Mongol adalah nama satu bangsa di Mongolia. Bangsa ini berasal dari tokoh setempat, Alanja Khan, yang berputra dua: Tatar dan Mongol. Pada abad ke-13, keduanya berperang dan berakhir dengan kemenangan Mongol.
Setelah menjadi bangsa besar, Mongol mulai melebarkan wilayah dengan menaklukkan daerah yang sebelumnya dikuasai Islam. Mereka belum memeluk Islam, tetapi keturunan Hulagu Khan (1217–1265) kemudian menganut Islam.
Ahmad Syalabi dalam bukunya Mausu‘ah at-Tarikh al-Islami (Ensiklopedi Sejarah Islam) terbitan Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, Cairo, 1970 dan Khudni Bek dalam bukunya Muhadarah Tarikh al-Yaman al-Islamiyyah (kuliah tentang sejarah Yaman) menyatakan bahwa bangsa ini berasal dari seorang tokoh terkemuka setempat bernama Alanja Khan. Ia mempunyai dua orang putra bernama Tatar dan Mongol.
Keduanya hidup rukun dan sejahtera dan dapat melahirkan keturunan yang banyak sehingga keduanya menjadi puak yang berbeda, masing-masing puak Tatar dan puak Mongol.
Pada saat puak Mongol dipimpin Ilkhan (Hulagu Khan; 1217–1265) dan Tatar oleh Sanja Khan, keduanya berselisih dan perselisihan tersebut melibatkan keduanya ke dalam kancah peperangan yang berakhir dengan kemenangan Sanja Khan dari Tatar.
Puak Mongol selanjutnya berada di bawah kekuasaan Tatar. Setelah puak Mongol kuat kembali, mereka menggulingkan kekuatan Tatar dan tampil sebagai penguasa puak yang ada.
Pada abad ke-12, puak Mongol dipimpin Yasughi Bahadur Khan. Ia mempersatukan tiga belas suku dari ras Mongolid, kemudian membentuk suatu kekuatan militer yang amat tangguh sehingga ditakuti daerah sekitarnya. Sepeninggal Yasughi, pimpinan puak dipegang oleh Temujin (1167–1227), putranya sendiri, yang ketika naik takhta baru berusia 13 tahun.
Kendati masih muda, ia cukup cakap dan mempunyai ambisi besar untuk menguasai wilayah lain di luar Mongolia. Sebelum memenuhi obsesinya itu, ia melakukan konsolidasi intern dengan memperkokoh konfederasi dan memperkuat bidang militernya. Pada 1206 ia menyelenggarakan pesta besar bersama semua kepala suku yang berada dalam persekutuannya.
Pesta juga dihadiri segenap tokoh masyarakat dan ahli agama. Pada saat inilah para pemuka agama mengemukakan bahwa “langit” telah memberi gelar Jengiz Khan kepada Temujin yang berarti “raja yang kuat dan perkasa”. Pada saat itu pula Jengiz Khan mengumumkan berlakunya undang-undang yang disebut Alyasak, yang mengatur kehidupan rakyat dan berlaku untuk semua puak yang berada dalam konfederasi Mongol.
Keyakinan Jengiz Khan akan kepatuhan rakyatnya terhadap undang-undang yang dikeluarkan itu dan ketaatan mereka terhadap raja serta sikapnya yang ambisius dan berani, membuat ia sangat antusias untuk mewujudkan obsesinya menguasai wilayah sekitarnya.
Pertama-tama ia berusaha untuk menguasai Cina. Pada 1215 ia dapat menduduki Peking (ibukota Cina saat itu; sekarang Beijing). Setelah itu, ia mencoba mengkonsentrasikan perhatiannya ke sebelah barat, wilayah yang dihuni umat Islam.
Untuk mewujudkan impiannya itu, pertama-tama ia mengadakan kontak dagang dengan pihak Khawarizm sebagai usaha mengenali situasi dan kondisi kekuasaan Islam di Asia tengah.
