1414 M). Kitab ini telah beberapa kali diterbitkan di Mesir.
Penulisan kitab tafsir mencapai puncaknya pada abad ke-7 hingga abad ke-9 Hijriah. Masa ini disebut ‘asr at-tadwin (masa penulisan dan penyusunan kitab tafsir). Kitab tafsir yang ditulis pada masa ini adalah Jami‘ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, Bahr al-‘Ulum, al-Kasyf wa al-Bayan ‘an Tafsir Al-Qur’an, Ma‘alim at-Tanzil, al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz, Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim, al-Jawahir al-hisan fi Tafsir Al-Qur’an, dan ad-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma’tsur.
Jenis Kitab Tafsir. Berdasarkan aliran dan corak penafsiran yang digunakan mufasir, kitab tafsir dapat dikelompokkan sebagai berikut.
(1) Kitab tafsir riwayat (at-Tafsir al-ma’tsur), yaitu kitab yang penafsirannya didasarkan atas penjelasan ayat Al-Qur’an, penjelasan hadis Rasulullah SAW atau para sahabatnya. Kitab tafsir jenis ini di antaranya adalah kitab yang ditulis pada abad ke-7 sampai abad ke-9 Hijriah seperti dijelaskan di atas.
(2) Kitab tafsir dirayah (Tafsir bi ar-ra’yi), yaitu kitab yang penyusunannya banyak menggunakan pendapat akal atau hasil ijtihad. Kitab jenis ini cukup banyak jumlahnya. Yang terpenting di antaranya Mafatih al-Gaib, Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil, Madarik at-Tanzil wa haqa’iq at-Ta’wil, Lubab at-Ta’wil fi Ma‘ani at-Tanzil, al-Bahr al-Muhith, Gara’ib Al-Qur’an wa Raga’ib al-Furqan, Tafsir Jalalain, as-Siraj al-Munir fi al-I‘anah ‘ala Ma‘rifah ba‘d Ma‘ani Kalam Rabbina al-hakim al-Khabir, Irsyad al-‘Aql as-Salim ila Mazaya al-Kitab al-Karim, dan Ruh al-Ma‘ani fi Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim wa as-Sab‘ al-Matsani.
(3) Kitab tafsir ayat ahkam, yaitu kitab yang khusus menerangkan penafsiran ayat hukum dalam Al-Qur’an. Misalnya, kitab tafsir Ahkam Al-Qur’an karya Abu Bakar Ahmad bin Ali ar-Razi al-Jassas (w. 370 H/952 M), Ahkam Al-Qur’an karya Ali bin Muhammad at-Tabari (w. 504 H/1111 M), al-Iklil fi Istinbath at-Tanzil karya as-Suyuti (849 H/1445 M–911 H/1505 M), al-Jami‘ li Ahkam Al-Qur’an karya Muhammad bin Ahmad bin Farhi al-Qurtubi (w. 671 H/1273 M), Kanz al-‘Irfan karya Miqdad bin Abdullah as-Sayuri (w. 679 H/1280 M), dan ats-samarat al-Yani‘ah karya Yusuf bin Ahmad as-Sulasi (w. 832 H/1429 M).
(4) Kitab tafsir isyari atau lebih dikenal dengan tafsir sufi, yaitu kitab yang penyusunnya banyak menggunakan makna batin atau makna yang tersirat dari ayat Al-Qur’an. Misalnya, kitab tafsir haqa’iq at-Tafsir karya Abu Abdurrahman as-Sulami, al-Kasyf wa al-Bayan karya Ahmad bin Ibrahim an-Naisaburi, Tafsir Ibn ‘Arabi karya Ibnu Arabi, dan Ruh al-Ma‘ani fi Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim wa as-Sab‘i al-Matsani karya Syihabuddin Mahmud al-Alusi.
Di samping itu, dikenal pula beberapa kitab tafsir yang ditulis kalangan Muktazilah dan Syiah. Kitab tafsir yang terkenal dari kalangan Muktazilah antara lainTanzih Al-Qur’an ‘an al-Matha’in karya Abdul Jabbar bin Ahmad al-Hamdani (w. 415 H/1024 M), Amali asy-Syarif al-Murtadi karya Ali bin Ahmad al-Husain (w. 437 H/1046 M), dan al-Kasysyaf ‘an haqa’iq at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil atau al-Kasysyaf karya Abu Qasim Mahmud bin Umar az-Zamakhsyari (w. 538 H/1144 M).
Adapun kitab tafsir dari kalangan Syiah di antaranya Tafsir al-‘Askari karya Hasan bin Ali al-Hadi (w. 260 H/874 M), Majma’ al-Bayan li ‘Ulum Al-Qur’an karya Fadl bin Hasan at-Tubrusi (w. 538 H/1144 M), dan asy-Syafi fi Tafsir Al-Qur’an karya Muhammad bin Syah Murtada al-Kasyi (w.1090 H/1679 M).
Kitab Tafsir Utama. Kitab tafsir utama adalah yang paling banyak beredar dan populer di kalangan umat Islam dan dipergunakan sebagai rujukan umum. Kitab tafsir utama ini cukup banyak jumlahnya.
(1) Jami‘ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an atau Tafsir ath-thabari, disusun Abu Ja‘far Muhammad bin Jarir at-Tabari (225 H/840 M–310 H/923 M), terdiri atas 30 jilid. Tafsir ath-thabari sangat terkenal di kalangan mufasir yang datang sesudahnya karena kitab tersebut menjadi rujukan pertama, terutama dengan adanya penafsiran naqli (berdasarkan nas Al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW).
