Salman al-Farisi

Salman al-Farisi (w. 655) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Menurut satu sumber ia berasal dari Dihqan, sebuah desa di Persia (Iran) di wilayah Jaiy (Jaiyan) dekat Isfahan. Sumber lain menyebutkan bahwa ia berasal dari sekitar Ramhurmuz. Nama aslinya adalah Mahbeh (Mayeh).

Ketika masih kecil, Salman al-Farisi sudah mulai tertarik kepada agama Kristen, kemudian meninggalkan rumah orangtuanya untuk mengikuti seorang rahib Kristen. Sebelum itu ia beragama Majusi. Setelah masuk agama Kristen, dalam perjalanannya menuju Syria (Suriah), ia mengikuti dan belajar kepada beberapa orang guru.

Dari Suriah ia meneruskan perjalanannya ke Wadi al-Qura di Arab Tengah, dalam rangka mencari seorang nabi yang diberitakan telah memperbaiki agama Nabi Ibrahim dan kedatangannya telah diramalkan kepadanya oleh gurunya yang terakhir pada waktu menjelang akhir hayatnya.

Dalam perjalanannya mengarungi padang pasir, orang yang membimbingnya sebagai penunjuk jalan berkhianat dan kemudian menjualnya sebagai budak kepada salah seorang Yahudi.

Akan tetapi, ia tetap mempunyai kesempatan untuk pergi ke Yatsrib, dan kebetulan kedatangannya hampir bersamaan dengan waktu hijrah Nabi Muhammad SAW. Ia kemudian masuk Islam, dan dapat menebus kemerdekaannya berkat bantuan ajaib dari Nabi SAW untuk mengumpulkan sejumlah uang tebusan yang harus ia setorkan.

Nama Salman berkaitan erat dengan Perang Khandaq. Perang itu terjadi antara kaum muslimin dan persekutuan orang kafir dari berbagai suku Arab, seperti Quraisy, Gatafan, Bani Murrah, Bani Asyja‘, dan Bani Salim, dengan kekuatan 10.000 personel di bawah komando Abu Sufyan.

Setelah berita tentang persiapan orang kafir sampai kepada Nabi SAW, beliau mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya tentang apa yang akan dilakukan, apakah tinggal dalam kota atau menyongsong musuh di luar kota. Salman al-Farisi memberikan petunjuk untuk membuat parit (khandaq), suatu strategi perang yang konon belum dikenal bangsa Arab.

Rasulullah SAW menerima usul itu, dan dimulailah pembuatan parit di bagian selatan kota Madinah. Bagian ini terbuka dan mudah mendapat serangan, sementara bagian kota yang lain sudah cukup terlindungi oleh rumah dan pohon kurma. Parit itu digali di sepanjang bagian selatan kota, mulai dari perbukitan batu ujung barat sampai ke ujung timur.

Pada waktu Salman bersama sekelompok orang Islam menggali parit itu, ditemukan gumpalan batu putih yang sangat keras, yang membuat pecah alat yang dipakai. Mendengar laporan Salman, Nabi SAW ikut membantu mengatasinya.

Pada pukulan pertama kampak Nabi SAW, sepertiga bagian dari batu itu pecah sambil mengeluarkan cahaya, yang diramalkannya sebagai isyarat penaklukan Syam (kini Suriah).

Pada pukulan kedua, sepertiga lagi pecah sambil mengeluarkan kilatan cahaya dari arah Persia, yang diramalkannya sebagai isyarat penaklukan Persia. Pukulan ketiga memecahkan sisanya dan memancarkan cahaya dari arah Yaman yang diramalkannya sebagai pemberian kunci negeri tersebut.

Penggalian parit itu memakan waktu 6 hari. Selama penggalian parit itu kaum muslimin mengalami kesulitan yang amat berat, karena terbatasnya logistik. Sementara itu pasukan yang dapat dipersiapkan Nabi SAW berjumlah 3.000 prajurit.

Perang terjadi pada 5 H/627 M. Orang kafir sangat heran menyaksikan strategi pertahanan parit itu, karena hal seperti itu belum pernah mereka saksikan sebelumnya. Terjadilah saling melempar panah antara tentara Islam dan tentara kafir dari seberang parit. Strategi ini amat menyulitkan mereka memasuki kota Madinah.

Pada suatu hari Nabi SAW menegaskan bahwa Salman termasuk keluarganya (ahlulbait). Demikian juga para Muhajirin dan Ansar menyatakan hal serupa.

Di kalangan ahli tasawuf, Salman dikenal sebagai seorang sahabat yang suka hidup zuhud, bahkan dikatakan termasuk ahl as-suffah (penganut tasawuf) dan pendiri tasawuf yang dikaruniai ilmu laduni (ilmu yang dianugerahkan Allah SWT kepada seseorang tanpa melalui proses belajar).

Dikatakan juga bahwa ia adalah orang pertama yang melontarkan ide tentang khilafah (wakil guru sufi) dan nur Muhammad. Ia melontarkan pemikirannya itu kepada Sa’sa’ah bin Suhan (salah seorang sahabat), yang kemudian menegaskan bahwa khilafah manusia yang pertama adalah Nabi SAW, lalu Ali.

Dikatakan bahwa ketika turun ayat yang berarti: “Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya” (QS.15:43), Salman berteriak sambil meletakkan tangannya pada kepala, seraya lari keluar selama 3 hari.

Kejadian ini oleh ahli tasawuf ditafsirkan sebagai keadaan sedang mabuk dan fana’ (tak sadar karena khusyuk), sehingga tidak mendengar apa pun dan hanya melihat diri Tuhan sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Barr, Ibnu. Kitab al-Isti‘ab fi Asma al-Ashab. Beirut: Dar al-Fikr, 1978.
Bek, Muhammad Khudari. Nur al-Yaqin fi Sirah Sayyid al-Mursalin. Aman: Dar al-Fikr, t.t.
Haekal, Muhammad Husain. hayah Muhammad. Cairo: Dar al-Ma‘arif, 1971.
Zuhad