Sabilal Muhtadin

Sabilah Muhtadin adalah nama sebuah kitab hasil karya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, seorang ulama besar Indonesia dari Kalimantan. Kitab ini sangat terkenal, terutama pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, karena tidak saja dibaca dan dipelajari di berbagai daerah di Indonesia, tetapi juga dibaca dan dipelajari di Masjidilharam (Mekah), Malaysia, dan Thailand.

Di Mekah, kitab ini diajarkan oleh para guru Melayu kepada orang Melayu yang datang belajar sebelum mereka dapat berbahasa Arab. Kitab ini merupakan kitab kedua yang dihasilkan ulama Asia Tenggara dengan tulisan Arab berbahasa Melayu (Jawi).

Kitab yang pertama adalah kitab fikih as-sirath al-Mustaqim (Jalan Lurus) karya Syekh Nuruddin ar-Raniri dari Aceh yang merupakan kitab fikih berbahasa Melayu terbesar ketika itu.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mulai menulis bukunya pada 1193 H/1779 M dan selesai pada 27 Rabiulakhir 1195 (22 April 1781). Buku ini ditulis atas anjuran Sultan Tahmidullah bin Sultan Tamjidullah yang memerintah di Kesultanan Islam Banjar 1778–1808.

Kitab Sabilah Muhtadin merupakan kitab fikih Mazhab Syafi‘i yang khusus membahas masalah ibadah. Buku ini terdiri dari dua jilid dengan ketebalan seluruhnya 524 halaman, yakni jilid 1 (252 halaman) dan jilid 2 (272 halaman).

Rujukan yang dipakai dalam penyusunan kitab ini adalah kitab Syafi‘iyah muta’akhkhirin (generasi terakhir), seperti Syarah Minhaj karya Syekh Zakaria al-Ansari, Mugni al-Muhtaj karya Syekh Khatib Syarbini, Tuhfah karya Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, dan Nihayah karya Syekh Jamal ar-Ramli.

Pada mulanya, selama sekitar satu abad naskah kitab ini beredar di kalangan ulama dan kaum muslimin dalam bentuk tulisan tangan yang disalin dari satu naskah ke salinan naskah yang lain.

Pencetakan dan penerbitan kitab Sabilah Muhtadin baru dilakukan pada bulan Syakban 1300 (1882 M) di Mekah atas usaha dan biaya dari Syekh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fatani, seorang ulama besar dari Patani (propinsi selatan Thailand) yang ketika itu mengajar di Masjidilharam, Mekah.

Syekh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fatani memperoleh naskah Sabilah Muhtadin dari ayahnya, Syekh Muhammad Zain bin Mustafa al-Fatani.

Syekh Muhammad Zain mendapatkannya dari gurunya, Syekh Daud al-Fatani, salah seorang sahabat Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, yang ketika menulis buku Bugyah ath-tullab menggunakan Sabilah Muhtadin sebagai salah satu kitab rujukannya dan merupakan satu-satunya kitab rujukan Syekh Daud al-Fatani yang berbahasa Melayu.

Syekh Daud al-Fatani sendiri memperoleh naskah Sabilah Muhtadin dari Syekh Syihabuddin, putra Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, ketika Syekh Syihabuddin berangkat ke Mekah dan bertemu Syekh Daud al-Fatani. Syekh Daud al-Fatani juga sempat mengoreksi naskah Sabilah Muhtadin yang diterimanya itu.

Sebelum diterbitkan, naskah Sabilah Muhtadin diperbaiki oleh Syekh Ahmad bin Muhammad Zain. Ia juga memperbaiki beberapa kekeliruan dalam penyalinan naskah kitab tersebut.

Kitab asli tulisan tangan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari sendiri tidak ditemukannya, baik di Mekah maupun di Mesir. Karena itu, naskah Sabilah Muhtadin yang dicetak dan diterbitkan adalah naskah yang ada padanya sesudah diperbaiki.

Penerbitan kedua dilakukan di Constantinopel (Turki) 1302 H/1885 M dan penerbitan ketiga di Mesir 1307 H/1889 M. Semua pencetakan dan penerbitan ini dilakukan atas usaha Syekh Ahmad. Setelah itu, barulah kitab Sabilah Muhtadin dicetak di mana-mana.

Penyebaran kitab Sabilah Muhtadin ini pada mulanya dilakukan oleh para murid Syekh Ahmad yang kembali ke daerah masing-masing setelah belajar di tanah suci, baik sebagai guru di pondok pesantren maupun sebagai pedagang.

Kemudian penyebarannya dilakukan oleh jemaah haji yang berasal dari Asia Tenggara yang setiap tahun datang ke Mekah. Kitab Sabilah Muhtadin sendiri ketika itu sudah diajarkan di berbagai daerah di Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Sebagai sebuah karya besar ulama Asia Tenggara di akhir abad ke-18, kitab ini tersimpan di berbagai perpustakaan besar di dunia Islam seperti di Mekah, Turki, dan Beirut (Libanon).

Jilid 1 dari Sabilah Muhtadin, setelah kalimat pengantar (pendahuluan), dimulai dengan pembahasan tentang taharah (bersuci) dan diakhiri dengan pembahasan tentang hal yang makruh dalam salat. Jilid 2 dimulai dengan masalah sujud sahwi dan diakhiri dengan bagian al-ath‘imah (makanan) yang membahas masalah makanan yang halal dan haram.

DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Kyai Haji Sirajuddin. Tabaqat asy-Syafi‘iyah: Ulama Syafi‘i dan Kitab-Kitabnya dari Abad ke Abad. Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1975.
Abdullah, H.W. Muhd. Shagir. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari: Matahari Islam. Pontianak: Yayasan Pendidikan & Dakwah al-Fatanah, 1983.
Abu Daudi. Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (Tuan Haji Besar). Martapura: Madrasah Sullamul ‘Ulum, 1980.
al-Banjari, Syekh Muhammad Arsyad. Sabil al-Muhtadin li at-Tafaqquh fi Amr ad-Din. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
Halidi, Yusuf. Ulama Besar Kalimantan: Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Banjarmasin: Aulia, 1980.
Steenbrink, Karel A. Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Zamzam, Zafri. Syekh Muhammad Arsyad al‑Banjari: Ulama Besar Juru Dakwah. Banjarmasin: Karva, 1979.
Zuhri, KH Saifuddin. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. Bandung: al‑Ma’arif, 1981.
Noorwahidah Haisy