Menurut Muhammad Husain az-Zahabi (guru besar ilmu Al-Qur’an dan hadis di Universitas al-Azhar), Tafsir ath-thabari merupakan kitab tafsir yang paling utama di antara kitab tafsir lainnya, baik dari waktu kemunculannya maupun dari penulisannya. Metode penafsiran yang digunakan dalam kitab ini adalah mentakwilkan firman Allah SWT yang terdapat dalam ayat yang bersangkutan.
Kemudian at-Tabari menafsirkan ayat itu berdasarkan riwayat para sahabat dan tabiin. Jika terdapat dua pendapat atau lebih tentang suatu persoalan, at-Tabari mengungkapkan setiap pendapat itu sesuai dengan riwayat yang ada.
(2) Bahr al-‘Ulum, oleh Abu al-Lais Nasr bin Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim as-Samarqandi (w. 375 H/986 M), ahli fikih Mazhab Hanafi yang terkenal dengan panggilan Imam al-Huda. Ada tiga naskah Bahr al-‘Ulum. Satu naskah terdiri atas 3 jilid dan terdapat di Dar al-Kutub al-Misriyah (Mesir).
Dua naskah lainnya, masing-masing terdiri atas 2 dan 3 jilid, terdapat di Perpustakaan al-Azhar. Hadis yang terdapat dalam kitab tafsir ini di takhrij (dijelaskan tingkatannya) oleh Syekh Zainuddin Qasim bin Qatlubuga (ulama Mazhab Hanafi; w. 854 H/1450 M). Pada bagian awal kitabnya, as-Samarqandi mengemukakan satu bab tersendiri tentang motivasi mencari pengetahuan tafsir dengan mengemukakan riwayat ulama terdahulu.
Ia juga menjelaskan bahwa seseorang tidak boleh melakukan penafsiran menurut pendapatnya sendiri tanpa mengetahui aspek bahasa dan sebab turunnya ayat (asbab an-nuzul). Bahkan, ia mengharamkan seseorang melakukan penafsiran dengan akalnya sematamata. Ia menafsirkan ayat Al-Qur’an berdasarkan riwayat para sahabat dan tabiin tanpa menyebutkan sanad hadisnya, bahkan terkadang ia meriwayatkan dari perawi yang daif (lemah).
Ia juga menafsirkan ayat dengan ayat lain yang menerangkan hal yang sama. Dalam kitab ini, ia mengungkapkan masalah qiraah (bacaan), kebahasaan, dan riwayat isra’iliyyat (riwayat bersumber dari kaum Yahudi dan Nasrani). Dalam menjelaskan pendapat ulama, ia tidak menyebutkan nama ulama itu dengan jelas, tetapi cukup mengatakan “sebagian mereka mengatakan begini”. Di samping itu, ia mengkombinasikan Tafsir bi ar-riwayah dan Tafsir bi ad-dirayah dengan aspek naqli-nya yang dominan.
(3) Al-Kasyf wa al-Bayan ‘an Tafsir Al-Qur’an, oleh as-Sa’labi atau Abu Ishaq Ahmad bin Ibrahim as-Sa’labi an-Naisaburi (w. 427 H/1036 M), terdiri atas beberapa jilid. Hingga saat ini, hanya jilid I, II, III, dan IV yang dapat ditemui di Perpustakaan al-Azhar. Jilid IV diakhiri dengan tafsir surah al-Furqan.
Pada awal kitabnya, penyusun mengungkapkan metode yang digunakannya dalam menafsirkan Al-Qur’an dan usaha yang telah dilakukannya dalam mencari ilmu tafsir. Ia menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan riwayat para sahabat dan ulama salaf, disertai dengan sanad secara singkat.
Ia menjelaskan pula aspek kebahasaan yang terdapat pada ayat yang ditafsirkan, bahkan kadang-kadang persoalan kebahasaan itu dijelaskan lebih luas, baik segi nahu, akar kata, maupun tasrifnya. Ia dalam banyak hal mengungkapkan riwayat isra’iliyyat. Menurut penyusunnya, kitab ini tidak pernah merujuk kepada kitab tafsir apapun sebelumnya.
(4) Ma‘alim at-Tanzil, oleh Abu Muhammad al-Husain bin Mas‘ud bin Muhammad al-Farra‘ al-Bagawi (w. 516 H/1122 M). Selain dalam bidang tafsir, ia adalah ulama terkemuka dalam bidang fikih dan hadis. Al-Bagawi digelari Muhyi as-Sunnah (Yang Menghidupkan Sunah) dan Rukn ad-Din (Tiang Agama).
Ma‘alim at-Tanzil merupakan kitab tafsir sederhana yang hanya terdiri atas satu buku. Kitab ini diringkas Syekh Tajuddin Abu Nasri Abdul Wahhab bin Muhammad al-Husaini (w. 875 H/1470 M), seorang ahli tafsir.
Ibnu Taimiyah menilai bahwa kitab tafsir ini merupakan ringkasan dari tafsir as-Sa’labi, tetapi hadis yang dikemukakannya bukan hadis daif. Sementara Muhammad Husain az-Zahabi menilai bahwa penafsiran terhadap ayat Al-Qur’an diungkapkan secara sederhana dan singkat disertai dengan dalil sunah meskipun tanpa menyebutkan sanadnya.
Dalam penafsirannya, al-Bagawi mengungkapkan secara singkat masalah qiraah (bacaan), i‘rab (menentukan kedudukan dan keadaan kata dalam kalimat), dan balaghah (gaya bahasa). Di bagian lain ia juga menerangkan masalah nahwiyyah (kaidah bahasa Arab) dan riwayat isra’iliyyat.
Di samping itu, ia mengemukakan pula perbedaan penafsiran ulama salaf terhadap ayat yang ditafsirkannya tanpa menentukan mana di antara pendapat itu yang dipandangnya lemah dan mana pula yang dianggap lebih kuat.
