Pelajar Islam Indonesia

Pelajar Islam Indonesia adalah sebuah organisasi pelajar Islam yang didirikan pada 4 Mei 1947 di Yogyakarta. Pada nama organisasi ini tidak ditambahkan embel-embel seperti “himpunan” atau “perkum­pulan”­ agar tidak ada konotasi dengan semacam gerakan atau ke­lompok umat Islam, tetapi lebih merupakan sarana pelajar untuk membina kepribadian serta prestasi. PII adalah milik pelajar dan umat Islam, bukan milik satu kelompok tertentu.

Tujuan organisasi ini adalah menuju kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan­ Islam bagi segenap rakyat Indonesia dan umat manusia. Asas PII adalah Islam. Organisasi ini berbentuk kesatuan yang bersifat independen, yaitu tidak menjadi bagian dari golongan atau partai politik­ tertentu.

Usaha dan kegiatan PII meliputi antara lain:

(1) mendidik­ anggota menjadi orang yang berkepribadian muslim dan hanya tunduk kepada Allah SWT;

(2) mendidik anggota agar memiliki dan memelihara jiwa independen, sanggup berdiri sendiri tanpa ketergantungan kepada orang lain;

(3) mengembangkan­ kecerdasan,­ kreativitas, dan kete­rampilan ang­gota;

(4) mencetak kader pemimpin yang berkepribadi­an muslim dalam setiap bidang kehidupan;

(5) ikut berpartisipasi dalam segala kegiatan sosial untuk kepentingan­ Islam dan umat manusia;

(6) membina mental dan menumbuhkan apresiasi keilmuan dan kebudayaan Islam bagi anggotanya;

(7) membantu memenuhi minat, kebutuhan serta mengatasi problematika­ pemuda, pelajar, dan mahasiswa; dan

(8) membina dan mengembangkan apresiasi dan implementasi ajaran/syariat Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat.

Hierarki organisasi PII terdiri dari: Pengurus Besar (PB), Pengurus Wilayah (PW), Pengurus Daerah (PD), dan Pengurus Komisariat (PK). Di samping itu, ada Badan Otonom yang terdiri dari: (1) Korps PII-Wati, (2) Brigade PII, dan (3) Majlis Da’wah. Juga ada Badan Khusus yang terdiri dari: (1) Badan Pembina Korps dan (2) Badan Penelitian­ dan Pengembangan Training (BPPT). Struktur kekuasaan terdiri dari: (1) Muktamar, merupakan kekuasaan­ tertinggi; (2) Konferensi Wilayah; (3) Konferensi Daerah; dan (4) Musyawarah Komisariat­.

Keanggotaan terdiri dari:

(1) Anggota Tunas, yaitu anggota yang mengikuti pendidikan pada tingkat SD atau Madrasah Ibtidaiyah;

(2) Anggota Muda, yaitu yang mengikuti pendidikan pada ting­kat SLTP atau Madrasah Tsanawiyah dan anggota yang baru masuk PII;

(3) Anggota Biasa, yaitu: (a) Anggota Muda yang telah mengikuti basic training dan (b) Anggota Muda yang telah menunjukkan prestasi kepem-impinannya dalam kegiatan PII;

(4) Anggota Purna, yaitu:

(a) Anggota Biasa yang telah menyelesaikan studinya di perguruan tinggi sampai dengan jangka waktu setahun;

(b) Anggota­ Biasa yang telah 2 tahun atau lebih me­ninggalkan bangku sekolah; dan

(c) Anggota Pengurus Besar yang tidak terpilih kembali sampai habis masa jabatannya;

(5) Anggota Kehormatan, yaitu orang yang telah berjasa kepada organisasi PII dan keanggotaannya ditetapkan oleh Pengurus Besar atau Pengurus Wilayah.

Sejarah. Adanya konflik intern antarumat Islam pa­da tahun-tahun prakemerdekaan RI menumbuhkan kesadaran generasi­ muda Islam, yaitu timbulnya perkumpulan pemuda dan pelajar Islam. PII timbul antara lain karena gagasan seorang­ pelajar­ Islam yang bernama Joesdi Ghazali (yang kemudian menjadi ketua PII yang pertama, 1947).

Cita-cita­ nya itu disampaikan kepada rekannya yang kemudian­ mendukungnya, seperti Anton Timur Djaelani, Djanamar Adjam, Noorsjaf, Ibrahim Zarkasji, dan Amin Sjahri. Mereka sepakat hendak mendirikan suatu organisasi pelajar Islam.

Pada tanggal 30 Maret sampai 1 April 1947 ke­betulan ada kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia­ (GPII). Dalam kongres itu dibahas masalah GPII bagian pelajar. Anton Timur Djaelani, pe­mimpin kongres itu, memper­silakan Joesdi Ghaz-ali untuk mengemukakan pendapat­nya. Kemudian di­adakan diskusi tentang pelepasan GPII bagian pelajar,­ dan dilebur menjadi sebuah organisasi yang berdiri sendiri.

Pada tanggal 4 Mei 1947, bertempat di kantor GPII Jalan Margamulyo 8, Yogyakarta, terbentuklah sebuah organisasi pelajar Islam yang diberi nama Pelajar Islam Indonesia, yang disingkat PII.

Pada waktu itu hadir pula utusan dari berbagai organisasi Islam lain, seperti Persatuan Pelajar Islam Surakarta (PPIS), Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia (PPII), dan Per-satuan Kursus Islam Sekolah Menengah (Pepkisem). Yang hadir dan menaruh simpati kepada keberadaan PII antara lain adalah Sultan Hamengku Buwono IX, Ibu Fatmawati, dan Jenderal Soedirman.

Pada masa Orde Lama, PII mempunyai banyak andil secara korektif dan bergabung bersama ABRI dalam menumpas pemberontakan PKI Madiun. Salah seorang komandan Brigade PII, RM Suryosugito, seorang pelajar SMP Negeri, gugur dalam menumpas pemberontakan itu. Pada salah satu konferensi besar, PII mengeluarkan sebuah resolusi kepada­ Pemerintah “supaya memberantas aliran anti-Tuhan”.

Pada masa peralihan Orde Lama ke Orde Baru, PII juga mempunyai andil dalam gerakan demonstrasi menentang­ Soekarno dan Orde Lama, yaitu dengan cara bergabung­ da-lam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) atau dalam Ke­satuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI).

Namun, setelah melewati jalan yang panjang dan batas waktu penyesuaian diri dengan­ Undang-Undang Keormasan (UUK) 1985, PII tidak melaporkan diri kepada Menteri Dalam Negeri sebagaimana telah digariskan. Akibatnya, Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam di depan Sidang DPR-RI meng­ anggap bahwa PII telah membubarkan diri.

Daftar Pustaka

Anggaran Dasar Pelajar Islam Indonesia (AD-PII). Jakarta: Pengurus Besar-PII, 1987.
Anggaran Rumah Tangga Pelajar Islam Indonesia (ART-PII). Jakarta: Pengurus Besar-PII, 1987.
Darban, Ahmad Adaby. Sejarah Lahirnya Pelajar Islam Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1985.
Membina Generasi Lima-Lima Empat, Hasil Muknas PII XVII tanggal 18–20 Sep-tember 1986. Jakarta: PB-PII, 1987.

M. DJUHRO S.

__