Salat Jumat

(Ar.: salah al-jum‘ah)

Salat Jumat merupakan salat fardu dua rakaat yang dilakukan pada hari Jumat di waktu zuhur sesudah dua khotbah. Dilihat dari pengertian secara etimologis, kata “jumat” yang dalam Al-Qur’an disebut al-Jumu‘ah (QS.62:9) berasal dari kata jama‘a (mengumpulkan) atau ijtama‘a (berkumpul). Dengan demikian, hari Jumat berarti “hari berkumpul”.

Pada masa Jahiliah, hari Jumat disebut hari ‘Arubah atau hari Rahmah. Orang yang pertama kali mengubah nama hari itu menjadi hari Jumat adalah Ka‘b bin Lu‘ay, kakek Nabi Muhammad SAW. Pada hari itu orang Quraisy berkumpul di hadapan Ka’bah untuk mendengarkan ceramahnya tentang pengutusan Muhammad sebagai nabi. Dari sini dipahami bahwa hari Jumat itu adalah hari berkumpul.

Akan tetapi, Ibnu Abbas (sahabat Nabi SAW) mengatakan bahwa hari tersebut dinamai hari Jumat karena pada hari itu Allah SWT menggabungkan penciptaan Nabi Adam AS dan Nabi Muhammad SAW. Pada akhirnya, pengertian hari Jumat itu dalam Islam berkembang sebagai hari berkumpulnya orang Islam di masjid.

Salat Jumat merupakan fardu ain (kewajiban pribadi) bagi setiap muslim, kecuali wanita dan musafir. Dalil wajibnya salat Jumat terdapat dalam Al-Qur’an, hadis Nabi SAW, dan ijmak (kesepakatan) ulama. Dalilnya dalam Al-Qur’an adalah firman Allah SWT dalam surah al-Jumu‘ah (62) ayat 9, yang berisi perintah Allah SWT bagi orang beriman untuk segera melakukan salat Jumat.

Banyak hadis yang menerangkan kewajiban salat Jumat, antara lain hadis yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i yang berarti: “Melaksanakan Jumat itu wajib bagi setiap orang balig.” Berdasarkan dalil Al-Qur’an dan hadis yang menerangkan tentang kewajiban Jumat itu, para ulama pun sepakat mengenai kewajiban melaksanakan salat Jumat.

Salat Jumat pertama kali dilakukan Rasulullah SAW ketika Nabi SAW dalam perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah di Bani Salim, satu tempat setelah Quba, di pinggir kota Madinah. Ketika itu, Nabi SAW berkhotbah dengan khotbah yang cukup sederhana, tidak terlalu panjang dan tidak pula terlalu pendek.

Karena salat Jumat ini merupakan fardu ain, bagi yang meninggalkannya, kecuali empat golongan (yaitu hamba sahaya, perempuan, anak-anak, dan orang sakit), akan dikenakan hukuman oleh Allah SWT.

Orang yang meninggalkan salat Jumat, menurut beberapa hadis Rasulullah SAW, dicap Allah SWT sebagai orang munafik. Mata hati orang yang meninggalkan salat Jumat tiga kali berturut-turut ditutup oleh Allah SWT.

Orang yang diwajibkan melaksanakan salat Jumat adalah mukalaf (balig dan berakal), merdeka, laki-laki, mukim (bukan musafir), tidak sakit atau berhalangan lainnya, dan mendengar panggilan azan.

Syarat salat Jumat dibagi dua, yaitu syarat wajib dan syarat sahnya salat Jumat. Menurut golongan jumhur (mayoritas) ulama, syarat wajib itu ada tiga, yaitu Islam, balig, dan berakal.

Menurut Mazhab Maliki ada sepuluh syarat, yaitu Islam, balig, berakal, tidak haid dan tidak nifas (bagi wanita), masuk waktu, tidak tidur, tidak lupa, tidak dipaksa, ada air atau tanah untuk tayamum, dan sanggup.

Di samping itu ditambahkan lagi empat syarat wajib lainnya, yaitu laki-laki, merdeka (bukan budak), berstatus mukim ketika salat Jumat berlangsung, dan bebas dari uzur (halangan).

Syarat sahnya salat Jumat sama dengan syarat sahnya salat di samping syarat khusus lain yang berkenaan dengan salat Jumat. Syarat khusus itu adalah (1) masuknya waktu zuhur, (2) diadakan di tempat yang menetap seperti di kota atau kampung, (3) dilakukan dengan cara berjemaah dan di masjid, dan (4) berkhotbah sebelum salat.

Ada beberapa hal yang disunahkan untuk dilakukan sehubungan dengan salat Jumat ini. Menurut Wahbah az-Zuhaili (ahli fikih dan usul fikih), hal yang disunahkan itu adalah sebagai berikut:
(1) mandi pada hari Jumat (lebih baik beberapa saat sebelum berangkat ke masjid) dan memakai wewangian serta pakaian yang bagus; hal ini didasarkan pada hadis riwayat Ahmad, at-Tirmizi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Samrah;
(2) segera berangkat untuk salat Jumat dalam keadaan berjalan kaki dengan tenang dan tidak terburu-buru sambil membaca bacaan tertentu atau berzikir;
(3) membersihkan badan dan mempercantik diri sebelum salat, seperti memotong kuku dan mencukur kumis;
(4) mengambil tempat yang dekat dengan imam;
(5) melakukan salat Tahyatul Masjid;
(6) melakukan salat sunah empat rakaat sebelum dan empat rakaat sesudah salat Jumat;
(7) membaca surah al-Fatihah, surah al-Ikhlas, dan al-Mu‘awwidzatain (surah al-Falaq dan surah an-Nas) sesudah salat Jumat; dan
(8) berpindah tempat bagi yang mengantuk pada saat salat Jumat.

