Salah satu organisasi kemasyarakatan di Indonesia yang berdiri pada awal abad ke-20 dan bergerak di bidang pendidikan adalah Nahdlatul Wathan. Nama Nahdlatul Wathan berasal dari bahasa Arab nahdah dan al-wathan, yang berarti “kebangkitan tanah air”.
Nahdlatul Wathan didirikan pada tahun 1916 di Surabaya oleh para kiai, seperti KH Abdul Wahab Hasbullah (1888– 1971), pemimpin Pesantren Tambakberas Jombang (salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama), dan KH Mas Mansur (1896–1946), salah seorang tokoh organisasi Muhammadiyah.
Nahdlatul Wathan bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan madrasah. Dalam mencapai tujuannya, Nahdlatul Wathan mendirikan sebuah wadah pencetak kader bangsa yang akan menyambung perjuangan kaum tua.
Mula-mula wadah itu hanya merupakan sebuah kursus, tetapi lambat laun, setelah jumlah pengikutnya bertambah banyak, berubah menjadi sebuah madrasah yang juga dikenal dengan nama organisasi itu.
Madrasah Nahdlatul Wathan dipimpin oleh KH Abdul Wahab Hasbullah dan KH Mas Mansur. Gurunya mencakup antara lain Kiai Mas Alwi dan Kiai Mas Ridwan, keduanya menjadi tokoh dan pendiri Nahdlatul Ulama.
Dalam masa itu, di Singosari Malang telah berdiri sebuah madrasah dengan nama Misbahul Watan yang dipimpin oleh KH Masykur. Setelah berhubungan dengan KH Abdul Wahab Hasbullah dan atas anjurannya, KH Masykur mengubah madrasahnya menjadi Madrasah Nahdlatul Wathan dan sekaligus menjadi cabang dari Surabaya.
Pada tahun 1925 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang ketat terhadap pendidikan agama Islam, yaitu tidak semua kiai boleh memberikan pelajaran mengaji.
Peraturan ini lahir sehubungan dengan banyaknya lembaga pendidikan agama Islam yang bersikap non-kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda, termasuk di dalamnya Nahdlatul Wathan.
Dalam perkembangan berikutnya Nahdlatul Wathan dengan madrasah dan para pendirinya, kecuali KH Mas Mansur yang beralih ke Muhammadiyah, segera tenggelam dalam organisasi baru, Nahdlatul Ulama, yang berdiri pada 31 Januari 1926.
Sehubungan dengan berdirinya Nahdlatul Wathan, berdiri pula majelis pengajian yang disebut Taswirul Afkar. Majelis yang merupakan wadah tukar pikiran para ulama ini didirikan oleh para pendiri Nahdlatul Wathan di tempat yang sama, Surabaya.
Dalam majelis ini dibahas masalah agama, dakwah, sosial, dan peribadatan. Pada tahun 1917 dalam suatu pertemuan Nahdlatul Wathan diadakan musyawarah untuk membahas soal “apakah mayat seorang muslim boleh dibawa ke kubur dengan kereta yang ditarik oleh kuda”. Musyawarah ini dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto, pemimpin organisasi Sarekat Islam.
Pada tahun 1936 Tuan Guru H Muhammad Zainuddin, seorang lulusan Mekah, mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) di Pancor, Lombok Timur.
Pada tahun 1943 didirikan pula sebuah madrasah bagi pendidikan putri dengan nama Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI). Kedua madrasah ini mempunyai lebih kurang 95 cabang yang tersebar di seluruh daerah Lombok, 15 madrasah di antaranya khusus untuk pendidikan putri.
Madrasah ini terdiri atas beberapa bagian: Tahdiriyah atau Persiapan, Ibtidaiyah atau Sekolah Rakyat Islam (SRI), Mu‘allimin/Mu‘allimat, Pendidikan Guru dengan lama belajar 5 tahun, Sekolah Menengah Islam (SMI), dan Pendidikan Guru Agama (PGA).
Pelajaran di bagian Tahdiriyah dan Ibtidaiyah dititikberatkan pada mata pelajaran agama Islam. Komposisi pelajaran Mu‘allimin/Mu‘allimat adalah 70% agama dan 30% pengetahuan umum, sebaliknya SMI 30% agama dan 70% pengetahuan umum.
Pelajaran pada PGA disesuaikan dengan rencana pengajaran PGA Negeri. Pada 1953 madrasah NWDI dan NBDI dengan semua cabangnya dijelmakan dalam satu organisasi dengan nama Nahdlatul Wathan, yaitu organisasi pendidikan dan sosial dengan pusat di Pancor.
Dalam bidang iktikad (kepercayaan), Nahdlatul Wathan berpegang pada mazhab Ahlusunah waljamaah, dan dalam bidang fikih berpegang pada Mazhab Syafi‘i. Nahdlatul Wathan bertujuan untuk mempertinggi Kalimah Allah ‘Izz al-Islam wa al-Muslimin (firman Allah untuk kemenangan Islam dan kaum muslim) serta tercapainya kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Untuk mencapai tujuannya, Nahdlatul Wathan menempuh usaha sebagai berikut:
(1) mempertinggi dan menyempurnakan mutu pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam;
(2) mendirikan madrasah, sekolah, asrama pelajar, rumah yatim piatu, tempat peribadatan, serta menyediakan tenaga pendidik;
(3) menyiarkan agama Islam dengan jalan tabligh, penerbitan, dan lain-lain;
(4) mengadakan kursus, perpustakaan, dan taman bacaan;
(5) memelihara ukhuwah islamiyah dan perdamaian dalam masyarakat;
(6) mendorong masyarakat dalam tolong-menolong serta mempertinggi amal sosial dan amal jariah;
(7) mengadakan kerjasama dengan golongan lain dalam mencapai tujuan organisasi dengan ketentuan tidak merugikan Nahdlatul Wathan; dan
(8) mengadakan usaha lain yang tidak bertentangan dengan Islam. Semua usaha ini dilakukan sesuai dengan kebijakan pemerintah RI mengenai hal-hal tersebut di atas.
Untuk menangani kegiatan tersebut, Nahdlatul Wathan mempunyai bagian pendidikan, sosial, penerangan, ekonomi, serta organisasi otonom yang seasas dengannya, yaitu Muslimat Nahdlatul Wathan, Pemuda Nahdlatul Wathan, Ikatan Pelajar Nahdlatul Wathan, Persatuan Guru Nahdlatul Wathan, Nahdiyah Nahdlatul Wathan, dan Himpunan Mahasiswa Nahdlatul Wathan.
Adapun sekolah dan madrasah yang ada sampai sekarang adalah: (1) Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah, sederajat dengan Madrasah Ibtidaiyah; (2) Madrasah Ibtidaiyah; (3) Sekolah Menengah Islam; (4) Mu‘allimin/Mu‘allimat Nahdlatul Wathan; (5) Madrasah Menengah Atas; (6) Ma‘had Dar Al-Qur’an wa al-sadits; dan (7) Fakultas Tarbiyah.