Pakistan

(Islami Jamhuriya-e Pakistan)

Pakistan adalah sebuah negara republik di Asia selatan; berbatasan ­dengan Iran di barat, Afghanistan di barat laut, India di tenggara, Jammu dan Kashmir di timur laut, dan Laut Arab di selatan. Luas: 803.940 km2. Penduduk: 228.374.044 (data 2022). Kepadatan penduduk: 287/km2. Agama: Islam (97%). Bahasa: Urdu (resmi), Sind, Punjabi, Pushtu, dan Ing­gris. Ibukota: Islamabad. Satuan mata uang: rupe.

Meskipun Pakistan baru memperoleh kemerdekaannya ­dari Inggris pada 14 Agustus 1947, nama Pakistan telah dipopulerkan sejak 1933 oleh Perkumpulan Mahasiswa Muslim India di Inggris,­ yang dipimpin oleh Khaudri Rahmat Ali. Menurut­ satu versi, nama Pakistan adalah singkatan dari Punjab, Afghan, Kashmir, Sind, dan Baluchistan. Tetapi menurut versi lain, nama itu bukan sekadar singkatan, tetapi berasal dari bahasa Parsi: pak (suci) dan stan (negara).

Arti penting negara ini dalam sejarah dan perkembangan­ Islam terutama disebabkan dua hal: (1) perjuangan politiknya berlangsung pada waktu yang sama dengan perjuangan orang Hindu di India, yakni bertujuan untuk ­mendiri­kan negara tersendiri bagi umat Islam; dan (2) Pakistan berperan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan filsafat serta berhasil melahirkan sejumlah lembaga pengkajian Islam dan intelektual muslim yang berkaliber internasional.

Perjuangan Politik. Peran Pakistan dalam politik ­dapat dilihat dalam perjalanan sejarahnya yang secara garis besar dapat dipenggal menjadi dua: (1) sebelum berdiri sebagai negara tersendiri, dan (2) setelah berdiri sebagai negara Islam Pakistan hingga­ sekarang. Masa sebelum berdiri sebagai negara tersendiri dapat dibagi tiga: masuknya Islam dan islamisasi, masa pemerintahan Kerajaan Mughal, dan masa penjajahan Inggris.

Futuhat (ekspansi) kaum muslimin pertama kali ke dataran subkontinen India-Pakistan terjadi pa­da masa pemerintahan Umayah, ketika Khalifah al-Walid I (705–715) mengirim Muhammad bin Qasim dalam suatu ekspedisi ke daerah Sindi, yang pada waktu itu meliputi Punjab sekarang. Daerah tersebut pada waktu itu diperintah oleh keluarga Brahmana dan rakyat pada umumnya beragama Buddha.

Islamisasi yang sesungguhnya di negeri itu di­lancarkan oleh Mahmud Ghaznawi (971–1030), penguasa­ daerah kecil Turki di Afghanistan, yang merdeka sewaktu Kerajaan Samaniyah (204 H/819 M–395 H/1005 M) di Khurasan dan Transoksania (Asia Tengah) runtuh. Mahmud memimpin tujuh belas ekspedisi ke daratan India pada 1000–1026.

Pada 1005 ia mengalahkan para raja Hindu dan Punjab, bagian daerah Sind, dan pada 1021 ia menaklukkan Kashmir. Dalam rangkaian ­peperangan ­berikutnya (1021–1026) ia mampu­menundukkan para raja Punjab dan menghancurkan Candi Somanat.

Jika dilihat sekarang, daerah­ yang dikuasai oleh Mahmud meliputi sebagian wilayah In­dia, Afghanistan, Pakistan, Irak, dan Iran. Hal itu bisa terjadi karena penduduk daerah ini segera menjadi penganut Islam ketika ia melakukan dakwah Islam. Bahkan dengan kecenderungannya pada ilmu, ia menumbuhkan semangat keilmuan di kalangan umat Islam.

Periode Kerajaan Mughal (1526–1707) ditandai oleh bangkitnya gerakan baru Islam India-Pakistan. Pada masa ini pemerintahan muslim di India diperkukuh. Tetapi, Mughal mundur secara­ sangat drastic setelah wafat Aurangzeb atau Alamgir I (1707), sultan keenam, sementara Inggris menancapkan kukunya terutama setelah berdiri The East India Company yang menye­babkan India menjadi permata paling cemerlang bagi mahkota kerajaan Inggris.

Berdirinya negara Islam Pakistan sebenarnya melalui proses panjang. Dalam perjuangan panjang inilah terlihat karsa sederetan tokoh. Sayid Ahmad Khan mencetuskan gagasan bahwa umat Islam perlu membentuk suatu negara yang berdiri sendiri.