Alauddin Muhammad Khawarizm Syah (w. Mazindaran, 1220) menerima kontak diplomasi perdagangan ini dengan amat hati-hati, sehingga tidak lama setelah itu, para pedagang Mongol yang beroperasi di pasar Utrar ditangkap penguasa lokal karena dicurigai sebagai matamata.
Namun, alasan yang dikemukakan penguasa Utrar atas penangkapan tersebut adalah, bahwa para pedagang Mongol tersebut melakukan tindakan kasar yang merugikan pedagang setempat. Penangkapan tersebut menimbulkan reaksi yang cukup hebat dari Jengiz Khan.
Ia meminta kepada Alauddin untuk menyerahkan penguasa yang menangkap delegasi perdagangannya. Alauddin menolak permintaan-nya itu. Penolakannya ini menjadi alasan bagi Jengiz Khan untuk menyerang Dinasti Khawarizm.
Pertempuran antara dua kekuatan terjadi di Turkistan. Namun dalam pertempuran pertama ini masing-masing tidak mampu mengalahkan lawannya sehingga keduanya pulang ke negerinya masing-masing tanpa membawa kemenangan.
Pada 1220 Jengiz Khan bersama pasukannya datang ke Bukhara untuk melakukan serangan terhadap kekuatan Khawarizm. Pasukan Alauddin yang berjumlah 20.000 orang gagal menahan serangan Mongol yang berkekuatan 70.000 orang tentara.
Jengiz Khan memerintahkan agar seluruh penduduk Bukhara meninggalkan kota tanpa membawa apa-apa selain pakaian yang melekat di badan. Mereka yang tetap bertahan di dalam kota dibunuh. Setelah itu, mereka melakukan perusakan terhadap bangunan masjid dan madrasah, serta membakar kitab suci Al-Qur’an dan kitab lain yang mereka temui di ruangan perpustakaan.
Ibnu Asir (w. 1233), seorang sejarawan muslim terkenal, pengarang al-Kamil fi at-Tarikh (sejarah Islam lengkap, diedit oleh C.J. Tornberg dalam 14 jilid antara 1851 dan 1876), menyatakan bahwa perusakan tersebut menjadikan Bukhara rata bagaikan tak pernah ada sebelumnya.
Dari Bukhara Jengiz Khan melanjutkan serangannya ke Samarkand. Alauddin mencoba bertahan dengan kekuatan 50.000 tentara. Namun, nasib Samarkand sama dengan Bukhara. Pasukan Jengiz Khan terus melakukan penaklukan ke kota Qinji, Nisabur, Mazindaran, Ray, Hamazan, Zinjan, Qazwin, Azerbaijan, dan Tibris. Di kota ini pun mereka melakukan pembunuhan besar-besaran.
Amir Ali, pengarang buku The Spirit of Islam (Semangat Islam; terbitan I 1922, cetakan ulang 1978, Delhi, India), menyatakan, tidak kurang dari 1.747.000 orang tewas terbunuh di Nisabur, dan tidak kurang dari 1.600.000 orang tewas terbunuh di Herat oleh pasukan Jengiz Khan. Sultan Alauddin Muhammad Khawarizm Syah tewas terbunuh dalam peperangan di Mazindaran 1220.
Salah seorang dari keturunan Jengiz Khan yang amat berpengaruh dalam sejarah adalah Hulagu Khan. Ia mewarisi wilayah kekuasaan Persia, Suriah, dan Asia Kecil. Di Persia, ia berusaha menghancurkan kelompok Hasyasyin, sebuah sekte Syiah Ismailiyah. Untuk rencana ini, ia mendapatkan dukungan dari penguasa Irak, Khurasan, Azerbaijan, dan Georgia. Dalam waktu singkat kekuatan Hasyasyin dapat dilumpuhkan pada 1256.
Setelah berhasil menghancurkan Hasyasyin, Hulagu berambisi menguasai Baghdad karena pemerintah Baghdad belum tunduk kepadanya. Untuk memenuhi ambisinya, ia mengirim surat kepada Khalifah al-Musta‘sim yang berisi tekanan agar ia menghancurkan benteng pertahanan, menimbun parit jebakan, serta menyerahkan kekuasaan kepada Hulagu.
