Musabaqah Tilawatil Qur’an

(MTQ)

Istilah Musabaqah Tilawatil Qur’an secara harfiah berarti “perlombaan seni membaca Al-Qur’an”. Meskipun tersurat demikian, pada praktiknya yang dilombakan tidak terbatas pada seni membaca Al-Qur’an, tetapi juga mencakup hal lain yang berkaitan dengan pemahaman kandungan Al-Qur’an itu sendiri.

Sejauh ini, penyelenggaraan MTQ telah menjadi program­ rutin pemerintah. Hal ini terlihat dari keterlibatan pemimpin pemerintahan (bupati, wali kota, gubernur, dan presiden, sesuai dengan tingkat penyelenggaraan MTQ) secara langsung dalam setiap acara pembukaan.

Secara teknis, MTQ diadakan dengan tujuan untuk mencetak dan menjaring qari dan qariah yang andal pada masing-masing tingkatan (kecamatan, kabupaten/kota madya, propinsi, dan negara).

Di balik tujuan jangka pendek­ dan pragmatis tersebut terdapat tujuan utama yang lebih mulia dari sekadar menjaring pembaca dan penghafal Al-Qur’an, yakni mengupayakan adanya internalisasi ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan kandungan Al-Qur’an. Perlombaan membaca Al-Qur’an merupakan sarana bagi peningkatan pemahaman dan internalisasi nilai-nilai Islam.

Alasan normatif mengapa MTQ diadakan secara rutin dan dilembagakan secara formal sekurang-kurangnya­ didasarkan pada dua buah hadis yang populer di kalangan­ umat Islam: “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu” (HR. an-Nasa’i); dan “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari).

Berdasarkan dua hadis tersebut, umat Islam mempunyai alasan cukup untuk menyelenggarakan MTQ, dan karena itu MTQ memperoleh justifikasi teologis. Membaca Al-Qur’an dengan baik disertai dengan lantunan suara yang merdu adalah perintah Nabi Muhammad SAW.

Demikian pula mempelajari Al-Qur’an adalah salah satu ibadah yang mulia. Oleh karena itu, MTQ merupakan salah satu bentuk realisasi perintah Nabi SAW.

Di samping landasan normatif, MTQ juga dapat di­ selenggarakan dengan alasan psikologi keagamaan, yakni bahwa banyak orang yang merasa terharu dan tersentuh ketika dibacakan ayat Al-Qur’an dengan suara yang merdu.

Selain itu bagi kalangan muslim, MTQ merupakan salah satu bentuk syiar Islam demi sosialisasi seni membaca Al-Qur’an serta seluk-beluknya.

MTQ di Indonesia diadakan secara bertingkat, mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi, dan nasional. Dari tingkat kecamatan, kabupaten, dan propinsi dijaring qari dan qariah serta hafiz dan hafizah terbaik untuk diikutsertakan dalam perlombaan tingkat yang lebih tinggi, demikian seterusnya hingga tingkat nasional.

Dengan sistem penyelenggaraan berjenjang dan ketat diharapkan akan muncul qari dan qariah di tingkat nasional. Demikian pula sistem perlombaan (musabaqah) seperti itu dapat membuka peluang bagi terjaringnya qari dan qariah baru.

MTQ tingkat nasional saat ini diadakan setiap 3 tahun sekali. Sejak diadakan pertama kali di Ujungpandang (kini Makassar, Sulawesi Selatan) pada 1968 hingga tahun 2003, MTQ tingkat nasional telah diadakan sebanyak dua puluh kali.

Pada tingkat nasional, kafilah (rombongan) dari masing-masing propinsi memperlihatkan kepiawaian mereka dalam membaca Al-Qur’an. Di samping penilaian individual atas kemampuan peserta lomba, dalam MTQ juga terdapat penilaian kolektif berdasarkan asal kafilah.

Dalam MTQ tingkat nasional, juara umum menjadi impian setiap propinsi. Setelah terjaring, qari dan qariah terbaik tingkat nasional akan diikutsertakan dalam MTQ pada tingkat di atasnya, baik regional maupun internasional.

Sampai saat ini Indonesia tidak pernah absen untuk ikut serta dalam MTQ tingkat internasional, bahkan mantan menteri Agama, KH Mohammad Tolchah Hasan, sempat memunculkan gagasan bahwa sekarang sudah saatnya Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan MTQ tingkat internasional.