Ide ini muncul berdasarkan peng­amatannya bahwa di India ada tiga kekuatan sosial, yaitu umat Islam sebagai minoritas, Hindu sebagai mayoritas, dan Inggris yang mempunyai kekuasaan politik dan ilmu pengetahuan.

Menurutnya, dua kekuatan pertama sulit dipersatukan, baik dari segi politik maupun agamanya. Karena itu, ia bekerja sama dengan Inggris, demi menjaga kepentingan minoritas Islam.

Perumusan Pakistan dalam pengertian sebuah negara tersendiri bagi umat Islam pertama kali dicetuskan­ oleh Muhammad Iqbal dalam pidatonya pada siding tahunan Liga Muslim India tahun 1930. Ia berkata, “Saya ingin melihat Punjab, provinsi ­perbatasan barat laut, Sind, dan Baluchistan digabung menjadi sebuah negara.”

Pada rapat tahunan Liga Muslimin India di Lahore­ (1940), disetujui bahwa tujuan perjuangan liga adalah terbentuknya­ negara tersendiri bagi umat Islam. Dalam rapat itu Muhammad Ali Jinnah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan negara Pakistan dengan penduduk 70 juta adalah kawasan yang mencakup enam daerah: perbatasan barat laut, Baluchistan, Sind, dan Punjab di sebelah barat, serta Bengal dan Assam di sebelah timur. Pemerintahannya berada di tangan umat Islam dengan ­mengikutkan nonmuslim, sesuai perbandingan penduduk.

Ide tentang pembentukan negara tersendiri bagi umat Islam, yang bermula dari Sayid Ahmad Khan dan kemudian dicetuskan Muhammad Iqbal, akhirnya direalisasi Muham­mad Ali Jinnah. Pada 1947 Inggris menyerahkan ­kedaulatan kepada dua Dewan Konstitusi: 14 Agustus bagi Pakistan dan 15 Agustus bagi India. Sejak itulah Pakistan lahir sebagai negara Islam; Jinnah diangkat sebagai gubernur jenderal dengan gelar Quaid-i-Azam (Pemimpin Besar).

Sejak berdirinya negara Pakistan, umat Islam mencoba menerapkan konsep Islam tentang sebuah negara. Mereka memasuki masa pencarian yang terus-menerus tentang apa sebenarnya negara Islam itu. Persoalan itu merupakan bahan polemik yang berkepanjangan di kalangan tokoh Islam, baik yang berpendidikan Barat maupun ulama.

Sistem pemerintahan diajukan oleh Majelis Nasional dengan berpedoman pada RancanganUndang-Undang hasil sidang Liga Muslim pada Maret 1940, yaitu harus sesuai dengan Al-Qur’an dan hadis. Di samping itu dikeluarkan keputusan­ yang berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan undang-undang tersebut, yang antara lain memuat prinsip demokrasi, hak kebebasan, ­persamaan, toleransi, dan keadilan sosial, sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan hadis.

Sistem pemerintahan yang dirumuskan Liga Muslim tahun 1940 itu disahkan menjadi konstitusi tahun 1956. Dalam konstitusi itu negara diresmikan dengan nama “Republik Islam Pakistan”.

Namun konstitusi ini ke­mudian ditinjau kembali sehingga lahir konstitusi tahun 1962, yang antara lain menghilangkan kata “Islam” dan sebagai imbangannya mendirikan dua lembaga, yakni Dewan Penasihat Ideologi Islam dan Lembaga Penelitian Islam. Ini terjadi pada masa pemerintahan Agha Muhammad Yahya Khan.

Pada 1971 terjadi perang saudara antara Pakistan Timur dan Pakistan Barat. Pada akhirnya Pakistan Timur memisahkan diri menjadi negara baru, Bangladesh.

Agha Muhammad Yahya Khan digantikan oleh Zulfikar Ali Bhutto, yang membawa penafsiran dan tawaran baru bagi pengembangan negara Islam Pa­kistan. Ia mengawinkan konsep Islam dengan sosialisme,­ terutama dalam hal keadilan sosial. Menjelang pemilu 1977, misalnya, ia mendatang­kan imam Masjid Nabawi dan imam Masjidilharam ke Pakistan.

Kemudian ia mewajibkan hotel kelas satu meletakkan Al-Qur’an di tiap kamar; ia juga menutup klub malam, tempat judi, dan penjualan alkohol­. Akan tetapi, kaum oposisi tidak ingin ia memerintah lebih lama; maka akhirnya tokoh ­militer, Jenderal Muhammad Ziaul-Haq, mengambil ­alih kekuasaan (Juli 1977) dan menyeret Ali Bhutto ke tiang gantungan pada 4 April 1979.

Pada satu sisi, Ziaul-Haq adalah seorang muslim yang taat. Ia memperkenalkan nizam al-Islam, peraturan Islam atau islamisasi Pakistan. Pada­ Februari 1979 ia mengumum­kan berlakunya hu­kum Islam.