(5) Al-Muharrir al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz, oleh Ibnu Atiah atau Abu Muhammad Abdul Haqq bin Galib bin Atiah al-Andalusi al-Magribi al-Garnati (481 H/1088 M–546 H/1151 M). Kitab ini mempunyai nilai tinggi di antara kitab tafsir yang ada.
Karya Ibnu Atiah ini masih berbentuk manuskrip, terdiri atas 10 jilid dan yang tersimpan di Dar al-Kutub al-Misriyah (Mesir) sekarang hanya 4 jilid (jilid 3, 5, 8, dan 10). Az-Zahabi menilai bahwa Ibnu Atiah sangat baik dalam melakukan penafsiran, karena pernyataan yang digunakannya sangat menarik dan mudah dipahami.
Ia banyak mengutip dari kitab tafsir at-Tabari. Untuk mendukung penafsirannya, Ibnu Atiah mengemukakan contoh penggunaan kata dalam sastra Arab disertai uraian yang berhubungan dengan nahu, qiraah, dan arti kata. Ketika membandingkan kitab tafsir Ibnu Atiah dan kitab tafsir az-Zamakhsyari, Ibnu Taimiyah menilai bahwa kitab tafsir Ibnu Atiah lebih baik.
(6) Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim, oleh Ibnu Kasir (700 H/1300 M–774 H/1373 M). Kitab ini merupakan kitab tafsir riwayat yang sangat populer dan di pandang sebagai kitab tafsir terbaik kedua setelah kitab tafsir at-Tabari.
Ibnu Kasir menafsirkan ayat Al-Qur’an berdasarkan hadis Nabi SAW yang dilengkapi dengan sanad. Ia bahkan melakukan sedikit penilaian terhadap rangkaian sanad hadis. Kitab tafsir ini pernah dicetak bersamaan dengan kitab tafsir al-Bagawi, kemudian dicetak terpisah dalam 4 jilid.
Dalam pendahuluan kitabnya, Ibnu Kasir mengemukakan beberapa hal penting yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan penafsirannya. Terlihat bahwa mukadimahnya itu kebanyakan diambil dari pendapat gurunya, Ibnu Taimiyah.
Ada tiga tahap yang dilakukan Ibnu Kasir dalam penafsiran Al-Qur’an. Pada tahap pertama, ia menyebutkan ayat yang akan ditafsirkannya, lalu ia menafsirkannya dengan bahasa yang mudah dan ringkas. Jika memungkinkan, ia menjelaskan ayat tersebut dengan ayat yang lain.
Kemudian keduanya diperbandingkannya sehingga makna dan maksudnya menjadi jelas. Oleh karena itu, ia sangat terkenal dengan penafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Pada tahap kedua, ia mengemukakan hadis marfu‘ (hadis yang disandarkan kepada Nabi SAW secara khusus, baik sanadnya bersambung maupun tidak) yang berhubungan dengan ayat yang ditafsirkan, dengan menjelaskan hadis mana yang dapat dijadikan hujah dan mana pula yang tidak, tanpa mengabaikan pendapat para sahabat, tabiin, dan ulama salaf.
Pada tahap ketiga, ia menentukan pendapat yang paling kuat di antara pendapat ulama yang ada, menjelaskan mana yang sahih dan mana yang daif, dan menjelaskan keadaan perawi yang ma‘dul (tidak cacat) dan yang majruh (cacat).
Ibnu Kasir juga membicarakan masalah perdebatan yang berhubungan dengan fikih dalam tafsirnya. Ia menyebutkan pendapat ulama dan dalil yang mereka gunakan ketika ia menjelaskan ayat hukum.
(7) Al-Jawahir al-hisan fi Tafsir Al-Qur’an, disusun as-Sa’al-ibi atau Abu Zaid Abdurrahman bin Muhammad bin Makhluf as-Sa’alibi al-Jaza’iri al-Magribi al-Maliki (w. 876 H/1471 M), seorang fakih penganut Mazhab Maliki.
Kitab ini tampaknya merupakan ringkasan dari kitab tafsir Ibnu Atiah, disertai dengan beberapa tambahan yang diambil dari tafsir-tafsir ulama sebelumnya. Dalam tafsirnya, as-Sa’alibi mengemukakan pula masalah qiraah dan nahwiyyah yang diambil dari tafsir ulama sebelumnya atau pendapatnya sendiri dengan contoh-contoh syair Arab untuk memperkuat penafsirannya.
Hadis yang menjadi landasan penafsirannya dikemukakannya tanpa menyebutkan sanad atau perawi hadisnya. Dalam beberapa hal, ia mengemukakan pula riwayat isra’iliyyat.
(8) Ad-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma’tsur, karya as-Suyuti, terdiri atas 6 jilid.
Pengakuan as-Suyuti tentang kitab tafsirnya banyak diungkapkannya dalam kitab al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an (membahas berbagai hal yang berhubungan dengan ilmu Al-Qur’an). Ia menyebutkan bahwa kitab tafsir ini berisi penafsiran Rasulullah SAW.
Di dalamnya terdapat sepuluh ribu hadis, baik yang marfu‘ maupun yang mauquf (yang disandarkan kepada sahabat). Uraian dalam tafsir dikaitkannya pula dengan masalah kebahasaan, seperti i‘rab, balaghah, dan badi’ (keindahan susunan kata Al-Qur’an).
(9) Mafatih al-Gaib, oleh Fakhruddin ar-Razi (543 H/1149 M–606 H/1209 M), terdiri atas 8 jilid.