Gagasan itu didasarkan pada kenyataan­ bahwa Indonesia telah berpengalaman­ dalam menye­lenggarakan­ MTQ tingkat­ nasional puluhan kali.

Meskipun secara tersu­rat MTQ hanyalah perlombaan­ seni baca Al-Qur’an, materi yang dilombakan tidak terbatas­ pada seni baca Al-Qur’an. Dalam MTQ tingkat­ nasional, materi yang dilomba­ kan adalah tilawah Al-Qur’an (seni membaca­ Al-Qur’an), Hifz Al-Qur’an (hafalan Al-Qur’an),­tasfir Al-Qur’an (menafsirkan­ Al- Qur’an), fahm Al-Qur’an (memahami Al-Qur’an), syarh Al-Qur’an (menjelaskan Al-Qur’an), dan khatt Al-Qur’an (kaligrafi Al-Qur’an). Cabang tahfidz (hafalan) yang diperlombakan terbagi menjadi dua:

Tahfidz untuk seluruh Al-Qur’an (30 juz) dan tahfidz untuk sebagian Al-Qur’an (5, 10, 20 juz). Materi lomba ini kemudian dibagi lagi ke dalam kelompok umur (anak-anak, remaja, dan dewasa) dan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan).

Sebagian materi lomba juga dibagi lagi ke dalam kelompok sosial tertentu, misalnya kelompok tunanetra. Pembagian seperti ini diharapkan dapat merangkul semua unsur/kelompok masyarakat sesuai dengan kapasitas dan keahliannya masing-masing.

Materi yang dilombakan dalam MTQ sangat beragam, yang kesemuanya bertujuan memperdalam pemahaman peserta terhadap kandungan Al-Qur’an. Pada beberapa MTQ tingkat propinsi di daerah tertentu diadakan juga festival rebana dan nasyid.

Persiapan dan pembinaan para qari dan qariah yang akan mengikuti MTQ ini dilakukan oleh Lembaga Pengem­ bangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) yang telah terbentuk­ mulai dari tingkat kabupaten sampai nasional dengan menjalin kerjasama pada pemerintah masing-masing tingkat.

Pada tingkat kabupaten atau kota madya, LPTQ bertugas menjar-ing dan membina qari dan qariah tingkat kabupaten yang akan diikutsertakan dalam MTQ tingkat propinsi; dan LPTQ propinsi bertugas menjaring dan membina qari dan qariah tingkat propinsi yang akan diikutsertakan dalam MTQ tingkat nasional.

Di samping penjaringan dan pembinaan tingkat qari dan qariah, LPTQ juga aktif menggelar berbagai kajian, seperti lokakarya qari dan qariah serta hafiz dan hafizah.

Di samping MTQ, di Indonesia juga ada lomba seni baca dan pemahaman Al-Qur’an, yakni Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ). STQ dilaksanakan 2 tahun sekali dan tahun pelaksanaannya berbeda dari tahun pelaksanaan MTQ.

Hingga 2004 pada tingkat nasional telah dilaksanakan STQ sebanyak tujuh belas kali. Berbeda dengan MTQ, dalam STQ hanya dilombakan beberapa cabang, yakni tilawah Al-Qur’an, hifz Al-Qur’an, dan tafsir Al-Qur’an. Tujuan STQ adalah memilih qari dan qariah terbaik tingkat nasional yang akan diutus untuk mengikuti MTQ tingkat­ internasional.

Pada perkembangan lebih lanjut, penyelenggaraan MTQ tidak terbatas pada rangka penjaringan dan pembinaan para qari dan qariah, tetapi MTQ juga digelar di kalangan profesional, seperti wartawan, tentara, dan polisi. Tentunya penyelenggaraan MTQ di kalangan profesional ini berbeda dari yang dilaksanakan oleh pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Pelita, 21 Juni 1999, hal. 9.
Pelita, 28 September 1999, hal. 9.
Pelita, 29 April 2000, hal. 7.
Pelita, 3 Mei 2000, hal. 7.
Pelita, 3 November 2000, hal. 7.
Pelita, 15 November 2000, hal. 7.
Pelita, 9 Desember 2000, hal. 7.

Din Wahid