Khalifah al-Musta‘sim menolak semua tuntutan itu dan menyatakan siap untuk menangkal serangan Hulagu. Penolakan tersebut menimbulkan reaksi yang hebat dari Hulagu dan ia segera mempersiapkan pasukannya untuk menyerang Baghdad.
Dengan didampingi tokoh Syiah seperti Nasiruddin at-Tusi, Abu Bakar Saad Jangki, Nasir as-Sa‘di, dan Badaruddin Lu’lu, serta panglima perangnya Kitbuga, Hulagu beserta pasukannya bergerak menuju Baghdad dan membagi pasukannya itu atas beberapa divisi sehingga Baghdad terke pung dari semua penjuru.
Khalifah melihat tidak ada celah untuk keluar dari kepungan tersebut, sehingga ia meminta kepada Hulagu untuk berdamai. Tawaran damai yang dibawa panglima perangnya Syarifuddin Jauzi ditolak oleh Hulagu, dan Wazir (menteri) Ibnu Aqlami mengisyaratkan agar khalifah sendiri yang datang menemui Hulagu untuk perundingan damai.
Pada 10 Februari 1258, khalifah keluar dari kota menuju pangkalan Hulagu dengan dikawal 3.000 orang pasukan perang. Ia membawa hadiah barang perhiasan yang amat berharga agar Hulagu memenuhi permintaan damainya. Hadiah tersebut diterimanya tetapi permohonan damai ditolak.
Kemudian Hulagu memerintahkan agar khalifah mengumumkan kepada rakyatnya untuk meletakkan senjata. Dengan leluasa Hulagu menghancurkan Baghdad beserta rakyatnya dalam tempo satu minggu. Tidak kurang 1.800.000 orang tewas di tangan pasukannya, termasuk khalifah sendiri.
Namun, salah seorang putra khalifah berhasil melarikan diri ke Suriah dan membawa seluruh atribut kebesaran khalifah Baghdad. Dialah yang nantinya diangkat oleh Baybars I, raja Dinasti Mamluk di Mesir, sebagai khalifah.
Hulagu Khan sendiri meneruskan serangannya ke Suriah dan dari Suriah ia ingin memasuki Mesir. Akan tetapi, di Ain Jalut (Goliath) ia dikalahkan pada 1260 oleh Baybars I. Setelah itu, Baghdad dan daerah yang ditaklukkan Hulagu untuk jangka waktu sekitar 100 tahun diperintah Dinasti Ilkhan.
Ilkhan adalah gelar yang diberikan kepada Hulagu. Hulagu tidak beragama Islam dan anaknya Abaga (1265–1281) masuk agama Kristen. Baru cucunya Tagudar yang pertama-tama masuk Islam dengan nama Ahmad, yang diikuti raja berikutnya. Dinasti yang didirikan Hulagu Khan ini akhirnya pecah menjadi beberapa kerajaan kecil.
Daftar Pustaka
Ali, Ameer. Short History of the Saracens. New Delhi: Kitab Bavan, 1981.
Brockelmann, Carl. History of the Islamic People. London: Routledge and Kegan Paul, 1980.
Hasan, Hasan Ibrahim. Tarikh al-Islam: as-Siyasi wa ad-Dini wa ats-Saqafi wa al-Ijtima‘i. Cairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, 1979.
Holt, P.M. The Cambridge History of Islam. London: Cambridge University Press, 1977.
Ibnu al-Asir. al-Kamil fi at-Tarikh. Beirut: Dar al-Fikr, 1977.
Saunders, J.J. A History of Medieval Islam. London: Routledge and Kegan Paul, 1972.
Spuler, Bertold. Geschichte der Mongolen, atau History of the Mongols, terj. Helga & Stuart Drummond. London: Routledge & Kegan Paul, 1992.
Syalabi, Ahmad. Mausu‘ah at-Tarikh al-Islami wa al-Hadarah al-Islamiyyah. Cairo: al-Maktabah an-Nahdah al-Misriyyah, 1979.
Dede Rosyada