Kedelapan jilid tafsir itu pada hakikatnya tidak disusun seluruhnya oleh ar-Razi. Menurut Ibnu Qadi (ahli tafsir), ar-Razi tidak pernah menyusun tafsirnya itu secara lengkap dari awal hingga akhir. Penyusunan tafsir itu secara lengkap dilakukan oleh seorang mufasir atau beberapa mufasir lain.
Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan bahwa yang menyempurnakan penyusunan kitab tafsir itu ialah Ahmad bin Muhammad bin Abu al-Hazam Makki Najmuddin al-Makhzumi al-Qamuli (w. 727 H/1327 M), seorang mufasir Mesir. Mulakanib Jalabi (ahli tafsir), penyusun buku Kasyf az-zunun, berpendapat bahwa tafsir ini tidak hanya secara lengkap disusun oleh kedua mufasir itu, tetapi juga oleh Syihabuddin bin Jalil al-Khuli ad-Dimasyqi (w. 639 H/1242 M), seorang mufasir Damascus.
Ar-Razi sendiri hanya menyusun tafsir itu dari awal sampai dengan surah al-Anbiya’. Selebihnya dilanjutkan sebagian oleh Imam Najmuddin al-Makhzumi dan sebagian lainnya oleh Imam Syihabuddin al-Khuli. Meskipun ditulis tiga orang, penyusunan kitab tafsir ini tetap menggunakan metode yang sama mulai dari awal hingga akhir, sehingga tidak dapat dibedakan bagian yang telah disusun ar-Razi dan mufasir lain jika diamati sepintas lalu.
Dalam kitab tafsir ini diterangkan kesesuaian atau munasabah antara ayat Al-Qur’an dan surah-surahnya. Perhatian penyusun kitab tafsir ini begitu besar, lebih dari satu munasabah diungkapkan dalam kitab ini. Di samping itu, dikemukakan pula berbagai cabang ilmu. Misalnya, yang berhubungan dengan matematika, fisika, dan filsafat.
Masalah Muktazilah tidak luput dikemukakan dalam uraian tafsir ini. Penyusun mengungkapkan berbagai pendapat Muktazilah secara memadai di samping pandangan fukaha terhadap ayat yang berkenaan dengan hukum, usul fikih, nahu, dan balagah.
(10) Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil, oleh Abdullah bin Umar al-Baidawi (w. 685 H/1282 M). Dalam kitab ini al-Baidawi mengkombinasikan tafsir dan takwil sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Dalil yang ditetapkannya didasarkan atas kaidah Ahlusunah waljamaah. Kitab ini merupakan ringkasan dari kitab tafsir az-Zamakhsyari.
Walaupun demikian, pandangan az-Zamakhsyari yang condong ke Muktazilah ditinggalkan oleh al-Baidawi. Sebagaimana dilakukan az-Zamakhsyari pada akhir setiap surah, ia pun mengemukakan hadis yang berkenaan dengan keutamaan surah yang bersangkutan dan pahala bagi orang yang membaca surah itu. Di samping banyak mengikuti penafsiran az-Zamakhsyari, ia juga banyak mengikuti penafsiran Fakhruddin ar-Razi.
(11) Lubab at-Ta’wil fi Ma‘ani at-Tanzil, oleh Imam Abdullah bin Muhammad yang terkenal dengan nama al-Khazin (w. 741 H/1341 M). Kitab ini ditulis dengan redaksi yang sederhana, sehingga mudah dipahami. Dalam penafsirannya, penulis juga menggunakan beberapa riwayat dan cerita untuk memperkuat argumentasinya. Riwayat atau cerita yang dimasukkan itu kadang-kadang dijelaskan sumbernya.
(12) Madarik at-Tanzil wa haqa’iq at-Ta’wil, oleh al-Alim az-Zahid Abdullah bin Ahmad an-Nasafi (w. 701 H/1302 M). Tafsir ini bentuknya lebih ringkas dan lebih sederhana dari kitab tafsir yang lain. Di dalamnya dijelaskan segi-segi i‘rab dan qiraah suatu ayat. Di samping itu, dijelaskan juga keindahan balaghahnya. Di dalam kitab tafsir ini tidak dijumpai riwayat atau cerita yang tidak benar.
(13) Gara’ib Al-Qur’an wa Raga’ib al-Furqan, oleh Nizamuddin al-Hasan Muhammad an-Naisaburi (w. 728 H/1328 M). Keistimewaan kitab tafsir ini terletak pada pembahasannya yang sistematis, dilengkapi dengan susunan redaksi yang mudah dipahami.
Pembahasan penafsiran dalam kitab ini difokuskan pada dua hal, yaitu qiraah dan makna yang tersirat (isyari). Pada dasarnya, kitab tafsir ini merupakan ringkasan dari at-Tafsir al-Kabir oleh Fakhruddin ar-Razi dengan tambahan yang diambil dari kitab tafsir lainnya, seperti al-Kasysyaf.
Dalam tafsir ini diuraikan pula secara lebih dalam hal yang berhubungan dengan persoalan kalam (teologi), kauniyyah (alam semesta), dan filsafat serta tasawuf.
(14) Tafsir Jalalain, oleh al-Mahalli (791 H/1389 M–864 H/1459 M) dan as-Suyuti, terdiri atas 2 jilid.
(15) As-Siraj al-Munir fi al-I‘anah ‘ala Ma‘rifah Ba‘d Ma‘ani Kalam Rabbina al-hakim al-Khabir atau as-Siraj al-Munir, oleh Syamsuddin Muhammad bin Muhammad asy-Syarbini, dicetak dalam empat jilid besar.
