Suluk

(Ar.: as-suluk)

Dalam istilah tasawuf, as-suluk berarti “jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah SWT” atau “cara memperoleh makrifat”. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah as-suluk digunakan untuk suatu kegiatan tertentu yang dilakukan seseorang agar ia dapat mencapai suatu ihwal (keadaan mental) atau maqam (tingkatan sufi) tertentu.

Secara etimologis, kata “suluk” berarti “jalan atau cara”, bisa juga diartikan “kelakuan atau tingkah laku”, sehingga husn as-suluk berarti “kelakuan yang baik”. Kata “suluk” adalah bentuk masdar yang diturunkan dari bentuk verba salaka yasluku yang secara harfiah mengandung beberapa arti, yaitu “memasuki, melalui jalan, bertindak, dan memasukkan”.

Orang yang melakukan suluk disebut salik. Khan Sahib Khaja Khan (pakar tasawuf di India) mengatakan bahwa salik adalah orang yang tengah menempuh perjalanan rohani (suluk). Bentuk salik bermacam-macam:

(1) salik murni, yaitu orang yang sedang melakukan suluk dan berada di pertengahan tahapan antara pemula dan orang yang sudah mahir bertasawuf;

(2) salik majdzub (pelaku yang tertarik), yaitu orang yang sudah mencapai salik jadzab (jadzab = perasaan manunggal dengan Allah SWT melalui zikir dalam ajaran wahdatul wujud) dalam suluknya:

(3) majdzub salik, yaitu orang yang mencapai jadzab semata-mata karena karunia Allah SWT, bukan diperoleh melalui usaha keras (mujahadat): dan

(4) majdzub murni, yaitu orang yang mencapai jadzab tanpa suluk. Dari keempat bentuk salik ini, sebagian besar ahli beranggapan bahwa salik kedualah yang terbaik.

Aktivitas suluk sangat berkaitan erat dengan tarekat. Orang yang melakukan suluk pada umumnya adalah orang yang mengikuti tarekat tertentu. Pengertian suluk itu sendiri hampir sama dengan pengertian tarekat, yaitu cara atau jalan.

Menurut Annemarie Schimmel, ahli Barat tentang tasawuf, tarekat adalah jalan yang ditempuh para sufi dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat, sebab jalan utama disebut syarak dan anak jalan disebut Thariq (penempuh jalan).

Menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik (tasawuf) merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum Ilahi, tempat berpijaknya setiap muslim. Syarak sebagai jalan utama adalah tempat pangkal tolak bagi muslim untuk berbuat dan berperilaku. Tak mungkin ada jalan tanpa ada jalan utama itu.

Berdasarkan konsep ini, pengalaman mistik tidak mungkin diperoleh tanpa ketaatan terhadap perintah syariat. Tariq atau anak jalan itu lebih sempit dan lebih sulit dijalani serta membuat salik dalam suluknya harus menempuh perjalanan dengan bermacam-macam persinggahan (maqam), sehingga cepat atau lambat salik dapat mencapai tujuannya berupa tauhid sempurna dalam bentuk pengakuan dan penghayatan berdasarkan pengalaman mistis bahwa Tuhan adalah Maha Esa.

Dalam ajaran tasawuf terdapat maqam yang perlu dijalani oleh seorang sufi atau calon sufi sehingga ia mencapai puncak maqam tertinggi. Urutan maqam tersebut tidak selalu sama antara satu sufi dan sufi yang lain, namun pada umumnya adalah sebagai berikut: tobat, zuhud, sabar, tawakal, rela (rida), cinta (mahabah), makrifat, fana dan baka, dan ittihad (manunggal dengan Tuhan meski dalam arti manunggal kehendak).

Perbedaan urutan maqam di kalangan sufi disebabkan oleh perbedaan pengalaman rohani mereka masing-masing.

Untuk mencapai maqam tersebut, seseorang melakukan suluk yang bentuk dan caranya disesuaikan dengan keadaan maqam yang akan dicapai. Bentuk suluk yang dilakukan antara lain adalah sebagai berikut:

(1) peningkatan ibadah kepada Allah SWT. Bentuk ini diambil apabila si salik diharuskan oleh guru (mursyid)-nya untuk memperbaiki kekurangan dan kelemahan di bidang syariat. Kegiatan yang dilakukan adalah selalu sibuk dengan air wudu dan salat, sibuk dengan amalan zikir dan wirid-wirid, dan melaksanakan aktivitas ibadah yang hukumnya sunah dengan memperbaiki tata cara pelaksanaan dan bacaan yang diucapkan.

(2) Riadat (latihan) dalam bentuk seperti bertapa, mengurangi makan serta minum, mengurangi tidur, dan mengurangi berkata-kata.

(3) Melakukan perjalanan yang melelahkan seperti masuk ke dalam hutan, bukit, dan gunung, atau berjalan ke negeri yang jauh.

(4) Gemar berbuat kebajikan, memberi pertolongan dan bantuan kepada manusia, dan menghilangkan perasaan bangga karena kekayaan, keturunan atau kedudukan. Bentuk ini disebut Thaiq al-khidmah wa badzl al-jah.

(5) Latihan untuk menjadi pemberani dalam membela agama dan tidak takut kepada siapa pun kecuali Allah SWT. Suluk semacam ini disebut Thariq al-mujahadah wa rukub al-ahwal.

Adanya perbedaan bentuk yang dilaksanakan dalam suluk disebabkan adanya perbedaan masalah dan keadaan yang dihadapi salik. Suluk pada dasarnya adalah memperbaiki kekurangan seseorang, sedangkan kekurangan yang dimiliki tiap orang tidak sama. Karena itu, seorang guru (mursyid) harus tahu kekurangan muridnya untuk dapat menentukan bentuk suluk yang tepat.

Salik tidak dapat menentukan sendiri jalan yang akan ditempuhnya karena dalam tarekat, seorang murid tergantung dan harus taat kepada guru atau mursyidnya.

Daftar Pustaka

Atjeh, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Tarekat (Uraian tentang Mistik). Solo: Ramadhani, 1988.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1982.
al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. Ihya’ ‘Ulum ad-Din. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1939.
Khan, Khan Sahib Khaja. Studies in Tasawwuf. New Delhi: Idarah-i Adabiyat-i Delhi, 1978.
Nasr, Husein. Sufi Esseys. London: George Allen & Unwin. Ltd, 1971.
Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
Schimmel, Annemarie. Mystical Dimension of Islam. North Carolina: The University of North Carolina Press, Chapel, 1981.

Noorwahidah Haisy