Hal-hal yang tidak diperbolehkan dilakukan pada waktu Jumat adalah sebagai berikut.
(1) Menurut Mazhab Hanafi, haram melakukan salat zuhur pada hari Jumat secara berjemaah pada tempat pelaksanaan Jumat.
(2) Menurut Mazhab Hanafi, haram pula mengadakan jual beli pada hari Jumat apabila imam telah naik di mimbar.
(3) Melangkahi orang lain.
(4) Haram membangunkan orang dari tempat duduknya dengan maksud menduduki tempatnya.
(5) Menurut Mazhab Maliki, makruh meninggalkan pekerjaan dan usaha pada hari Jumat karena salat Jumat hanya singkat.

Hal-hal yang membatalkan salat Jumat sama dengan yang membatalkan salat-salat yang lain, di samping beberapa hal yang bersifat khusus, yaitu: (1) berakhirnya waktu zuhur pada saat melakukan salat Jumat dan (2) apabila jemaah meninggalkan salat Jumat sebelum imam sampai pada sujud di rakaat pertama. Apabila kedua hal ini terjadi, salat zuhur dapat dilakukan sebagai gantinya.

Rukun salat Jumat ada dua. Pertama, salat dua rakaat. Kedua, dua khotbah yang dilakukan sebelum salat. Khotbah Jumat merupakan tuntunan ibadah yang disampaikan khatib dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan syarak (hukum Islam). Khotbah itu dimaksudkan untuk menambah pengertian dan pemahaman serta anjuran kepada jemaah untuk tetap bertakwa kepada Allah SWT.

Rukun khotbah Jumat yang harus dipenuhi ada enam.
(1) Mengucapkan hamdalah (memuji Allah SWT).
(2) Mengucapkan selawat kepada Rasulullah SAW.
(3) Membaca dua kalimat syahadat.
(4) Berwasiat dengan takwa kepada Allah SWT, dengan menganjurkan jemaah agar tetap bertakwa kepada Allah SWT. Keempat rukun ini diucapkan pada permulaan dua khotbah.
(5) Membaca sekurang­kurangnya satu ayat Al-Qur’an pada salah satu dari dua khotbah dan lebih utama dalam khotbah pertama.
(6) Memohonkan doa agar kaum muslimin dan muslimat mendapat ampunan dari Allah SWT.

Syarat-syarat dua khotbah Jumat adalah:
(1) kedua khotbah itu dilakukan sebelum salat Jumat dan sudah masuk waktu zuhur;
(2) yang berkhotbah itu harus laki-laki yang dapat mendengar (bukan orang tuli), suci dari hadas besar dan kecil;
(3) badan, pakaian, dan tempat khatib harus suci dari najis;
(4) menutup aurat;
(5) khotbah harus dilakukan dalam bangunan yang digunakan salat Jumat;
(6) berdiri ketika menyampaikan khotbah bagi yang mampu;
(7) khotbah pertama dan kedua dilakukan secara berturut-turut;
(8) duduk sebentar antara dua khotbah;
(9) suara khatib harus keras sehingga dapat didengar paling sedikit oleh empat puluh orang jemaah Jumat; dan
(10) rukun-rukun khotbah harus dengan bahasa Arab.

Ada beberapa yang hukumnya sunah dilakukan dalam berkhotbah, yaitu
(1) khatib berdiri di atas mimbar atau tempat yang tinggi,
(2) khatib memberi salam kepada hadirin dengan posisi menghadap mereka,
(3) khatib berpegang pada sebuah tongkat atau semacamnya,
(4) setelah mengucapkan salam, khatib duduk sejenak sampai selesai azan,
(5) khatib hendaklah fasih dan keras suaranya,
(6) khotbah yang disampaikan hendaknya lebih pendek dari bacaan imam salat Jumat,
(7) seorangpun tidak diperbolehkan berkata­kata ketika khotbah diucapkan,
(8) bagi khatib sunah membaca surah al-Ikhlas ketika duduk antara dua khotbah, dan
(9) khatib mengakhiri khotbah dengan memohon ampunan Allah SWT dan lebih utama pada khotbah kedua.

Di samping itu, khatib harus berusaha menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan kekecewaan bagi jemaah salat Jumat. Di antaranya adalah:
(1) khotbah yang sangat panjang dan pernyataan-pernyataan yang dapat menimbulkan perpecahan dan permusuhan di kalangan jemaah,
(2) penggunaan kata-kata yang asing dan tidak dapat dipahami oleh mayoritas pengunjung, dan
(3) permasalahan-permasalahan khilafiah yang dapat menimbulkan keresahan di antara jemaah harus dihindari, agar tidak terjadi ketegangan di antara mereka sesudah selesai melakukan salat Jumat.

DAFTAR PUSTAKA
al-Kahlani, Muhammad bin Ismail. Subul as-Salam. Singapura: Sulaiman Mar’i, 1960.
Rifai, Moh. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). Semarang: Toha Putra, t.t.
Sabiq, Sayid. Fiqh as-Sunnah. Cairo: Maktabah Dar at-Turas, t.t.
A. Thib Raya