Musawah merupakan salah satu ajaran pokok yang dibawa Islam yang didasarkan atas firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW, yang berarti persamaan, kesetaraan, atau egalitarianisme yang mempersamakan keadaan yang serupa dengan yang lain. Istilah lainnya adalah musawiyyah.
Allah SWT berfirman yang berarti: “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya itu…” (QS.7:189).
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri (Adam), dan daripadanya Allah menciptakan istrinya (Hawa). Dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubu-ngan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (QS.4:1).
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu” (QS.49:13).
Dari ayat tersebut para ahli tafsir, seperti Thabathaba’i (w. 1307 H/1889 M) dan al-Qurtubi (w. 671 H/1273 M), menyimpulkan bahwa tidak layak seseorang atau suatu kelompok membanggakan diri atau menghina orang lain.
Di samping mengandung larangan agar manusia tidak mem-bangga-banggakan nasab (asal keturunan)nya, ayat tersebut juga menegaskan bahwa tolok ukur keutamaan manusia itu ada pada ketakwaannya kepada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Hai manusia, sesungguhnya Tuhan kamu adalah satu dan bapak kamu adalah satu. Kamu sekalian adalah keturunan Adam dan Adam berasal dari tanah. Yang paling mulia di antara kamu bagi Tuhan adalah yang paling takwa di antara kamu. Tidaklah lebih mulia orang Arab dari orang bukan Arab, orang bukan Arab dari orang Arab, orang berwarna dari orang putih, orang putih dari orang berwarna, kecuali karena takwanya” (HR. Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali).
“Dan sesungguhnya Allah tidak memandang kepada kemuliaan kamu, kepada nasab kamu, kepada perawakan kamu, kepada harta kamu, akan tetapi Dia memandang kepada hati kamu. Maka siapa yang hat-inya baik Allah akan mengasihinya dan sesungguhnya kamu adalah anak-anak Adam, dan Dia paling menyukai kamu yang paling takwa” (HR. Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad bin Hanbal).
Prinsip persamaan dalam Islam mencakup berbagai aspek kehidupan:
(1) Persamaan dalam unsur kemanusiaan dan penciptaannya.
(2) Persamaan dalam hak sipil dan perlakuan. Allah SWT berfirman yang berarti: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di an-tara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil” (QS.4:58).
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya” (QS.4:135).
(3) Persamaan hak belajar. Rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu pengetahuan wajib atas setiap laki-laki dan perempuan” (HR. Ibnu Majah).
(4) Persamaan hak bekerja. Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah (2) ayat 198 yang berarti: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu” dan surah al-Jumu‘ah (62) ayat 10 yang berarti:
“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
(5) Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam memiliki dan di depan hukum. Allah SWT berfirman yang berarti:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonkanlah kepada Allah karunia-Nya” (QS.4:32).
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka telah kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” (QS.5:38)
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan agama Allah)…” (QS.24:2).
(6) Persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam tanggung jawab dan menerima balasan di dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman dalam surah an-Nahl (16) ayat 97 yang berarti:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
(7) Persamaan hak antara muslim dan nonmuslim. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Siapa yang menganiaya Zimi (orang non-muslim yang tinggal di wilayah kekuasaan Islam) maka ia telah men-ganiayaku” (HR. Ahmad bin Hanbal).
“Siapa yang menganiaya mu‘ahid (orang nonmuslim yang membuat perjanjian dengan orang Islam), mengu-rangi haknya, membebaninya atas sesuatu di luar batas kemampuannya atau mengambil sesuatu daripadanya dengan cara yang tidak baik, maka ia menjadi musuhku di hari kiamat” (HR. Abu Dawud).
(8) Persamaan hak dalam memilih agama dan keyakinan. Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah (2) ayat 256 dan surah YØnus (10) ayat 99 yang berarti: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)” (QS.2:256); “Apa kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” (QS.10:99).
Prinsip persamaan ini juga merupakan salah satu ketetapan Piagam Madinah, suatu perjanjian tertulis yang dibuat Nabi Muhammad SAW bersama penduduk Madinah, baik kaum muslimin maupun Yahudi dan kaum pagan (tidak beragama), pada tahun pertama Hijriah (622 M).
Dalam piagam tersebut kaum muslimin dan kaum Yahudi bersama sekutu mereka memperoleh perlindungan, perlakuan yang baik, dan persamaan hak (hak hidup, hak keamanan diri, dan hak membela diri), persamaan kewajiban dalam mempertahankan keamanan kota Madinah, persamaan dalam membiayai perang apabila diperlukan, dan persamaan hak kebebasan dalam memilih agama dan keyakinan. Seluruh penduduk Madinah memperoleh status yang sama dalam kehidupan sosial.
Prinsip persamaan yang dibawa Islam juga menghapuskan sistem masyarakat kesukuan yang menimbulkan asabiah (fanatisme kelompok atau keluarga) dan nasab (asal keturunan). Prinsip persamaan (musawah) dalam Islam tersebut telah menjadi salah satu dasar bagi pembentukan bangsa dan negara yang masyarakatnya bercorak pluralistik.
Daftar Pustaka
Nasution, Harun dan Bachtiar Effendi, ed. Hak Azasi Manusia dalam Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987.
al-Qurtubi, Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Ansari. Tafsir al-Qurtubi al-Jami‘ li Ahkam Al-Qur’an. Cairo: Dar asy-Sya’b, t.t.
Qutub, Sayid. al-‘AdÎlah al-Ijtima‘iyyah. Riyadh: Dar al-Kutub al-‘Arabi, t.t.
Thabathaba’i, Muhammad Husin. al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an. Beirut: Mu’assasah al-A‘la, 1973.
Wafi, Ali abd al-Wahid. al-Musawah fi al-Islam. Cairo: t.p., 1965.
Ibnu Hisyam, Abdul Malik bin Hisyam al-Himyari. as-Sirah an-Nabawiyyah. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halami, 1355 H/1936 M.
J. Suyuti Pulungan