Selain itu, ia mem­bentuk suatu institusi yang memberikan cara mendapatkan keadilan­ de­ngan mudah kepada perseorangan yang mempunyai keluhan terhadap tindakan pejabat pemerintahan­ federal. Kantor ini didirikan pada 24 Januari 1983 dengan nama Perintah Wafiqi Mohtasib (Federal Ombudsman) 1983.

Pada sisi lain, Zia dipandang sebagai diktator, karena di samping menghukum gantung Ali Bhutto, ia juga memenjarakan setiap pendukung Ali Bhutto, termasuk putrinya, Benazir Bhutto (lahir 21 Juni 1953 di Larkana, Sind), yang masuk-keluar penjara akibat menentang kediktatoran itu.

Pada 1982 Benazir diusir dari Pakistan setelah ­dipenjarakan selama 3 tahun. Selanjutnya ia pergi ke London, menyusun kekuatan dari sana, dan pada 1986 kembalike Pakistan untuk menentang rezim Zia.

Pada 1988 Benazir Bhutto tampil menjadi perdana menteri Pakistan setelah Partai Rakyat Pakistan (Pakistan People’s Party/PPP) yang dipimpinnya menang atas Aliansi Demokrasi Islam (Islamic Democratic­ Alliances/IDA).

Dengan demikian, Pakistan,­ yang sebelumnya meng­anggap wanita tidak boleh dijadikan sebagai kepala negara,­ mengukir sejarah penting bagi perkembangan Islam. Pada 1990 ia dijatuhkan dengan tuduhan korupsi, dan digantikan­ oleh Nawaz Sharif, seorang pengagum­ Ziaul-Haq dari partai IDA.

Pada pemilu yang diselenggarakan November 1993, PPP yang dipimpin Benazir Bhutto telah berhasil mengalahkan partai IDA yang dipimpin oleh Nawaz Sharif. Keme­nangan ini telah membawa kembali Benazir Bhutto ke kursi perdana menteri. Namun kembali digulingkan oleh Sharif.

Pemerintahan Sharif sendiri akhirnya dikudeta oleh Jenderal Pervez Musharraf pada 1999. Musharraf kemudian menjadi presiden sejak pemilihan pada Juni 2001. Adapun perdana menteri sebagai pemimpin pemerintahan ialah Shaukat Aziz (sejak Agustus 2004).

Oktober 2007, mantan perdana menteri Benazir Bhutto kembali dari pengasingan. Pada Oktober-November 2007, Pervez Musharraf memenangkan pemilihan presiden tetapi ditentang oleh Mahkamah Agung. Dia menyatakan aturan darurat dan menunjuk Mahkamah Agung baru, yang menegaskan pemilihannya kembali.

November 2007, mantan perdana menteri Nawaz Sharif kembali dari pengasingan. Pada Desember 2007, Benazir Bhutto dibunuh pada rapat umum kampanye pemilihan di Rawalpindi.

Februari-Maret  2008, calon Partai Rakyat Pakistan (PPP) Yusuf Raza Gilani menjadi PM, berkoalisi dengan partai Liga Muslim Nawaz Sharif, setelah pemilihan parlemen pada Februari.

Agustus 2008, Presiden Musharraf mengundurkan diri setelah dua partai utama yang memerintah setuju meluncurkan proses pemakzulan terhadapnya. September 2008, parlemen memilih pimpinan PPP Asif Ali Zardari, duda mantan PM Benazir Bhutto yang dibunuh, menjadi presiden.

Januari 2012, panglima militer Jenderal Pervez Kayani memperingatkan konsekuensi, setelah PM Yousuf Raza Gilani mengkritik para pemimpin militer dan memecat pejabat tinggi pertahanan. Juni 2012, Mahkamah Agung mendiskualifikasi PM Gilani dari jabatannya setelah dia menolak mengajukan banding atas hukuman dalam kasus korupsi Presiden Zardari. Parlemen menyetujui Menteri Air dan Tenaga, Pervez Ashraf, sebagai penggantinya.

Juni 2013, Parlemen menyetujui Nawaz Sharif sebagai perdana menteri setelah Liga Muslim-N memenangkan pemilihan parlemen pada Mei. Tapi Agustus 2017, PM Nawaz Sharif dipaksa mundur setelah didiskualifikasi oleh Mahkamah Agung atas tuduhan korupsi. Dia divonis dan dijatuhi hukuman penjara.

Agustus 2018, mantan bintang kriket internasional Imran Khan menjadi perdana menteri dengan janji untuk mengakhiri korupsi dan politik dinasti. Ini terjadi setelah partainya Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) menjadi partai terbesar dalam pemilihan umum Juli. PTI memenangkan 116 dari 272 kursi yang diperebutkan, dan bergabung dengan beberapa partai kecil untuk menjadi mayoritas di parlemen.

