Salah satu agama monoteisme yang menggabungkan unsur Hindu dan Islam adalah Sikh. Para pengikut agama ini menamakan diri mereka Sikh, yang dalam bahasa Hindi berarti “murid”.
Kitab suci agama Sikh adalah Guru Granth Sahib dan Dasam Granth, tetapi yang lebih populer adalah Guru Granth Sahib. Para guru Sikh menggunakan kata Nam (“Nama”) untuk menyebut Tuhan.
Agama ini mulai muncul pada sekitar abad ke-15 ketika Guru Nanak (1469–1539) ingin mengambil ajaran terbaik dari Islam dan Hindu dan kemudian membentuk satu kesatuan agama.
Sikh, yang dilambangkan dengan tiga buah pedang dan sebuah lingkaran, adalah agama yang dianut oleh lebih dari 17 juta orang di dunia, dan sebagian besar dari mereka adalah penduduk Punjab, India barat laut.
Kuil Emas Sikh dibangun di atas danau buatan, terletak di Amritsar, pusat agama terpenting atau kota suci bagi kaum Sikh. Pengikut Sikh mudah dikenali dari turban warna biru, putih, dan hitam yang mereka pakai.
Warna biru melambangkan keluasan pikiran seluas langit biru dan tanpa prasangka; warna putih menunjukkan orang saleh yang memberi contoh dan teladan; dan warna hitam untuk mengingatkan penganut Sikh akan penyiksaan yang dilakukan pemerintah Inggris pada 1919. Mengenakan turban merupakan bagian penting praktek keagamaan mereka, sementara mereka membiarkan rambut mereka tumbuh panjang.
Guru Nanak Singh adalah pendiri dan orang pertama yang mengajarkan agama ini di India barat laut. Adapun Sikh adalah murid dari pendiri agama mereka, Guru Nanak, dan para Orang Sikh tengah duduk di pelataran kuil Amritsar pengikut ajaran sepuluh guru yang karyanya tertulis dalam kitab suci Sikh, Guru Granth Sahib.
Bagi mereka Islam dan Hindu memiliki hubungan dengan Realitas Ilahi. Dengan demikian inti dari kedua keyakinan ini secara esensial adalah sama. Sikh merupakan produk dari pengalaman keberagamaan dan keadaan sosial masyarakat pada saat itu.
Harapan dan impian Nanak dan yang lainnya dibentuk satu latar belakang sosial tertentu, yakni dalam situasi perbauran unsur Islam dan Hindu dalam urusan komersial dan politik. Di bawah kekuasaan Akbar Syah I (1556–1605), penguasa Dinasti Mughal India, Sikh memperoleh dukungan cukup besar.
Pemerintah saat itu memperjuangkan satu agenda toleransi keagamaan universal dengan bereksperimen mengimplementasikan satu kepercayaan Din al-Ilahi (Agama Ilahi) yang mempersatukan unsur dari agama Kristen, Islam, Zoroaster, Hindu, dan Yahudi. Misi Nanak dapat disimpulkan dalam satu kalimat, “Karena hanya ada satu Tuhan, dan Dia adalah Bapak kita, maka kita semua bersaudara.”
Seperti penganut Islam, orang Sikh percaya kepada Tuhan yang satu dan melarang penggunaan patung. Mereka mengikuti tradisi kepercayaan Hindu tentang jiwa yang tidak pernah mati, reinkarnasi, dan karma.
Kaum Sikh beribadah dalam satu tempat yang disebut gurdwara. Salah satu perintah penting dari Guru Nanak adalah “Ingatlah selalu Tuhan, sebutlah terus namanya.” Tuhan yang dibicarakan adalah Yang Maha Esa, tetapi tidak diberi nama.
Perintah yang lain adalah “Berbagilah apa yang engkau peroleh bersama orang yang kurang beruntung.” Di setiap kuil Sikh terdapat dapur umum, di tempat ini semua orang dapat makan dengan bebas. Bahkan, dalam kuil tersebut juga terdapat ruangan yang bebas digunakan oleh para pelancong untuk beristirahat di malam hari.
Guru Kelima, Arjun, mengembangkan Sikh melalui jalur politik. Pada masa kepemimpinannya dia menyelesakan kompilasi Adi Granth, satu koleksi karya keempat guru sebelumnya, yakni karya orang saleh Hindu dan muslim dari seluruh India serta karyanya sendiri.
Ia ditangkap dan dipenjarakan di Lahore Pakistan dan meninggal pada Juni 1606. Putranya, Har Govind, yang menjadi guru berikutnya membentuk pasukan gerilyawan militer yang bertujuan membalas kematian ayahnya. Dari sinilah Sikh berkembang menjadi kesatuan komunitas militer.
Guru terakhir, Gobind Singh (1675–1708), membangun persaudaraan Sikh yang disebut Khalsa, yakni mereka yang mengikuti apa yang dikenal dengan 5K, yaitu:
(1) kesh, memanjangkan rambut: melambangkan spiritualitas;
(2) kangha, mengenakan sisir di rambut: melambangkan keteraturan dan disiplin;
(3) kirpan, memakai pedang: melambangkan kehormatan, keberanian, dan pengorbanan diri;
(4) kara, memakai gelang stainless: melambangkan kesatuan dengan Tuhan; dan
(5) kachh, mengenakan celana pendek sebagai pakaian dalam: melambangkan kesederhanaan, serta pakaian usang: melambangkan pengendalian moral.
Pada permulaan abad ke-20, Partai Sikh Akali Dal berhasil mengembalikan gurdwara ke dalam pengawasan Sikh dari penguasaan pendeta Hindu. Setelah gagal mendirikan negara Punjab yang terpisah dari India, sebagian besar orang Sikh meminta otonomi lebih besar untuk urusan daerah Punjab. Namun pada 1988, Kuil Emas kembali menjadi ajang pertumpahan darah dalam insiden yang berlangsung selama 10 hari.
Saat ini gagasan awal membangun kesatuan agama Islam dan Hindu harus dihadapkan dengan kenyataan yang tidak bisa dihindari bahwa Sikh menjadi agama ketiga di tengah ketegangan antara Islam dan Hindu. Dalam tekanan dan konflik politik, kaum Sikh terpaksa meninggalkan ajaran para guru terdahulunya yaitu anti kekerasan untuk membela diri mereka secara efektif sebagai satu komunitas militer.
Daftar Pustaka:
Eliade, Mircea, ed. The Encyclopedia of Religion. New York: Macmillan Publishing Company, 1987.
Smart, Ninian. The Religious Experience of Mankind. New York: Charles Scribners Son, 1961.
Sokah, Umar Asasuddin. Dini Ilahi: Kontroversi Keberagamaan Sultan Agung Akbar (India, 1560–1605). Yogyakarta: ITTAQI Press, 1994.
Rifki Rosyad