Murtada Mutahhari adalah seorang ulama dan filsuf terkemuka Islam kontemporer dari Iran. Ia mampu memadukan dua sisi pemikiran Islam yang sering dianggap saling bertentangan (tradisional dan rasional) dalam satu kemasan yang baik. Ia juga lazim disebut Syahid Mutahhari yang mencerminkan sosok ulama yang intelektual dan intelektual yang ulama.
Kekuatan analisis dan penguasaannya yang mendalam terhadap berbagai bidang ilmu (ilmu agama, filsafat Islam dan Barat, serta ilmu pengetahuan modern) membuat kajiannya mengenai pesoalan yang dihadapi kaum muslimin dalam abad modern sangat memikat semua lapisan, terutama kalangan intelektual muslim dan mahasiswa, yang haus akan keterangan Islami mengenai tema utama yang dihadapi manusia modern.
Tidak heran, karyanya yang berjumlah lebih dari lima puluh buah sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa, seperti Inggris, Arab, Urdu, dan Indonesia.
Karya Mutahhari yang ban-yak diminati, terutama oleh kalan-gan muda Islam, adalah antara lain Muqaddime bar Jahan Binie Islam (Mukadimah Pandangan Dunia Islam), sebuah buku berisi kumpulan dari tujuh bahasannya mengenai pandangan dunia Islam tentang manusia, makna dan tujuan hidupnya, hubungannya dengan Allah SWT dan alam semesta, perannya dalam masyarakat dan sejarah, dan sebagainya.
Karya lain yang juga sangat menarik banyak peminat adalah pembahasan kedudukan wanita dalam Islam, yang ia tuangkan dalam bukunya Huquqe Zan dar Islam (Hak Wanita dalam Islam); demikian pula Masalei Hijab (Masalah Hijab).
Selain itu, kumpulan cerita tentang orang saleh atau bijak (dikutip dari berbagai sumber keislaman seperti hadis), sejarah para imam, dan tokoh Islam lainnya, sekalipun dalam bentuk yang sangat sederhana, juga menarik banyak peminat. Buku ini, yang ia beri nama Dastane Rastan (Cerita Orang Bijak), diakui sebagai buku terbaik Iran tahun 1965.
Mutahhari menulis buku filsafat, yang terpenting di antaranya adalah Usul Falsafeh wa Rawisye Riyalism (Prinsip Filsafat dan Aliran Realisme).
Kegemilangan pemikiran Murtada Mutahhari tidak terlepas dari kesungguhannya dan girah agamanya yang tinggi sejak usia dini. Pendidikan pertama diperolehnya dari ayahnya sendiri, Syekh Muhammad Husain Mutahhari, seorang ulama yang disegani di Iran, terutama di Propinsi Khurasan.
Pendidikan itu mengantarkannya ke lingkungan santri di pusat pengkajian agama (lazim disebut Hauzah ‘Ilmiyah) di kota Masyhad (tempat makam Imam Ali ar-Rida, imam kedelapan dalam keyakinan Syiah Dua Belas; terletak di timur laut Iran) ketika ia baru berumur 12 tahun.
Pada 1937 ia berangkat ke Hauzah ‘Ilmiyah Qum, pusat pengkajian agama terbesar di Iran. Di sana terlihat bahwa ia mempunyai kecenderungan yang sangat tinggi terhadap kajian filsafat dan ‘irfan (istilah populer di kalangan Syiah untuk tasawuf).
Semua karya filsafat, baik dari filsuf Islam maupun filsuf Yunani dan Barat, ia telaah dan kuasai secara baik. Gurunya dalam kedua bidang ini, yang sangat berpengaruh pada dirinya, adalah Ayatullah Khomeini, pemimpin Revolusi Islam Iran, dan Muhammad Husin Thabathaba’i (1310 H/1892 M–1401 H/1981 M), filsuf dan mufasir abad ke-20 yang terkenal melalui karya monumentalnya al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an (Sebuah Timbangan dalam Tafsir Al-Qur’an).
Pada 1952 Mutahhari pindah ke Teheran, ibukota Iran, dan mengajar di Madrasah Marwi. Dua tahun setelah itu, ia diminta mengajar di Fakultas Ilahiyah di Universitas Teheran. Di situ, ia mengajar filsafat, logika, teologi, dan usul fikih. Cukup lama ia menjabat sebagai ketua jurusan filsafat di fakultas tersebut.
Keberadaan Mutahhari di tengah kaum intelektual Iran, yang umumnya adalah lulusan perguruan tinggi Barat, dan kemampuannya untuk meramu pemikiran Islam sehingga nyata bahwa pemikiran Islam jauh lebih unggul daripada pe-mikiran Barat, membuat suasana kampus Universitas Teheran yang sebelumnya sekular menjadi semarak dengan semangat Islam, terutama di kalangan mahasiswa. Tambah lagi, Mutahhari ternyata menunjukkan kepedulian sosial yang tinggi dan semangat jihad yang tidak pernah pudar.
Bersama-sama dengan Ayatullah Khomeini, ia menentang penguasa Iran, Syah Mohammad Reza Pahlevi (memerintah 1941–1979). Akibatnya, acap kali ia harus keluar-masuk penjara, dilarang tampil di muka umum, dibekukan kegiatan ilmiahnya, dan terpaksa mengungsi ke luar negeri untuk menyelamatkan diri.
Pada 1964, beberapa bulan setelah ditahan Syah karena dukungannya terhadap Ayatullah Khomeini, bersama-sama dengan beberapa ulama lainnya ia mendirikan organisasi Jam’iyyat-e Ruhaniyyat-e Mubariz (Himpunan Ulama Pejuang), dan mengorganisasi perlawanan terhadap Syah dari dalam negeri.
Ketika Revolusi Islam Iran yang dipimpin Ayatullah Khomeini meletus 1978–1979, Mutahhari merupakan salah seorang arsitek revolusi itu. Ketika revolusi sudah sampai di ambang pintu kemenangan, ia ditunjuk Khomeini untuk memimpin Syuraye Inqilab Islami (Dewan Revolusi Islam), yang mengendalikan roda politik di Iran.
Akan tetapi, sebelum sempat menerapkan konsep politiknya pada pemerintahan baru, hanya kurang dari 3 bulan menjelang kemenangan Revolusi Islam yang spektakular itu, ia mengembuskan napas terakhir akibat peluru teroris Furqan, kelompok ekstrem kiri yang mengidentikkan diri dengan Islam.
Peristiwa itu mengejutkan rakyat Iran dan menyakitkan hati para pejuang kemerdekaan, karena Mutahhari bagi mereka bukan hanya sebagai pemikir brilian atau sebagai suara rakyat yang tertindas, melainkan juga sebagai pejuang kemerdekaan yang gigih, terutama dalam kemerdekaan berpikir.
Sebagai peringatan atas jasa Murtada Mutahhari, rakyat Iran mempersembahkan kepadanya sebuah mars yang acap kali dikumandangkan hingga kini, menyusul kepergian jenazahnya ke pemakaman di kota Qum, di samping makam pendiri Hauzah ‘Ilmiyah Qum, Syekh Abdul Karim Hairi (1276 H/1859 M–1355 H/1936 M).
Daftar Pustaka
Bagir, Haidar. Murtada Mutahhari: Sang Mujahid, Sang Mujtahid. Bandung: Yayasan Mutahhari, 1988.
Ministry of Islamic of Iran. A Biografi of Martyr Morteza Mutahhari. Teheran: 1982.
Mutahhari, Murtada. Masyarakat dan Sejarah. Bandung: Mizan, 1985.
Umar Shahab