Sedekah

(Ar.: ash-shadaqah)

Sedekah merupakan suatu pemberian seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi waktu dan jumlah tertentu. Seseorang memberikan sedekah sebagai suatu kebajikan dengan hanya mengharapkan rida Allah SWT dan pahala.

Sedekah dalam pengertian di atas oleh para fukaha (ahli fikih) disebut shadaqah at-tathawwu‘ (sedekah secara spontan dan sukarela). Sebenarnya ada pula arti sedekah yang lain.

Menurut fukaha, istilah “sedekah” juga dapat searti dengan kata “zakat”, yang berarti “suatu harta yang wajib dikeluarkan seorang muslim pada waktu tertentu dan dalam jumlah tertentu yang telah ditetapkan syarak (hukum Islam)”. Karena itu fukaha sering menyebut istilah “zakat fitrah” dengan shadaqah al-fithr.

Sedekah dalam pengertian “bukan zakat” sangat dianjurkan oleh Islam dan sangat baik dilakukan setiap saat. Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa memberikan sedekah, antara lain firman Allah SWT yang berarti:

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala yang besar” (QS.4:114).

Demikian pula dalam sunah. Tidak sedikit jumlah hadis yang menganjurkan sedekah. Dalam salah satu hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik orang di antara kamu adalah yang memberi makan dan menjawab salam.” (HR. Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali).

Fukaha bersepakat bahwa hukum sedekah pada dasarnya adalah sunah, berpahala apabila dilakukan dan tidak berdosa jika ditinggalkan. Di samping sunah, adakalanya pula hukum sedekah itu menjadi haram, yaitu dalam kasus seseorang yang bersedekah mengetahui pasti bahwa orang yang menerima sedekah tersebut akan menggunakan harta sedekah itu untuk kemaksiatan.

Terakhir, adakalanya pula hukum sedekah itu berubah menjadi wajib, yaitu ketika seseorang bertemu dengan orang lain yang sedang kelaparan hingga dapat mengancam keselamatan jiwanya, sementara ia (orang pertama) mempunyai makanan lebih dari apa yang ia perlukan pada saat itu. Hukum sedekah juga menjadi wajib jika seseorang bernazar hendak bersedekah kepada seseorang atau lembaga.

Menurut fukaha, sedekah dalam arti shadaqah at-tathawwu‘ berbeda dari zakat. Sedekah lebih utama jika diberikan secara diam-diam dibandingkan diberikan secara terang-terangan, dalam arti “diberitahukan atau diberitakan kepada umum”. Hal ini sejalan dengan sebuah hadis Nabi SAW dari sahabat Abu Hurairah.

Dalam hadis itu dijelaskan bahwa salah satu kelompok hamba Allah SWT yang mendapat naungan dari-Nya di hari kiamat kelak adalah seseorang yang memberi sedekah dengan tangan kanannya lalu ia sembunyikan seakan-akan tangan kirinya tidak tahu apa yang telah diberikan oleh tangan kanannya tersebut.

Menurut fukaha, sedekah juga lebih utama diberikan pada bulan Ramadan dibandingkan bulan lainnya. Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadis riwayat at-Tirmizi dari Anas yang memberitakan bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang sedekah apa yang paling utama.

Lalu Rasulullah SAW menjawab, “Sedekah yang paling utama adalah sedekah yang diberikan pada bulan Ramadan, karena saat itu kaum fakir miskin sungguh-sungguh dalam keadaan lemah dan payah berusaha mencari nafkah disebabkan mereka sedang berpuasa; juga karena pada bulan puasa tersebut kebaikan memang akan dilipatgandakan Tuhan.”

Ini tidak berarti pahala dari bersedekah di bulan lain lebih sedikit, sebab bersedekah itu pada dasarnya dianjurkan kapan saja dan di mana saja. Hanya saja, bersedekah di bulan puasa dipandang memiliki nilai tambah karena alasan yang telah dikemukakan di atas. Lagi pula, bulan Ramadan adalah bulan yang memiliki keutamaan lebih banyak daripada bulan lainnya.

Selanjutnya, sedekah itu lebih utama diberikan kepada kaum kerabat atau sanak saudara terdekat sebelum diberikan kepada orang lain. Kemudian sedekah itu seyogianya diberikan kepada orang yang betul-betul sedang mendambakan uluran tangan.

Mengenai kriteria barang yang lebih utama disedekahkan, fukaha berpendapat bahwa barang yang akan disedekahkan itu sebaiknya barang yang berkualitas baik dan disukai pemiliknya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang berarti: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” (QS.3:92).

Pahala suatu sedekah akan lenyap apabila si pemberi selalu menyebut-nyebut sedekah yang telah diberikannya atau menyakiti perasaan si penerima. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya yang berarti: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima” (QS.2:264).

DAFTAR PUSTAKA
al-Bahuti, Mansur bin Yunus. Kasysyaf al-Qaba’ ‘an Matan al-Iqna’. Beirut: Dar al-Fikr, 1982.
Ibnu Qudamah, Muhammad Abdullah bin Ahmad. al-Mugni. Riyadh: Maktabah ar-Riyadh al-Hadisah, 1981.
al-Jaziri, Abdurrahman. al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba‘ah. Beirut: Dar Ihya at-Turas al-Arabi, t.t.
al-Khatib, Muhammad asy-Syarbaini. Mugni al-Muhtaj ila Ma‘rifah Ma‘ani Alfaz al-Minhaj. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1958.
an‑Nawawi, Abu Zakaria Yahya Muhiddin bin Syarf ad‑Dimasqi. al‑Majmu‘ Syarh al‑Muhadzdzab. Cairo: al‑Imam, t.t.
Sabiq, Sayid. Fiqh as-Sunnah. Cairo: Dar al-Fikr, 1983.
Suryan A. Jamrah