Quba, Masjid

(Ar.: Masjid al-Quba)

Masjid Quba adalah masjid pertama yang didirikan Nabi SAW ketika ia sampai di Desa Quba dalam perjalanan hijrah ke Madinah (622).

Masjid ini terletak di barat daya Madinah, sekitar 4 km dari Masjid Nabawi. Masjid Quba berdiri di kaki bukit dengan telaga air jernih yang menyuburkan pepohonan dan kebun sekitarnya.

Bentuk masjid ini sederhana, terdiri dari satu ruangan bersegi empat, memiliki serambi yang diberi atap di bagian mihrab, di sekelilingnya berdinding, dan di tengah-tengahnya terdapat lapangan terbuka yang kemudian diberi nama sahn.

Tanda kiblat, tujuan arah pada waktu salat, dibuat oleh Nabi Muhammad SAW sendiri dari batu. Arah kiblat ini dibangun dua kali, pertama kali menghadap Baitulmakdis dan kedua kali ketika kiblat mengarah ke Ka’bah, Masjidilharam, di Mekah.

Masjid Quba selain merupakan tempat pelaksanaan salat jemaah pertama juga sebagai contoh bentuk dari masjid-masjid yang didirikan kemudian. Tanah tempat bangunan masjid itu adalah milik Kalsum bin Hindun yang kemudian dijadikan wakaf.

Masjid ini disebut sebagai masjid takwa dalam Al-Qur’an surah at-Taubah (9) ayat 108, “…Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.”

Pada masa Rasulullah SAW sampai al-Khulafa’ ar-Rasyidun (Empat Khalifah Besar, yaitu Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan Usman bin Affan), Masjid Quba masih merupakan bangunan sederhana.

Serambi untuk salat di sebelah utara bertiang pohon kurma, beratap datar dari pelepah dan daun kurma yang dicampur dengan tanah liat. Begitu pula pembuatan serambi di sekeliling masjid. Pada masjid ini terdapat telaga atau sumur tempat mengambil air wudu.

Pada masa Abdul Malik bin Marwan, masjid ini diperluas. Tatkala Umar bin Abdul Aziz membangun Masjid Madinah, Masjid Quba turut pula diperluas dan diperindah. Dinding dan tiang dibuat dari batu, dibuat lengkungan pada serambi bagian dalam, dan diberi atap dari bahan kayu yang kuat.

Sekitar 555 H, masjid yang mulai rusak itu diperbarui oleh Jamaluddin Asfahani, keturunan Dinasti Zanki dari Kerajaan Mosul. Sesudahnya beberapa kali diadakan pemugaran, di antaranya oleh Nasir Muhammad bin Qalawun (sultan Mamluk), perbaikan atap, dan perbaikan menara.

Sultan Muhammad II bersama putranya, Abdul Majid, dari Kerajaan Usmani (Ottoman) banyak melakukan perbaikan mengenai bentuk masjid ini. Kepengurusannya juga terus berlangsung di bawah pengawasan suatu lembaga yang menghimpun wakaf para peziarah sampai awal abad ke-20.

Sebelum pemerintah Arab Saudi memugar dan memperluas Masjid Quba, luas masjid ini sekitar 40 m2, dengan tembok yang tingginya 6 m, dan tinggi menaranya 10 m. Selain itu terdapat lapangan terbuka yang ditaburi batu kerikil.

Tempat kubahnya disebut mabrakun naqah, yaitu tempat unta Nabi Muhammad SAW menelungkup pada kedatangannya pertama kali di Desa Quba (Madinah), sedangkan mihrabnya diberi nama taqatul kasyaf.

Setelah pemugaran dengan mempergunakan arsitektur modern, Masjid Quba menjadi lebih luas dan lebih indah serta fungsinya sebagai masjid monumental dalam sejarah Islam tetap terpelihara.

Meskipun Masjid Quba ukurannya kecil dan tidak semewah masjid bersejarah lainnya, namun masjid ini tetap mendapat perhatian yang besar dari umat Islam. Masjid ini dijadikan salah satu tempat ziarah di Madinah sejak masa Rasulullah SAW sampai sekarang ini.

Daftar Pustaka

Bakar, Aboe. Sedjarah Mesdjid dan Amal Ibadah di Dalamnya. Bandjarmasin: Fa Toko Buku Adil, 1955.
Haekal, Muhammad Husain. Hayah Muhammad. Cairo: Dar al-Ma‘arif, 1971.
Hasan, Hasan Ibrahim. Tarikh al-Islam. Cairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, 1979.
Khathir, Khalil Ibrahim Malla. Fadh‘il Madinah al-Munawwarah. Madinah: Maktabah Dar at-Turas, 1993.
al-Khayyari, Ahmad Yasin Ahmad. Tarikh Ma‘alim al-Madinah. Jiddah: Muassasah al-Madinah li Sahafah, 1993.
an-Najjar. Muhammad bin Muhammad. Akhbar Madinah ar-Rasul. Mekah: Maktabah as-Saqafah, 1981.
Nasution, Muslim. Tapak Sejarah Seputar Mekah-Medinah. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
asy-Syinqithi, Ghali Muhammad al-Amin. ad-Dur ats-Samin fi Ma‘alim Dar ar-Rasul. Jiddah: Dar al-Qiblat, 1992.

M Radhi al-Hafid