Salat Khusuf

(Ar.: salah al-khusuf)

Salat khusuf adalah salat sunah yang dilakukan karena terjadi gerhana bulan. Waktu salat khusuf adalah sejak awal gerhana sampai akhir atau tertutupnya bulan tersebut. Jumhur (sebagian besar) ulama berpendapat bahwa hukum melaksanakan salat khusuf adalah sunah mu’akkad (penting). Hukum itu juga berlaku bagi salat kusuf yang dilakukan karena terjadi gerhana matahari.

Pandangan jumhur ulama mengenai gerhana bulan dan gerhana matahari ini didasarkan atas beberapa hadis Rasulullah SAW, antara lain:

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda (kekuasaan) Allah, bahwa gerhana keduanya bukan terjadi karena mati seseorang dan tidak pula karena lahirnya. Oleh sebab itu apabila kamu melihat gerhana bulan dan matahari bersegeralah kamu ke masjid” (HR. Ahmad dari Muhammad bin Labid).

Berdasarkan hadis ini jumhur ulama berpendapat bahwa perintah Nabi Muhammad SAW untuk melakukan salat khusuf atau salat kusuf adalah perintah sunah. Dengan demikian, mereka pun menetapkan bahwa hukum untuk kedua salat itu adalah sunah.

Adapun cara pelaksanaan salat khusuf sama dengan salat kusuf, yaitu sebagai berikut:
(1) mengerjakan salat sebanyak dua rakaat, boleh dilakukan sendiri-sendiri, tetapi lebih utama dikerjakan secara berjemaah;
(2) berniat melakukan salat sunah khusuf;
(3) berdiri dan mengucapkan takbiratul ihram;
(4) membaca doa iftitah (pembukaan);
(5) membaca surah al-Fatihah;
(6) membaca ayat Al-Qur’an dari surah yang panjang, seperti surah al-Baqarah atau surah lain yang hampir sama panjangnya dengan surah tersebut; namun jika dibaca surah yang pendek, salat ini pun sah;
(7) rukuk dengan waktu yang hampir menyamai waktu berdiri;
(8) berdiri dan membaca surah al-Fatihah, yang kemudian diikuti dengan membaca surah yang lebih pendek dari surah yang pertama;
(9) rukuk dengan waktu yang hampir menyamai waktu berdiri;
(10) iktidal (bangun dari rukuk) dengan membaca Sami‘a Allahu liman hamidah. Rabbana wa laka al-hamdu (Allah mendengar orang yang memuji kepada-Nya. Tuhan kami, segala puji itu kepunyaan Engkau);
(11) sujud;
(12) duduk antara dua sujud;
(13) sujud;
(14) kembali berdiri untuk melakukan rakaat kedua yang caranya sama dengan rakaat yang pertama, hanya rakaat kedua lebih pendek dari rakaat pertama; dan
(15) membaca tasyahud dan selawat atas Nabi Muhammad SAW dan keluarganya serta mengucapkan salam. Takbir, al-Fatihah, surah, dan salam dibaca dengan suara nyaring (jahr).

Cara melaksanakan salat khusuf tersebut di atas berlandaskan hadis yang diriwayatkan dari Aisyah RA yang menerangkan cara pelaksanaan salat gerhana matahari. Hadis itu diambil sebagai dasar untuk melaksanakan salat khusuf karena kesamaan hukum dan penyebutan antara gerhana matahari selalu beriringan dengan penyebutan gerhana bulan dalam hadis Rasulullah SAW, antara lain seperti tersebut di atas.

Oleh karena itu, ulama menyimpulkan bahwa cara kedua salat tersebut sama pula. Hadis yang menunjukkan cara pelaksanaan salat gerhana itu adalah perbuatan Rasulullah SAW:

“ Telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW. Kemudian beliau pergi ke masjid, beliau berdiri dan bertakbir. Lalu orang-orang berbaris di belakang beliau. Nabi membaca bacaan yang panjang, kemudian bertakbir, lalu rukuk yang panjang (lama)-nya hampir menyamai bacaan yang pertama. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan mengucapkan, ‘Sami‘a Allahu liman hamidah. Rabbana wa laka al-hamdu’.

Kemudian beliau berdiri dan membaca bacaan yang panjang, kurang sedikit dari bacaan pertama. Kemudian ia bertakbir, lalu rukuk kurang sedikit (panjang atau lamanya) dari rukuk yang pertama. Kemudian bangkit dari rukuk dan mengucapkan, ‘Sami‘a Allahu liman hamidah. Rabbana wa laka al-hamdu’. Setelah itu ia sujud.

Beliau melakukan seperti itu pula pada rakaat yang kedua, sehingga sempurnalah empat rukuk dan empat sujud. Dan matahari telah terang kembali sebelum beliau selesai salat. Kemudian beliau berkhotbah di hadapan orang banyak. Beliau memuji Allah dengan yang layak bagi-Nya.

Kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung, tidaklah kedua gerhana itu karena mati atau hidup (lahir)-nya seseorang. Maka apabila kamu melihatnya segeralah kamu melakukan salat’” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadis di atas, Imam Syafi‘i menyetujui salat gerhana ini dilakukan berjemaah dan disunahkan bagi imam berkhotbah setelah salat. Akan tetapi pendapat Imam Syafi‘i tersebut dibantah oleh para imam yang lain, yaitu Imam Abu Hanifah atau Imam Hanafi, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali.

Mereka berpendapat bahwa khotbah salat khusuf dan salat kusuf itu tidak disyariatkan karena banyak hadis lain, selain hadis di atas, tidak menyebutkan Nabi SAW berkhotbah sesudah melaksanakan salat gerhana. Atas dasar itu mereka menganggap khotbah itu tidak disyariatkan.

DAFTAR PUSTAKA
Sabiq, Sayid. Fiqh as-Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr, 1983.
as-San’ani, Muhammad bin Isma’il al-Kahlani. Subul as-Salam. Bandung: Dahlan, t.t.
asy-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad. Nail al-Authar. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, t.t.
Yunasril Ali