Muttaqien, Engkin Zaenal

(Tasikmalaya,­ Jawa Barat, 4 Juli 1925–Bandung, 27 April 1985)

Engkin Zaenal Muttaqien adalah seorang ulama terkemuka, mubaligh, pendidik, dan cendekiawan Islam Indonesia dari Jawa Barat. Sejak tahun 1972 hingga akhir hayatnya 1985, Muttaqien memangku jabatan ketua umum Majelis­ Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat dan salah seorang ketua MUI Pusat.

Ayahnya, KH Abdullah Siraj, adalah seorang kiai, guru mengaji, dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang terpan­dang di daerah asalnya. Sejak kecil Muttaqien telah memperlihatkan­ minat yang besar terhadap ilmu keislaman. Setamat dari Mad­rasah Tsanawiyah di Tasikmalaya, ia melan­jutkan pendidikannya ke Perguruan Pesantren Tinggi di Sukabumi.

Sebagai pendidik, karier Muttaqien telah dimu­lai sejak ia duduk di Madrasah Tsanawiyah. Saat itu ia membantu ayahnya mengajar di kelas yang lebih rendah. Setelah itu dunia pendidikan tidak pernah lepas dari kehidupannya. Sejak 1944 hingga 1952 ia menjadi guru Sekolah Rakyat di Bandung, SMP di Tasikmalaya dan Bandung, serta SGA dan SGHA di Bandung. Setelah itu ia menjadi dosen agama Islam di berbagai perguruan tinggi.

Ia menjadi rektor Universitas Islam Bandung (Unisba) sejak 1972 hingga saat meninggalnya. Pada masa kepemim­pinannya, perguruan tinggi ini berkembang sangat pesat. Pada awalnya perguruan tinggi ini berada dalam kondisi yang kurang menggembirakan, na­mun di tangan Muttaqien berkembang hingga memiliki­ sebelas fakultas dan kom­ pleks kampus yang cukup luas di dua tempat di Bandung. Keberhasilannya­ ini membuatnya memperoleh gelar doctor honoris causa dari Institut Ilmu Al-Qur’an (1982).

Muttaqien memiliki perhatian yang amat besar kepada generasi muda. Ia merupakan tokoh generasi­ tua yang dapat berdialog dengan generasi muda tanpa hambatan. Sebagai mubaligh, ia memiliki gaya yang khas yang membuatnya banyak memiliki pengikut dan peng­gemar. Dalam berdakwah, ia menguraikan apa yang dijelaskannya dengan gaya santai, tanpa emosi, dan dengan kalimat yang sederhana hingga mudah dipahami­ semua kalangan. Isi ceramah Muttaqien lebih banyak menjanjikan ganjaran bahagia bagi umat yang taat.

Dalam masalah kaitan antara agama dan politik, Muttaqien berpandangan moderat. Menurutnya, masalah kenegaraan adalah persoalan politik, bukan­ akidah. Karenanya,­ secara politis negara Islam bagi umat tidak penting. Yang penting adalah persoalan bagaimana setiap muslim dapat menjalankan­ ajaran agamanya dengan baik.

Ia mengatakan bahwa tujuannya adalah membawa­ umat Islam bersatu karena persatuan merupakan iklim yang memungkinkan untuk melaksanakan­ ajaran Islam dengan baik. Untuk itu ia menyusun suatu program yang dibuatnya hingga tahun 2000 yang dinamakan Tri Program Umat. Program ini dicanangkannya pada awal abad ke-15 H.

Tri Program Umat tersebut adalah:

(1) meningkatkan pendidikan­ umat dengan segala aspeknya,­

(2) mempertinggi­ tingkat ekonomi umat, dan

(3) memperluas cakrawala dakwah.

Muttaqien juga terjun ke bidang politik. Ia menjadi ketua DPRDS Kotamadya Bandung (1952–1954) dan anggota­ DPR-GR pada 1954. Pada 1961 Muttaqien dipenjarakan selama 4 tahun karena menentang kebijakan Soekarno, presi­den pertama Indonesia, yang ingin memasukkan PKI (Partai Komunis Indonesia) ke dalam kabinet. Ia baru dilepaskan setelah G-30-S PKI gagal (1965).

Muttaqien menghasilkan lebih dari dua puluh karya tulis yang dibuatnya untuk berbagai seminar di bidang keag-amaan, pendidikan, kemasyarakatan,­ dan kenegaraan. Selain itu, ia juga menulis artikel di surat kabar dan majalah serta membuat buku kumpulan khotbah.

Muttaqien wafat setelah mengalami kecelakaan lalu lintas di Cicalengka, Bandung. Pada saat itu ia baru pulang dari memberikan ceramah di Ciamis. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA

Redaksi Tempo. Apa dan Siapa: Sejumlah Orang Indonesia 1981–1982. Jakarta: Pustaka Grafitipers, 1981.
Shadily, Hassan, et al., ed. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1989.
ADE ARMANDO

__