Salat Kusuf

(Ar.: salah al-kusyuf)

Salat kusuf adalah salat sunah yang dilakukan karena terjadi gerhana matahari. Waktu pelaksanaan salat kusuf adalah sejak awal gerhana sampai selesai atau tertutupnya matahari. Jumhur (sebagian besar) ulama memandang bahwa hukum pelaksanaan salat kusuf adalah sunah mu’akkad (penting).

Pandangan jumhur ulama mengenai salat kusuf didasarkan atas beberapa hadis Nabi SAW, antara lain: “Telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW, lalu beliau menyuruh seseorang menyeru dengan ucapan: as-salatu Jami‘ah (marilah salat berjemaah). Maka Nabi SAW berdiri, lalu salat, empat rukuk dalam dua rakaat dan empat sujud” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis lain disebut juga: “Terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW, maka beliau melakukan salat beserta para sahabat. Nabi memanjangkan berdiri sehingga hampir mereka tunduk. Kemudian Nabi rukuk dan memanjangkan rukuknya. Seterusnya Nabi mengangkat kepalanya lalu memanjangkan berdirinya.

Kemudian beliau rukuk lagi dan memanjangkan rukuknya. Kemudian ia sujud dua sujud, setelah itu berdiri lagi. Maka beliau berbuat seperti itu pula, sehingga menjadi empat rukuk dan empat sujud” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud dari Jabir).

Jumhur ulama memandang perbuatan Nabi SAW dalam melakukan salat kusuf dan panggilannya untuk pelaksanaan salat tersebut adalah sunah. Akan tetapi, Imam Abu Hanifah atau Imam Hanafi memandang panggilan itu panggilan wajib.

Cara pelaksanaan salat kusuf menurut Imam Syafi‘i adalah sebagai berikut:
(1) berniat dan berdiri;
(2) takbiratulihram;
(3) doa iftitah (pembukaan);
(4) membaca surah al-Fatihah;
(5) membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang agak panjang, diperkirakan sekitar seratus ayat;
(6) rukuk;
(7) berdiri dan membaca surah al-Fatihah dan ayat-ayat Al-Qur’an sekitar delapan puluh ayat;
(8) rukuk (kedua rukuk ini [6 dan 8] dilakukan agak lama, tetapi rukuk kedua lebih pendek dari rukuk pertama);
(9) iktidal (bangun dari rukuk) dengan membaca Sami‘a Allahu liman hamidah. Rabbana wa laka al-hamdu (Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Tuhan kami, segala puji itu kepunyaan Engkau);
(10) sujud;
(11) duduk di antara dua sujud;
(12) sujud; dan
(13) kembali berdiri untuk melakukan rakaat kedua yang caranya sama dengan rakaat pertama. Setelah tasyahud dan selawat dibaca, diucapkan salam.

Bacaan surah al-Fatihah dan ayat Al-Qur’an dalam salat kusuf ini tidak perlu dinyaringkan. Meskipun demikian, Ibnu Hajar al-Asqalani dari kalangan ulama Syafi‘iyah memandang pendapat Imam Syafi‘i hanya didukung oleh satu hadis yang dipandang berlawanan dengan hadis lain. Menurutnya, hal itu perlu dipertanyakan kembali.

Cara pelaksanaan salat kusuf seperti yang diterangkan di atas berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Aisyah RA yang berarti: “Telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW. Kemudian beliau pergi ke masjid, beliau berdiri dan bertakbir. Lalu orang-orang berbaris di belakang beliau.

Nabi membaca bacaan yang panjang, kemudian bertakbir, lalu rukuk yang panjang (lama)-nya hampir menyamai bacaan yang pertama. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan mengucapkan, ‘Sami‘a Allahu liman hamidah. Rabbana wa laka al-hamdu’.

Kemudian beliau berdiri dan membaca bacaan yang panjang, kurang sedikit dari bacaan pertama. Kemudian ia bertakbir, lalu rukuk kurang sedikit (panjang atau lamanya) dari rukuk yang pertama. Kemudian bangkit dari rukuk dan mengucapkan, ‘Sami‘a Allahu liman hamidah. Rabbana wa laka al-hamdu’. Setelah itu ia sujud.

Beliau melakukan seperti itu pula pada rakaat yang kedua, sehingga sempurnalah empat rukuk dan empat sujud. Dan matahari telah terang kembali sebelum beliau selesai salat. Kemudian beliau berkhotbah di hadapan orang banyak. Beliau memuji Allah dengan yang layak bagi-Nya.

Kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung, tidaklah kedua gerhana itu karena mati atau hidup (lahir)-nya seseorang. Maka apabila kamu melihatnya segeralah kamu melakukan salat’” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadis tersebut dan beberapa hadis lain, jumhur ulama menyetujui salat kusuf dilaksanakan dengan berjemaah dalam masjid. Imam Syafi‘i juga menyetujui khotbah setelah salat kusuf.

Menurut Imam Syafi‘i, hukum khotbah tersebut adalah sunah. Akan tetapi, Imam Abu Hanifah atau Imam Hanafi, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali, berpendapat bahwa khotbah pada salat kusuf tidak disyariatkan.

Oleh karena itu, menurut mereka khotbah itu tidak ada. Pendapat ini didasarkan pada beberapa hadis yang tidak menyebutkan Nabi SAW berkhotbah ketika melaksanakan salat kusuf.

DAFTAR PUSTAKA
Sabiq, Sayid. Fiqh as-Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr, 1983.
as-San’ani, Muhammad bin Isma’il al-Kahlani. Subul as-Salam. Bandung: Dahlan, t.t.
asy-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad. Nail al-Authar. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, t.t.
Yunasril Ali