Sedangkan Arif Alvi, anggota lama partai PTI dan telah menjabat dua periode sebagai anggota parlemen, dipilih oleh parlemen pada September 2018 untuk menjadi Presiden, menggantikan Mamnoon Hussain, yang masa jabatan lima tahunnya telah berakhir. Pakistan adalah republik parlementer di mana perdana menteri memegang sebagian besar kekuasaan, tetapi presiden sering memainkan peran kunci dalam krisis konstitusional.

Pengembangan Ilmu dan Filsafat. Kecenderungan kuat pada ilmu sebenarnya telah lama muncul di Pakistan. Mahmud Ghaznawi, misalnya, telah mengumpulkan sejumlah ulama untuk menulis­ tafsir, dan ia membangun madrasah dan tempat pengkajian agama.

Pada masa pemerintahan Fatimiyah di Mesir, para penyiar Islam telah memasuki Sind (909). Pada masa ini telah terdapat beberapa sarjana Islam di Sind, antara­ lain Abdul Ata dan Abu Zila, yang termasyhur sampai ke Arab.

Pada abad modern, kecenderungan itu terlihat dalam pendirian perguruan tinggi seperti­ Universitas Baluchistan, Universitas Pertanian­ Faisalabad, Government College, Lahore, dan Universitas Punjab, Lahore.

Di samping itu, Pakistan memiliki lembaga pengkajian ilmu Islam, yang merupakan sumbangan yang amat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan Islam, antara lain:

(1) Yayasan Ilmu Pengetahuan Pakistan,

(2) Akademi Ilmu Pengetahuan Pakistan,

(3) Pakistan­ Philosophical Congress,

(4) International Islamic Philosophical Association,

(5) International Iqbal Forum, Lahore,

(6) Academic Center, Lahore,­ dan

(7) West Pakistan Urdu Academy, Lahore. Pengkajian ilmu keislaman tersebut masih berlangsung terus sampai kini, dan tercatat sebagai pengkajian paling aktif tentang masalah keislaman, terutama masalah filsafat.

Budaya keilmuan di Pakistan itu telah melahirkan ­sejumlah ilmuan muslim yang berkaliber internasional, antara lain: Muhammad Iqbal (1873–1938); Abu A’la al-Maududi (1903–1979), tokoh pemikir yang cenderung ortodoks dan tradisional; M. M. Syarif (1893–1965), pendiri Pakistan Philo­sophical Congress, juga editor History of Muslim Philosophy, salah satu buku terbaik untuk sejarah filsafat saat ini; C.A. Qadir (lahir 1909), salah seorang­ pendiri Pakistan Philosophical Congress, juga penulis buku Philosophy and Science in the Islamic World; Dr. Abdus Salam (lahir 1926), penerima hadiah Nobel bidang Fisika tahun 1979; dan Fazlur Rahman, guru besar Ilmu Agama Islam di Uni­versitas Chicago, Amerika Serikat.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, K. History of India, Pakistan, and Bangladesh. Dacca: Ali Publication, 1980.
Almujahid, Syarif. Quaid-i Azam Jinnah: Studies in Interpretation. Karachi: Quaid-i Azam Academy, 1981.
Ayoob, Mahmod. “Two Faces of Political Islam: Iran and Pakistan Compared,” Asian Survey, Vol. 19, No. 1, 1979.
Aziz, Ahmad. Islamic Modernism in India and Pakistan, 1857–1964. Oxford: Oxford University Press, 1967.
Banauzizi, A. dan M. Weiner, ed. The State, Religion and Ethnic Politics: Afghanistan, Iran and Pakistan. Syracuse, NY.: Syracuse University Press, 1986.
Bhutto, Benazir. Daughter of the East. t.tp.: Hamis Hamilton, 1988.
al-Biruni. Makers of Pakistan and Modern Muslim India. Lahore: Muhammad Ashraf, 1950.
Masr, Vali. The Vanguard of the Islamic Revolution: The Jamaat-Islami of Pakistan.Berkeley: University of California Press, 1994.
Siddiqi, Mazheruddin. “Kebudayaan Islam di Pakistan dan India,” Islam Jalan Lurus, terj. Chaidir Anwar. Jakarta: Pustaka Jaya, 1980.
Symonds, Richard. The Making of Pakistan. London: Faber and Faber, 1931.
Weiss, Anita, ed. Islamic Reasssertion in Pakistan: The Aplication of Islamic Laws in a Modern State. Syracuse, NY.: Syracuse University Press, 1986.
https://www.worldometers.info/world-population/pakistan-population/, diakses pada 2 April 2022.
https://www.bbc.com/news/world-south-asia-12965779, diakses pada 2 April 2022.

 Syahrin Harahap

Data telah diperbarui oleh Tim Redaksi Ensiklopediaislam.id (April 2022)