Kitab tafsir ini banyak menerangkan masalah qiraah, i‘rab, dan hadis. Asy-Syarbini juga mengemukakan munasabah antara ayat dan ayat, masalah fikih, dan riwayat isra’iliyyat. Dalam penafsirannya, ia banyak mengikuti penafsiran Fakhruddin ar-Razi.
(16) Irsyad al-‘Aql as-Salim ila Mazaya al-Kitab as-Salim, oleh Abu Su‘ud bin Muhammad al-Amidi (896 H/1490 M–982 H/1574 M).
Kitab tafsir ini menekankan masalah kebahasaan dan kemukjizatan Al-Qur’an dari segi munasabah antara ayat dan qiraah, dan hal yang berkaitan dengan kaidah bahasa Arab (nahu). Ia kurang menampilkan riwayat isra’iliyyat dan masalah fikih.
(17) Ruh al-Ma‘ani fi Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim wa as-Sab‘ al-Matsani, oleh Syihabuddin Mahmud al-Alusi (1217 H/1802 M–1270 H/1854 M). Masalah yang ditonjolkan dalam kitab tafsir ini berkaitan dengan masalah kauniah, nahu, fikih, qiraah, munasabah antara ayat dan ayat, dan sebab turunnya ayat. Al-Alusi mengkritik keras masuknya riwayat isra’iliyyat dalam penafsiran. Ia tidak ketinggalan pula menampilkan bentuk tafsir isyari dalam penafsirannya.
(18) Al-Kasysyaf ‘an haqa’iq at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil atau al-Kasysyaf, oleh az-Zamakhsyari (467 H/1075 M–538 H/1144 M), terdiri atas 4 jilid. Kitab ini dianggap sebagai salah satu kitab tafsir bercorak Muktazilah karena di dalamnya banyak ditemukan penafsiran yang sesuai dengan prinsip dan pandangan Muktazilah. Kitab tafsir ini sangat menekankan aspek balaghah.
(19) Majma‘ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, oleh Abu Ali al-Fadl bin Hasan at-Tabarsi, yang lebih dikenal dengan at-Tabarsi (w. 502 H/1109 M) saja. Kitab ini merupakan salah satu kitab tafsir Syiah, terdiri atas 10 jilid.
Meskipun kitab ini terlihat singkat, masalah yang dikemukakan di dalamnya cukup banyak. Dalam setiap surah dikemukakan tempat surah itu diturunkan dan perbedaan jumlah ayat dan qiraahnya.
Di samping itu, dikemukakan pula masalah persoalan kebahasaan (seperti uraian tentang makna kata dan kedudukan kata dalam kalimat), hukum, dan takwilnya. Ditampilkan pula persoalan sebab turunnya ayat.
(20) Tanzih Al-Qur’an ‘an al-Mathain, oleh seorang mufasir Muktazilah, Abdul Jabbar bin Ahmad al-Hamdani (w. 415 H/1024 M). Kitab tafsir ini dimulai dengan penafsiran surah al-Fatihah sampai dengan surah an-Nas. Penulisnya tidak menguraikan setiap surah secara lebih terperinci dan tidak pula menjelaskan maksud setiap ayat.
Penafsiran didasarkan atas kelompok ayat yang mengandung satu masalah. Penjelasannya menyangkut masalah susunan bahasa Al-Qur’an dan masalah yang tidak sesuai dengan akidah Muktazilah.
(21) Gurar al-Fawa’id wa Durar al-Qala’id bi al-Muhadarat, oleh Abu Qasim Ali at-Tahir Abu Ahmad al-Husain, keturunan Ali bin Abi Thalib. Tafsir ini pada dasarnya adalah kumpulan ceramah yang disampaikan al-Murtada as-Sarif dalam berbagai forum pertemuan yang mengkaji masalah tafsir, hadis, dan bahasa.
Kitab ini hanya mencakup penafsiran sebagian ayat yang kebanyakan berkaitan dengan akidah. Berdasarkan penguasaannya terhadap bahasa dan gaya bahasa Al-Qur’an, Majmu‘ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an karya Abu Ali al-Fadl bin Hasan at-Tabarsi penafsir kitab ini berusaha keras untuk menafsirkan ayat itu dengan uraian yang sesuai dengan prinsip Muktazilah.
Ia mengutamakan menafsirkan ayat yang mendukung dan sesuai dengan akidah Muktazilah yang dianutnya.
(22) Al-Bahr al-Muhit, oleh Asiruddin Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf bin Ali bin Hayyan, terdiri atas 8 jilid. Kitab ini dipandang sebagai referensi pertama dan terpenting yang berkaitan dengan masalah nahu.
Di samping paling banyak menguraikan masalah nahu, kitab ini juga memaparkan perbedaan pendapat ulama nahu tentang suatu masalah. Oleh karena itu, ada yang menilai bahwa kitab tersebut lebih dapat dikatakan kitab nahu daripada kitab tafsir.
Dalam kitab tafsir ini dijelaskan sebab turunnya ayat, nasikh dan mansukh, masalah qiraah, dan aspek balaghahnya. Selain itu, dikemukakan masalah hukum yang terkandung dalam ayat Ahkam (hukum).
(23) Tafsir Al-Qur’an, oleh Sayid Abdullah Alawi (1188– 1242), seorang penganut Syiah Imamiyah. Di samping uraian yang berkaitan dengan pandangan Ahlusunah waljamaah, kitab tafsir ini menampilkan berbagai uraian yang sesuai dengan prinsip dan ajaran Syiah Imamiyah. Kitab ini juga menjelaskan masalah teologi, balaghah Al-Qur’an, lafalnya, dan aspek tata bahasa yang terdapat di dalamnya.
