Salat Id

(Ar.: salah al-‘id)

Salat id dilakukan pada hari raya Idul Fitri (Ar.: ‘id al-fithr = hari raya fitrah/asal kejadian) dan Idul Adha (Ar.: ‘id al-adha = hari raya kurban sembelihan hewan). Hari Raya Idul Adha disebut juga hari penyembelihan (yaum an-nahr), Hari Raya Kurban (‘id al-qurban) atau Hari Raya Besar (‘id al-kabir).

Kedua hari raya Idul Fitri dan Idul Adha ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk mengganti dua hari raya masyarakat Arab Jahiliah, yaitu Nairuz dan Mahrajan. Orang Arab Jahiliah merayakan Nairuz dan Mahrajan dengan mengadakan pesta pora yang meliputi tarian perang, tarian ketangkasan, panah-memanah, menunggang kuda, dan menyanyi dengan hidangan lezat serta minuman yang memabukkan.

Tradisi ini masih ditemui Nabi SAW ketika hijrah ke Madinah, sebagai tradisi yang berasal dari zaman Persia (Iran) Kuno. Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan an-Nasa’i disebutkan bahwa Nabi SAW mengganti tradisi lama itu dengan bersabda, “Sesungguhnya Allah mengganti kedua hari raya itu dengan dua hari raya yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.”

Idul Fitri. Salat Idul Fitri dilaksanakan pada setiap tanggal 1 Syawal, waktunya berlangsung sejak matahari terbit sampai tergelincir condong ke barat. Salat Idul Fitri disunahkan jika pelaksanaannya lebih akhir.

Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Ahmad bin Hasan Banna dari Samurah bin Jundub bahwa Nabi SAW bersama-sama sahabat melakukan salat Idul Fitri ketika matahari setinggi dua tombak dan salat Idul Adha ketika matahari setinggi satu tombak.

Idul Fitri dirayakan sebagai hari gembira karena umat Islam telah dapat melaksanakan kewajiban puasa dalam bulan Ramadan. Hari raya ini juga merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah menjanjikan pengampunan dosa kepada umat Islam yang berpuasa dengan ikhlas, sehingga mereka kembali seperti asal kejadian bagaikan bayi yang tanpa dosa, kembali pada kesucian.

Pada saat Idul Fitri kaum muslimin wajib menunaikan zakat fitrah, karena pada hari itu mereka mempunyai kelebihan makanan pokok. Zakat fitrah dibagikan kepada yang berhak menerimanya dan ditunaikan paling lambat sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri. Sebelum salat Idul Fitri disunahkan terlebih dahulu untuk makan.

Idul Adha. Salat Idul Adha dilaksanakan setiap tanggal 10 Zulhijah, waktunya sejak matahari terbit sampai condong ke barat. Salat Idul Adha adalah sunah (hukumnya) jika dilaksanakan lebih awal. Hal ini sesuai dengan hadis di atas yang diriwayatkan Ahmad bin Hasan.

Setelah salat Idul Adha, umat Islam yang mampu disunahkan untuk menyembelih hewan kurban, seperti unta, sapi, kerbau, dan kambing atau domba. Penyembelihan hewan kurban ini dapat juga dilakukan pada tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah yang disebut hari Tasyrik. Sebelum salat Idul Adha disunahkan menahan makan dan minum.

Pelaksanaan Salat Id. Jumlah rakaat dalam salat Idul Fitri dan salat Idul Adha adalah masing-masing dua rakaat. Setiap rakaat diawali dengan beberapa kali takbir. Mengenai takbir ada perbedaan pendapat dari beberapa ulama.

Menurut Imam Malik, pada rakaat pertama terdapat 7 kali takbir, termasuk takbiratulihram (takbir pertama) sebelum membaca surah al-Fatihah, dan pada rakaat kedua 6 kali takbir, termasuk takbir intiqal (pindah) dari posisi sujud ke posisi berdiri sebelum membaca al-Fatihah.

Menurut Imam Syafi‘i, pada rakaat pertama terdapat 8 kali takbir, termasuk takbiratulihram, dan pada rakaat kedua 6 kali takbir, termasuk takbir intiqal (tujuh kali takbir tanpa takbir ihram dan 5 kali takbir tanpa takbir intiqal). Menurut Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi), pada rakaat pertama ada 4 kali takbir, termasuk takbiratulihram sebelum membaca al-Fatihah.

Pada rakaat kedua setelah takbir intiqal dilakukan pembacaan al-Fatihah, pembacaan surah pilihan, kemudian takbir 3 kali sambil mengangkat tangan, takbir untuk rukuk dengan tidak mengangkat tangan, dan seterusnya. Terdapat perbedaan pendapat karena mereka masing-masing meriwayatkan hadis.

Di sela-sela takbir selain takbiratulihram dibaca Subhana Allah wa al-hamd li Allah wa la ilaha illa Allah wa Allahu akbar (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar).

Salat id dilanjutkan dengan khotbah. Ada pendapat yang mengatakan bahwa khotbah salat id dua kali, karena dikiaskan pada salat Jumat. Ada yang mengatakan satu kali, dengan alasan bahwa hukum salat Jumat dengan salat id berbeda. Di sela-sela khotbah, disunahkan bagi khatib membaca takbir.

