Sulaiman Al-Qanuni

(6 November 1494–Szigetvar, Hongaria, 5 September 1566)

Sulaiman al-Qanuni adalah seorang sultan Usmani Turki terbesar, disebut juga Sulaiman I. Ia adalah putra Sultan Salim I. Melalui ayahnya, ia memperoleh pelajaran dan ilmu tentang seni berperang dan seni berdamai.

Delapan hari sebelum­ ayahnya meninggal, yakni pada tanggal 30 September 1520, ia diangkat menjadi raja Turki (sultan Turki) untuk menggantikan ayahnya. Sebelumnya, ia menjabat sebagai gubernur di Maghnisa.

Masa pemerintahan Sulaiman al-Qanuni adalah yang terpanjang dibanding dengan sultan lainnya, yakni 1520 sampai 1566. Dalam masa pemerintahannya, ia banyak meraih kemenangan dalam berbagai perang.

Pada 1521, ia berhasil menguasai Beograd (sekarang ibukota Yugoslavia). Dari sini terbuka jalan menuju Hongaria. Pada Agustus 1524 ia berhasil melumpuhkan pasukan Hongaria dan sebulan kemudian merebut ibukota Hongaria, Budapest.

Dua tahun sebelumnya, tepatnya 1522, ia berhasil merebut sebuah pulau strategis, Rhodos. Pada saat itu, Rhodos dikuasai Knights of Saint John (Ksatria Santo Yohanes). Karena letaknya strategis, di pulau itu dibangun markas besar para pembajak untuk menghalang-halangi hubungan Turki dengan negara Islam lainnya.

Kota Nice, pangkalan angkatan laut di bagian tenggara Perancis, berhasil direbut dari François I. Pada 1531 ia meraih kemenangan dalam perang dengan Austria setelah 2 tahun sebelumnya mencapai gerbang kota Wina dan mengepungnya.

Pada 1532 ia memimpin perang melawan Karel V, raja Spanyol. Pasukan Spanyol waktu itu berada di bawah komando Laksamana Genova Andrea Dorya.

Pada 1533 Sulaiman mengumumkan kesediaannya untuk menerima tawaran berdamai dengan Perancis. Namun, perdamaian baru terlaksana 1535 dan diputuskan di Baghdad. Perdamaian yang dianggap sebagai perjanjian konsesi ini menyangkut bidang militer dan ekonomi.

Berdasarkan perjanjian ini, Perancis diberi hak untuk menjalankan perdagangan pelayaran di daerah kekuasaan Usmani Turki dengan membayar 5 persen dari pajak. Selain itu, perjanjian juga menyatakan bahwa persaingan di Perancis harus diselesaikan sesuai dengan undang-undang negara mereka sendiri dan mereka diizinkan untuk menjalankan ritus keagamaan mereka.

Mereka juga diberi hak untuk melindungi relikwi agama Kristen di Yerusalem. Perjanjian juga mengizinkan seluruh umat Kristen di negara Usmani Turki untuk mendapatkan perlindungan Perancis. Namun, perjanjian ini diakhiri dengan Perjanjian Cateau Cambresis setelah Charles V turun takhta 1559.

Pada 1534 Sulaiman membangun armada laut yang pertama untuk menghadapi perlawanan pasukan Kaisar Karel V. Armada lautnya diperkuat oleh admiral laut yang cakap, Khairuddin Barbarossa, yang sangat disegani oleh armada Spanyol, Genoa, dan Valentina.

Pada tahun yang sama, Sulaiman juga melakukan penyerangan terhadap kekuatan Persia di bawah kekuasaan Tahmasp bin Isma‘il as-Safawi.

Perang berlanjut selama 2 tahun dan Sultan Sulaiman berhasil merebut Tabriz. Sengketa Usmani Turki dengan Persia sebenarnya telah berlangsung sejak lama. Sebelumnya, perang besar pecah pada 6 September 1514 di Chaldiran, dekat Tabriz.

Berkat keunggulan yang dimiliki Usmani Turki, Sultan Sulaiman terus melakukan penyerangan pada 1538, dan pada 1554 ia menyerbu Azerbaijan. Perang diakhiri dengan perjanjian perdamaian Persia-Turki 1555.

Pada 1537 Sultan Sulaiman memerintahkan Admiral Khairuddin Barbarossa untuk menguasai Laut Aijah (Laut Aegea), yang terletak di antara Turki dan Yunani, dalam tempo 3 tahun. Pada 1543 Barbarossa mengepung pantai Italia untuk kemudian menguasai pelabuhan Nicea.

Pada tahun yang sama, Sultan Sulaiman berhasil memasuki kota Budapest dan berhasil menguasai gereja besar yang kemudian diubah menjadi masjid besar. Di masjid inilah dibuatkan kantor administrasi kekuasaan Usmani Turki di kota itu.

Pada 1548 ia berupaya menguasai Gharan, tetapi akhirnya Ferdinand menyelesaikannya melalui perundingan dengan Sultan Sulaiman untuk beberapa tahun.

Memasuki 1550, Sultan Sulaiman mendirikan Universitas as-Sulaimaniyah. Arsitek pembangunannya diserahkan kepada arsitektur kenamaan, Sinan. Demikian pula arsitek pembangunan istana, hotel, rumah sakit, lembaga pendidikan Al-Qur’an, dan masjid.

Bagi masyarakat Usmani Turki, Sulaiman dikenal dengan sebutan al-Qanuni (Si Pembuat Undang-Undang). Di kalangan orang Eropa, Sultan Sulaiman dikenal dengan nama “Solomon the Magnificent” atau “Solomon the Great” (Sulaiman yang Agung) karena luasnya negara Usmani Turki dan perkembangan kekuatan negara selama pemerintahannya.

Sultan Sulaiman juga dikenal sebagai penyair, walaupun ia belum pernah mencapai derajat ayahnya dalam bidang ini. Karyanya, antara lain, beberapa gazal dan diwan (kumpulan syair). Ia menulis salinan Al-Qur’an dengan tangannya sendiri, dan kini disimpan dengan baik di Masjid Agung Sulaiman (dibangun 1550–1556).

Di Baghdad ia memperbaiki makam seorang mujtahid (ahli ijtihad) terkemuka, Abu Hanifah (Imam Hanafi), pendiri Mazhab Hanafi, dan di Konya memperbaiki makam Maulana Jalaluddin ar-Rumi.

Sultan Sulaiman wafat 1566 di dekat kota Szigetvar, Hongaria, sewaktu ia memimpin pertempuran merebut kota itu. Jenazahnya dimakamkan di Masjid Agung Sulaiman, di Constantinopel.

Daftar Pustaka

al-Farouqi, Ismail, et.al. The Cultural Atlas of Islam. Macmillan: Publication Co., N.Y, 1986.
Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam, terj. Djahdan Human. Yogyakarta: Kota Kembang, 1989.
Holt, P.M. Cambridge History of Islam. Cambridge: Cambridge University Press, 1970.
Mukmin, Mustafa. Qasamat al‑‘Alam al‑Islami al‑Mu‘asir. Beirut: Dar al‑Fikr, 1974.

Budi Sulistiono