(24) At-Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa asy-Syari‘ah wa al-Manhaj, oleh Wahbah az-Zuhaili. Kitab ini merupakan karya mufasir mutakhir, terdiri atas 32 jilid. Uraian kitab tafsir ini lebih komprehensif, baik dari segi akidah, syariat, dan fikih. Dalam penafsirannya, az-Zuhaili mengelompokkan ayat menurut topik pembicaraannya.
Kemudian diikuti dengan uraian tentang i‘rab, balaghah, mufradat (arti kata), munasabah antara ayat dan ayat, sebab turunnya ayat, penafsiran ayat, aspek balaghahnya, dan kandungan hukum (fikih) yang terdapat di dalamnya.
Kitab Tafsir di Indonesia. Semua kitab tafsir yang telah disebutkan di atas ditulis dalam bahasa Arab dan banyak beredar di kalangan ulama Indonesia. Kitab tafsir seperti itu hanya mampu dibaca orang yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan bahasa Arab yang cukup.
Untuk memudahkan umat Islam Indonesia dalam memahami isi dan kandungan Al-Qur’an, usaha penerjemahan dan penafsiran Al-Qur’an dengan bahasa Indonesia juga dilakukan, baik oleh perseorangan maupun kelompok.
Di antara ulama Indonesia yang secara perseorangan telah menyusun tafsir Al-Qur’an adalah H Oemar Bakry (ahli tafsir, ulama, dan mubalig dari Sumatera Barat) dengan Tafsir Rahmat, HAMKA (1908–1981) dengan Tafsir al-Azhar, dan Muhammad Quraish Shihab dengan Tafsir al-Amanah dan Tafsir al-Misbah. Ada pula ulama Indonesia yang menyusunnya dalam bahasa daerah dan bahasa Melayu.
Departemen Agama secara institusional telah mengadakan upaya penerjemahan dan penafsiran Al-Qur’an. Buku terjemahan Al-Qur’an dan tafsir Departemen Agama masing-masing berjudul Al-Qur’an dan Terjemahnya dan Al-Qur’an dan Tafsirnya.
Kitab terjemahan dan tafsir Al-Qur’an yang ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa Melayu secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut.
(1) Turjuman al-Mustafid, oleh Syekh Abdur Rauf Singkel pada abad ke-17. Kitab Turjuman al-Mustafid adalah kitab tafsir pertama yang dihasilkan di Indonesia dan berbahasa Melayu.
(2) At-Tafsir al-Munir li Ma‘alim at-Tanzil al-Musfir ‘an Wujuh Mahasin at-Ta’wil, oleh Nawawi bin Umar bin Arabi, yang terkenal dengan nama Syekh Nawawi al-Jawi. Kitab tafsir ini diterbitkan di Mekah pada permulaan 1880-an dan hingga kini sudah beberapa kali dicetak ulang dan banyak beredar di Timur Tengah.
(3) Tafsir an-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi ash-Shiddieqy. Kitab ini diterbitkan pertama kali pada 1973 oleh Bulan Bintang, Jakarta. Tafsir ini terdiri atas 10 jilid yang memuat penafsiran Al-Qur’an 30 juz. Penafsiran ayat dilakukan secara tertib mulai dari surah pertama sampai terakhir. Ayat dikelompokkan sesuai persoalan yang dibicarakan, lalu diikuti terjemahan dan penafsirannya. Di bagian akhir penafsiran dibuat kesimpulan.
(4) Qur’an Karim dan Terjemahan Maknanya, dikenal juga dengan nama Tafsir Qur’an Karim Bahasa Indonesia, karya Prof. H Mahmud Yunus. Tafsir ini hanya terdiri atas satu jilid, namun penafsirannya mencakup 30 juz. Dicetak pertama kali 1967 oleh PT al-Ma‘arif, Bandung, dan CV al-Hidayah, Jakarta. Tafsir ini sudah beberapa kali mengalami cetak ulang.
(5) Tafsir Al-Qur’an Suci, oleh Prof. KH R. Muhammad Adnan dalam bahasa Jawa. Dicetak pertama kali 1977 dan sudah beberapa kali dicetak ulang.
(6) Al-Kitab al-Mubin Tafsir Al-Qur’an, oleh KH M.H.D. Ramli dalam bahasa Sunda. Dicetak pertama kali oleh PT al-Ma‘arif, Bandung, 1974.
(7) Al-Qur’an dan Terjemahnya, oleh Drs. H Mohammad Rifa’i dan diterbitkan oleh CV Wicaksana, Semarang, 1974.
(8) Tafsir Rahmat, oleh H Oemar Bakry. Kitab tafsir ini hanya satu jilid dan mulai terbit 1981. Kitab ini dicetak ulang pada 1983 dan 1984. Penafsiran dalam kitab ini dilakukan berdasarkan urutan surah dan ayat dalam Al-Qur’an tanpa mengelompokkan ayat sesuai dengan masalah yang dikandungnya.
Setiap surah yang akan ditafsirkan diawali oleh suatu pendahuluan yang berisi uraian tentang nama atau nama lain surah tersebut, jumlah ayat, hubungan antarsurah, dan pokok isi surah. Penafsiran surah diakhiri dengan penutup yang berisi kesimpulan mengenai kandungannya.
(9) Tafsir al-Azhar, oleh HAMKA, diterbitkan pertama kali 1983 oleh Pustaka Panjimas dan hingga kini sudah beberapa kali dicetak ulang. Kitab tafsir ini terdiri atas 15 jilid, dan setiap jilid berisi penafsiran 2 juz Al-Qur’an.
Di setiap awal surah yang ditafsirkan diuraikan terlebih dahulu beberapa hal yang berkaitan dengan surah dan pokok isinya. Setiap ayat disertai dengan terjemahannya. Masalah pokok yang terkandung dalam ayat tertentu diuraikan dan ditafsirkan secara panjang lebar.
