Persatuan Islam

(Persis)

Persatuan Islam, yang didirikan­ oleh KH Zamzam di Bandung pada 17 September 1923, adalah sebuah organisasi Islam­ yang bertujuan untuk memberlakukan hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an dan hadis. Persis berusaha mengembalikan­ kaum muslimin kepada pimpinan Al-Qur’an dan hadis; menghidupkan jihad dan ijtihad; membasmi bid’ah, khurafat, takhayul, taklid, dan syirik; memperluas tabligh dan dakwah; dan mendirikan sekolah untuk pendidikan kader Islam.

Persis mempunyai Dewan Hisab yang bertugas menyelidiki dan menetapkan­ hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an dan hadis, kemudian mewajibkan pim­pinan pusat untuk­ menyiarkannya. Persis dengan mubalighnya yang berpikiran modern dan tajam telah menggemparkan­ dunia Islam dalam membasmi bid’ah.

Banyak ulama yang dibangunkan dari tidurnya dan kembali menunaikan kewajibannya­ menyelesaikan masalah kemasyarakatan dan di kemudian­ hari melahirkan para pemimpin Islam yang berwatak mulia.

Organisasi ini men­dapat bentuknya yang jelas setelah masuk Ahmad Hassan pada 1926 dan Mohammad Natsir pada 1927. Organisasi ini menerbitkan­ risalah dan maalah, antara lain Pembela Islam (1929–1935), al-Fatawa (1933–1935), Soal Jawab (1931–1940), al-Lisan (1935–1942), at-Taqwa (dalam bahasa Sunda 1937–1941), Lasykar Islam (1937), dan al-Hikam (1939).

Pada tahun 1940 Ahmad Hassan beserta 25 muridnya­ pindah ke Bangil, Jawa Timur, dan pesantren­ yang ada di Bandung dilanjutkan oleh KH E. Abdurrahman. Pada masa penjajahan­ Jepang, organisasi ini kurang berkembang karena menentang kebijakan penjajah yang menyuruh melakukan­ Sei kerei, yaitu memberi hormat kepada kaisar Jepang­ dengan cara membungkukkan badan 90 derajat­ ke arah Tokyo.

Pada 8 November 1945 Persis turut membidani lahirnya Masyumi di Yogyakarta, sebagai­ wadah politik umat Islam di Indonesia. Persis menjadi anggota istimewa dalam Masyumi di samping Muhammadiyah dan NU. Sejak­ ini Persis aktif di bidang politik.

KH Isa Anshari sebagai ketua Persis pada waktu itu ditunjuk sebagai ketua umum partai Masyumi wilayah Jawa Barat (1950–1954), dan pernah pula ditunjuk se­bagai anggota Dewan Pimpinan Masyumi 1954–1960. Sejak Masyumi membubarkan diri pada 13 September 1960, Persis tidak aktif lagi di bidang politik.

Pada periode kepemimpinan KH E. Abdurrahman (1961–1983), Persis mengeluarkan fatwa­ yang melarang semua anggota­ dan pesantren serta ustad untuk aktif di bidang politik praktis.

Pada masa kepemimpinan KH Isa Anshari, dapat dipersatukan Ahmad Hassan (pimpinan Pesantren Bangil) dengan KH E. Abdurrahman (pimpinan Pesantren Persis Bandung), sehingga pe­mikiran mereka bisa dijadikan bahan pertimbang­an bagi kebijakan yang hendak diambil.

Ketika Ahmad Hassan wafat, kepemimpinan­ Pesantren Bangil diserahkan kepada putranya, A. Qadir Hassan. KH E. Abdurrahman menjadi ketua umum Persis, dengan merangkap sebagai pimpinan Pesantren­ Persis Bandung. Sekarang, ketua umum Persis ialah KH Shiddiq Amienullah.

Beberapa pemikiran dasar Persis dalam berbagai masalah adalah sebagai berikut:

(1) sumber­ pokok ajaran: Al-Qur’an dan hadis;

(2) teologi: Allah mempunyai sifat 13;

(3) fikih: tidak berdasarkan pada suatu mazhab, tetapi berdasarkan­ Al-Qur’an dan hadis;

(4) akhlak:­ berdasarkan Al-Qur’an dan hadis;

(5) filsafat: perpaduan­ ayat Al-Qur’an tentang ketuhan­an, alam semesta, dan manusia, dengan pendapat ahli penge­tahuan modern;

(6) tasawuf: tidak jauh menyimpang dari rasio yang sangat diperlukan­ bagi pengembangan­ ilmu penge­tahuan dan teknologi; dan

(7) tarikh: zaman Rasulullah SAW dan al-Khulafa’ ar-Rasyidun, yakni masa yang dianggap menggambarkan­ Islam yang sebenarnya.

Daftar Pustaka

Karim, Rusli. Perjalanan Partai Politik di Indonesia, Sebuah Potret Pasang Surut. Jakarta: Rajawali Press, 1983.

Noer, Deliar. The Modernist Muslim Movement in Indonesia, atau Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900–1942, terj. Jakarta: LP3ES, 1980.

–––––––. Partai Islam di Pentas Nasional. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1987.

Stoddard, Lothrop. Dunia Baru Islam, terj. Jakarta: Panitia Penerbit, 1966.

M. DJUHRO S.