Secara kabahasaan, Sahifah (jamak: suhuf) berarti “lembaran tertulis”. Menurut para ahli, sahifah (dalam hal ini Piagam Madinah) merupakan proklamasi dan konstitusi negara Islam pertama, yang memuat dasar-dasar negara Islam untuk mengatur umat yang heterogen, membentuk masyarakat baru, dan mendirikan sebuah pemerintahan Islam.
Secara umum istilah suhuf digunakan untuk seratus bagian tulisan yang diberikan kepada Nabi Adam AS, Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim AS, dan Nabi Musa AS. Al-Qur’an menyebut kata suhuf dalam surah Taha (20) ayat 133, surah an-Najm (53) ayat 36, surah ‘Abasa (80) ayat 13, surah at-Takwir (81) ayat 10, surah al-A’la (87) ayat 19, surah al-Muddatstsir (74) ayat 52, dan surah al-Bayyinah (98) ayat 2.
Adapun sahifah dalam sejarah Islam masa Nabi SAW pada periode Madinah adalah perjanjian tertulis yang dibuat Nabi SAW antara kaum muslimin Muhajirin, Ansar, dan kaum Yahudi Madinah.
Hal ini bisa dilihat pada bunyi pembukaan sahifah: “Ini adalah dokumen dari Muhammad SAW (yang mengatur hubungan) antara mukmin dan muslim dari Quraisy dan penduduk Yatsrib (Madinah) serta siapa saja yang mengikuti mereka, dan menggabungkan diri serta berjuang bersama mereka.”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa perjanjian itu terbuka bagi siapa saja yang mau menerimanya dan mau bergabung ke dalamnya. Ibnu Ishaq (w. 151 H/768 M, ahli hadis dan sejarawan Islam terkenal) yang meriwayatkan perjanjian tersebut memberi keterangan:
“Rasulullah SAW telah menuliskan suatu ‘piagam’ (Kitab) antara orang Muhajirin dan orang Ansar dan perjanjian damai dengan kaum Yahudi yang mengakui dan melindungi agama mereka dan harta benda mereka serta hak dan kewajiban mereka.”
Diriwayatkan Iman Ahmad, Bukhari, Muslim dan Abu Dawud, perjanjian itu terjadi di rumah Anas bin Malik. Perjanjian ini merupakan rumusan kesepakatan suatu masyarakat yang heterogen, yang terdiri dari suku Arab muslim, suku Arab paganisme, dan suku Yahudi. Kata sahifah dalam teks perjanjian itu disebut sebanyak lima kali.
Para ahli sejarah muslim dan orientalis memberi nama yang berbeda atas sahifah ini, yaitu perjanjian, piagam, undang-undang, dan konstitusi. Tetapi sahifah lebih terkenal dengan nama Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah.
Namun demikian, mereka sepakat bahwa sahifah itu merupakan dokumen politik yang mempersatukan komunitas penduduk Madinah dalam kehidupan sosial politik bersama di bawah pimpinan Rasulullah SAW.
Mereka juga sepakat bahwa sahifah itu dibuat pada tahun pertama hijrah Nabi SAW ke Madinah. Ketetapan perjanjian tersebut oleh para ahli dibuat menjadi 47 pasal yang terangkum dalam Pembukaan, Pembentukan Umat, Hak Asasi Manusia, Persatuan Seagama, Persatuan Segenap Warga Negara, Golongan Minoritas, Tugas Warga Negara, Pertahanan Negara, Pimpinan Negara, Politik Perdamaian, dan Penutup.
Isi sahifah meliputi pernyataan pembentukan umat, pernyataan yang mengakui hak dan kewajiban semua golongan, pernyataan perlunya menegakkan persatuan, persamaan, kebebasan, musyawarah, keadilan, pertahanan dan perdamaian, tolong-menolong dan kerjasama, menolong yang lemah, amar makruf nahi munkar, pelaksanaan hukum dan sanksi hukum, ketakwaan dan ketaatan, dan pernyataan posisi Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin masyarakat bersatu itu.
Karena itu, bunyi naskah konstitusi itu sangat menarik. Ia memuat pokok pikiran yang mengagumkan. Dalam konstitusi itulah untuk pertama kalinya dirumuskan ide yang kini menjadi pandangan hidup modern di dunia, seperti kebebasan beragama, hak setiap kelompok untuk mengatur hidup sesuai dengan keyakinannya, dan kemerdekaan hubungan ekonomi antargolongan.
Tetapi juga ditegaskan adanya suatu kewajiban umum, yaitu partisipasi dalam usaha pertahanan bersama menghadapi musuh dari luar. Sahifah tersebut merupakan teladan dalam sejarah kemanusiaan dalam membangun dan mempersatukan masyarakat majemuk.
Maka para ahli menilai bahwa sahifah itu merupakan proklamasi berdirinya negara Islam pertama, konstitusi pertama dalam sejarah Islam karena di dalamnya terdapat dasar negara Islam yang bekerja untuk mengatur suatu umat yang heterogen, membentuk suatu masyarakat baru dan menegakkan suatu pemerintahan, yang memposisikan Nabi SAW sebagai pemimpin agama (nabi) dan sebagai kepala negara dalam waktu yang bersamaan.