(10) Az-Zikraa Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an dalam Huruf Arab dan Latin, oleh Bachtiar Surin. Tafsir ini terdiri atas 6 jilid, mencakup penafsiran Al-Qur’an mulai dari surah pertama hingga terakhir. Dicetak pertama kali oleh Angkasa, Bandung, 1987.
(11) Tafsir al-Amanah, oleh Muhammad Quraish Shihab. Kitab yang hanya satu jilid ini diterbitkan pertama kali pada 1992 oleh Penerbit Pustaka Kartini, Jakarta.
Dari segi isi, Tafsir al-Amanah hanya memuat penafsiran dua surah, yaitu al-‘Alaq dan al-Muddatstsir. Penafsiran kedua surah itu tidak berdasarkan atas pemilihan surah-surah tertentu. Menurut Quraish Shihab dalam mukadimah tafsirnya, pemilihan tersebut didasarkan atas tiga pertimbangan.
(1) Adanya kaidah tafsir, baik yang diambil dari Al-Qur’an maupun dari disiplin ilmu Al-Qur’an yang dikandung suatu surah, sehingga melalui kaidah tersebut seseorang dapat menerapkannya pada ayat yang sama walaupun tidak ditafsirkan.
(2) Pembahasan yang dikandung oleh surah terpilih mempunyai kaitan erat dengan kehidupan beragama, bermasyarakat, dan bernegara.
(3) Perurutan dari segi turunnya ayat atau surah, sehingga dapat menggambarkan proses sejarah ajaran agama Islam.
Penafsirannya menggunakan metode Tafsir ma’tsur. Langkah yang ditempuh untuk menafsirkan ayat dalam kitab ini dimulai dengan menjelaskan arti kosakata atau ungkapan berdasarkan pandangan ahli bahasa dan penggunaan Al-Qur’an terhadap kosakata atau ungkapan itu. Ini menjadi tolok ukur pemahaman arti ayat yang ditafsirkan.
(12) Al-Qur’an dan Terjemahnya, oleh Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an yang ditunjuk Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya diterbitkan sejak 1971 dan telah dicetak ulang beberapa kali, dan sejak 1990 terjemahannya telah direvisi. Pada 1993 Al-Qur’an dan Terjemahnya dicetak di Madinah atas bantuan Kerajaan Arab Saudi.
Al-Qur’an dan Terjemahnya pada dasarnya berisi terjemahan ayat Al-Qur’an secara berurut dari surah pertama sampai dengan surah terakhir. Penafsiran atau penjelasan kata atau ungkapan tertentu dicantumkan dalam catatan kaki.
Pada awal setiap surah yang diterjemahkan dikemukakan pendahuluan yang menerangkan arti harfiah surah, jumlah ayat, kelompok surah (makkiyyah [turun di Mekah] atau madaniyyah [turun di Madinah]), hubungan antara surah itu dan surah sebelumnya, dan pokok isi surah.
Ayat yang diterjemahkan dikelompokkan menurut masalah yang terdapat di dalamnya. Pada bagian akhir surah dikemukakan penutup yang berisi kesimpulan dari kandungan surah dan hubungan antara surah itu dan surah sesudahnya.
(13) Al-Qur’an dan Tafsirnya, oleh Tim Penyusun Tafsir Departemen Agama RI yang ditunjuk berdasarkan SK Menteri Agama RI No. 90 tahun 1972. Tim itu disempurnakan 1973 dan 1980 masing-masing berdasarkan SK Menteri Agama No. 8 tahun 1973 dan No. 30 tahun 1980. Kitab tafsir ini selesai ditulis 1980.
Sampai dengan 1994, kitab tafsir tersebut sudah beberapa kali dicetak ulang oleh Proyek Pengadaan Kitab Suci Departemen Agama dan tahun-tahun terakhir ini dicetak oleh swasta.
Sebelum dicetak ulang, naskah tafsir tersebut diteliti kembali dan diadakan penyempurnaan, baik dari segi penulisan teks ayatnya, teks hadis yang dimuat di dalamnya, tanda-tanda baca (wakaf) maupun hal-hal lainnya (seperti ejaan, redaksi, dan teknik tata letaknya) oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an, Departemen Agama, yang berada di bawah koordinasi langsung kepala Pusat Penelitian Lektur Agama, Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Departemen Agama RI.
Al-Qur’an dan Tafsirnya terdiri atas bagian “Muqaddimah Al-Qur’an dan Tafsirnya” dan jilid I sampai dengan jilid X. “Muqaddimah” berisi uraian tentang berbagai hal yang berkaitan dengan ilmu Al-Qur’an.
Sepuluh jilid berikutnya memuat 30 juz Al-Qur’an dan tafsirnya, dengan masing-masing jilid memuat 3 juz Al-Qur’an. Sebelum menafsirkan ayat yang terdapat dalam satu surah, dikemukakan lebih dahulu mukadimah setiap surah yang berisi uraian tentang nama surah yang bersangkutan, pokok isinya, dan hubungan surah itu dengan surah sebelumnya.
Kemudian, ayat yang akan ditafsirkan tersebut dikelompokkan dan ditulis secara keseluruhan berdasarkan topik yang dibicarakan di dalamnya dan diberi judul. Kelompok ayat itu lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan ditafsirkan.
Penafsirannya mencakup uraian tentang hubungan antara kelompok ayat itu dan ayat sebelumnya, sebab turunnya ayat (jika ada) berdasarkan hadis Nabi SAW dan penjelasan para sahabat. Dalam bagian ini dikemukakan pula penafsiran para mufasir yang berkaitan dengan kelompok ayat itu.