Dianjurkan bahwa khotbah Idul Fitri menjelaskan hikmah puasa, syariat zakat fitrah, dan anjuran bersedekah untuk menyantuni fakir miskin. Adapun dalam khotbah Idul Adha dianjurkan bahwa khatib memberikan penjelasan tentang syariat kurban menurut Islam dan hikmah ibadah haji.

Apabila kedua hari raya tersebut bertepatan dengan hari Jumat, ada dua pendapat tentang pelaksanaan salat id. Pendapat pertama mengatakan bahwa tidak melakukan salat Jumat itu tidak apa-apa, tetapi tetap harus melakukan salat zuhur. Pendapat kedua mengatakan bahwa salat Jumat tetap harus dilakukan.

Pendapat pertama didasarkan pada hadis Abu Dawud dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda di hadapan para sahabat, baik yang bertempat tinggal dekat dengan kota Madinah maupun yang datang dari pelosok dusun: “Pada harimu ini (Jumat) berkumpul dua id (hari raya dan hari Jumat), barangsiapa yang suka, salat idnya sudah mencukupi dari salat Jumatnya, namun aku tetap akan melakukan salat Jumat.”

Sementara itu menurut Imam Abu Hanifah, melakukan salat Jumat adalah wajib, sementara salat id adalah sunah. Adapun keringanan yang diberikan Nabi SAW seperti pada hadis di atas diberikan kepada orang yang melaksanakan salat id dan bertempat tinggal jauh di pelosok.

Untuk meramaikan hari raya disunahkan mengumandangkan takbir. Takbir Idul Fitri tercantum dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah (2) ayat 185, takbir Idul Adha dalam surah al-Baqarah (2) ayat 203 dan surah al-hajj (22) ayat 37. Untuk keduanya ada hadis yang diriwayatkan at-Tabrani dari Anas bin Malik, yakni Rasulullah SAW bersabda, “Hiasilah hari-hari rayamu dengan takbir.”

Waktu pelaksanaan takbir untuk Idul Fitri menurut Ibnu Umar, Imam Malik, Imam Ahmad, Ishaq, dan Abu Saur, dimulai sejak keluar untuk melakukan salat id sampai khotbah dimulai. Menurut Imam Syafi‘i, takbir dimulai sejak terbenam matahari di hari akhir Ramadan sampai khotbah dimulai.

Takbir Idul Adha menurut Imam Ahmad, Abu Saur, dan Sufyan Saury, dimulai sejak subuh pada hari Arafah sampai salat asar pada hari Tasyrik yang terakhir. Adapun menurut Imam Malik dan Imam Syafi‘i, takbir dilaksanakan sejak zuhur pada hari Idul Adha sampai salat subuh pada hari Tasyrik terakhir.

Lafal takbir adalah mengucapkan Allahu Akbar (Allah Maha Besar) sebanyak tiga kali atau ditambah dengan kalimat La ilaha illa Allah wahdah la syarika lah lahu al-mulku wa lahu al-hamd wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir (Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan/kekuasaan, dan bagi-Nya segala puji dan Dia kuasa atas segala sesuatu).

Adapun menurut riwayat Ibnu Abbas, lafal takbir adalah Allahu Akbar tiga kali kemudian keempatnya ditambah wa lillahi al-hamd (bagi Allah segala puji).

Setelah selesai salat id, disunahkan melewati jalan yang bukan dilalui ketika berangkat dari rumah ke tempat salat. Disunahkan pula mandi terlebih dahulu sebelum melaksanakan salat id. Mengenai tempat pelaksanaan salat id, ada yang mengatakan lebih baik di lapangan dan ada pula yang mengatakan lebih baik di masjid. Sebenarnya hal ini tergantung pada daya tampung, situasi, dan kondisi.

Karena pada hari raya berkumpul semua umat Islam suatu kampung/permukiman, baik laki-laki maupun perempuan, maka tempat paling baik adalah yang memiliki daya tampung paling banyak untuk pelaksanaan salat. Berdasarkan pendapat ulama Mazhab Syafi‘i, pelaksanaan salat id lebih baik di masjid.

Salat id dapat dilaksanakan di tanah lapang apabila masjid tidak dapat menampung banyak jemaah. Menurut Imam Malik, salat id lebih baik dilakukan di tanah lapang, karena Rasulullah SAW senantiasa melaksanakan salat id di tanah lapang.

DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Rusyd. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid. Semarang: Maktabah Usaha Keluarga, t.t.
al-Jaziri, Abdurrahman. al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba‘ah. Istanbul: Maktabah Insyk, 1977.
Sabiq, Sayid. Fiqh as-Sunnah. Cairo: Maktabah Dar at-Turas, t.t.
as-San’ani, Muhammad bin Isma’il al-Kahlani. Subul as-Salam. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1960.
az‑Zuhaili, Wahbah. al‑Fiqh al‑Islami wa Adillatuh. Beirut: Dar al‑Fikr, 1983.
Atjeng Achmad Kusaeri