Penafsiran terhadap kelompok ayat itu diakhiri dengan kesimpulan isi dan kandungan ayat yang ditafsirkan. Penyusunan Al-Qur’an dan Tafsirnya berpedoman pada kitab tafsir yang telah ada sebagai berikut.
(a) Tafsir al-Maragi yang ditulis Syekh Muhammad Mustafa al-Maraghi (1881–1945). Kitab yang terdiri dari 30 juz ini disusun dengan menggunakan metode tahlili untuk urutan pembahasannya, yaitu dengan menjelaskan pengertian kata-kata, makna, dan sebab-sebab turunnya ayat pada ayat yang dianggap satu kelompok, kemudian memberikan penafsiran yang lebih terperinci mengenai ayat tersebut.
Selain itu, kitab ini juga menggunakan metode adab al-ijtima‘i untuk penggunaan bahasa, yaitu bahasa yang indah dan menarik dengan berorientasi pada sastra, kehidupan budaya, dan kemasyarakatan.
(b) Mahasin at-Ta’wil yang ditulis Muhammad Jamaluddin bin Muhammad bin Sa‘id bin Qasim al-Qasimi (w. 1332 H/1914 M) terdiri dari 17 jilid dan diterbitkan pertama kali di Mesir. Dalam mukadimah dibahas tentang kaidah tafsir, sebab turunnya ayat Al-Qur’an, persoalan nasikh dan mansukh, serta persoalan qiraah.
Kitab yang lebih dikenal dengan nama Tafsir al-Qasimi ini bercorak at-Tafsir bi ar-riwayah (Tafsir bi al-ma’tsur) karena didukung hadis sahih dan hasan, serta dilengkapi dengan perawi dan sumber pengambilannya. Dalam penafsiran yang berkaitan dengan ayat hukum, dikemukakan pula pandangan fukaha sesuai dengan mazhab masing-masing.
(c) Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil ditulis oleh Abdullah bin Umar al-Baidawi. Kitab ini mengkombinasikan tafsir dan takwil sesuai dengan kaidah bahasa Arab, seperti telah dijelaskan di atas.
(d) Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim oleh Ibnu Kasir. Penafsiran ayat Al-Qur’an dalam kitab ini dilakukan dengan melalui tiga tahap seperti telah dijelaskan di atas.
(e) Tafsir al-Manar oleh Syekh Muhammad Rasyid Rida (1865–1935). Penyusunan Tafsir al-Manar ini bermula dari kuliah tafsir Al-Qur’an yang diberikan Muhammad Abduh di Universitas al-Azhar, dari tahun 1899–1905. Kumpulan catatan tersebut diterbitkan dalam majalah al-Manar yang kemudian dibukukan dengan nama Tafsir al-Manar.
Tafsir ini terdiri dari 12 jilid. Jilid I–III (sampai surah an-Nisa’ (4) ayat 125) merupakan penafsiran Al-Qur’an berdasarkan catatan dari Muhammad Abduh. Jilid IV–XII adalah karya Rasyid Rida sendiri yang jiwa dan idenya disesuaikan dengan pendapat gurunya.
Oleh sebab itu, dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an, Rasyid Rida banyak mengikuti cara penafsiran Muhammad Abduh serta cenderung mengikuti mazhab Salaf menurut pola Ibnu Taimiyah dan Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali).
(14) Tafsir al-Misbah, oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab dan diterbitkan oleh Lentera Hati. Tafsir al-Misbah adalah sebuah tafsir Al Qur an lengkap 30 juz pertama dalam kurun waktu 30 tahun terakhir yang ditulis oleh ahli tafsir terkemuka Indonesia. Warna keindonesiaan penulis memberi warna yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk memperkaya khasanah pemahaman dan penghayatan umat Islam terhadap rahasia makna ayat Allah SWT.
Tafsir al-Misbah terdiri dari 15 jilid, yaitu jilid 1 terdiri dari surah al-Fatihah s.d. al-Baqarah; jilid 2 surah Ali ‘Imran s.d. an-Nisa’; jilid 3 surah al-Ma’idah; jilid 4 surah al-An‘am; jilid 5 surah al-A‘raf s.d. at-Taubah; jilid 6 surah Yunus s.d. ar-Ra‘d; jilid 7 surah Ibrahim s.d. al-Isra’; jilid 8 surah al-Kahfi s.d. al-Anbiya’; jilid 9 surah al-Hajj s.d. al-Furqan; jilid 10 surah asy-Syu‘ara’ s.d. al-‘Ankabut; jilid 11 surah ar-Rum s.d. Yasin; jilid 12 surah as-saffat s.d. az-Zukhruf; jilid 13 surah ad-Dukhan s.d. al-Waqi‘ah; jilid 14 surah al-hadid s.d. al-Mursalat; dan jilid 15 surah Juz ‘Amma.
Usaha untuk menafsirkan Al-Qur’an tidak hanya dilakukan ulama pada masa lalu, tetapi juga dilakukan ulama pada zaman modern. Bahkan usaha penafsiran dan penerjemahan Al-Qur’an ini hingga kini masih terus berlangsung.
Daftar Pustaka
as-Salih, Subhi. Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an. Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayiyyin, 1988.
as-Suyuti, Jalaluddin Abdur Rahman bin Abi Bakar. al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an. Beirut: Maktabah as-Saqafah, 1973.
az-Zahabi, Muhammad Husain. at-Tafsir wa al-Mufassirun. Cairo: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1976.
az-Zarkasyi, Badruddin Muhammad bin Abdullah. al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr, 1988.
az-Zarqani, Muhammad Abdul Azim. Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an. t.tp.: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t.
A. Thib Raya