Mathla’ul Anwar

Mathla’ul Anwar (MA) adalah nama sebuah organisasi kemasyarakatan di bidang sosial, pendidikan, dan dakwah. MA didirikan KH E. Muhammad Yasin dan kawannya pada 11 Syawal 1334/10 Juli 1916 di Menes, Jawa Barat. Semula MA hanya menyelenggarakan pendidikan Islam di Menes untuk membentuk manusia muslim yang berakhlak mulia serta taat syariat. Karena sambutan masyarakat, MA juga berkembang menjadi organisasi pendidikan nonformal dan dakwah.

Organisasi Mathla’ul Anwar bersifat keagamaan, independen, berakidah Islam menurut ahlusunah waljamaah, dan berasaskan Pancasila. Tujuan MA adalah:

(1) terwujudnya masyarakat Indonesia yang Pancasilais, bertakwa kepada Allah SWT, sehat jasmani dan rohani, berilmu pengetahuan, cakap dan terampil, serta berkepribadian Indonesia;

(2) terwujudnya nilai ajaran Islam pada lembaga pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan; dan

(3) terwujudnya keluarga dan masyarakat yang bahagia dan sejahtera.

Untuk mencapai tujuan tersebut, MA melakukan usaha:

(1) mendirikan, membina, dan mengelola lembaga pendidikan dan pengajaran serta melaksanakan dakwah;

(2) membina, memupuk, dan menyalurkan bakat para pelajar, mahasiswa, dan pemuda agar dapat menjadi insan yang mandiri dan terampil;

(3) membina dan menyantuni anak yatim piatu, fakir miskin, orang jompo, dan orang cacat;

(4) mengusahakan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat;

(5) mengadakan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;

(6) mengadakan kerjasama dengan badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang sejenis; dan

(7) mengadakan usaha lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam dan perundang yang berlaku.

Organisasi MA meliputi bidang organisasi/kaderisasi, pendidikan, penelitian dan pengembangan, ekonomi/keuangan, sosial/kesejahteraan, penerangan/dakwah, pemuda, olahraga dan kesenian, pembinaan muslimah, pembinaan hukum dan pembelaan, serta hubungan luar negeri.

Struktur organisasi MA terdiri atas: pengurus tingkat pusat, tingkat wilayah, tingkat daerah, tingkat cabang, tingkat ranting, dan badan otonom. Organisasi tingkat pusat terdiri atas:

(1) Dewan Pembina, yang meliputi ketua, wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, dan beberapa anggota;

(2) Majelis Fatwa, yang meliputi ketua, wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, dan 45 anggota (ulama pusat dan daerah);

(3) Pengurus Besar, yang terdiri atas ketua umum, ketua, sekjen, wakil sekretaris, bendahara umum, bendahara, dan ketua departemen serta biro.

Untuk pertama kali Pengurus Besar dipegang oleh KH E. Muhammad Yasin dan berikutnya oleh KH Uwes Abu Bakar. Pada Muktamar XII tahun 1975 diputuskan, ketua dipegang oleh H Nafsirin Hadi, kemudian pada Muktamar XIII tahun 1985 oleh KH E.A. Burhani, dan pada Muktamar XIV tahun 1991 oleh Drs. H M. Irsyad Djuwaeli.

Lembaga pendidikan yang didirikan MA, sampai dengan tahun 1985 tercatat: 4.706 buah Madrasah Ibtidaiyah, 737 buah Madrasah Tsanawiyah, 311 buah Madrasah Aliyah, dan 771 buah pondok pesantren.

Murid seluruh lembaga pendidikan tersebut di atas tercatat sebanyak 344.614 orang. Di samping itu, MA memiliki puluhan sekolah taman kanak-kanak, lembaga keterampilan dan tempat kursus, bahkan telah memiliki perguruan tinggi. Untuk ikut serta menanggulangi masalah sosial, MA juga mendirikan yayasan untuk menyantuni anak yatim piatu dan orang jompo.

Kurikulum yang dipakai MA adalah sebagai berikut: sekolah agama disesuaikan dengan kurikulum Departemen Agama RI dan sekolah umum disesuaikan dengan kurikulum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Keuangan organisasi diperoleh dari: (1) iuran anggota; (2) sumbangan yang tidak mengikat; (3) zakat, infak, sedekah, wakaf, dan hadiah; dan (4) usaha yang sah dan halal.

Untuk lancarnya kegiatan pada masing-masing tingkat kepengurusan, biaya yang dipergunakan diambil dari kas masing-masing yang diperoleh dari bantuan dan kerjasama dengan lembaga pemerintah, swasta, perseorangan, dan usaha lain yang dibenarkan dalam AD/ART.

Sejak berdirinya, MA telah mengalami perkembangan yang cukup pesat walaupun juga menghadapi berbagai kendala. Sampai dengan tahun 1985 telah berdiri 183 cabang MA di 23 propinsi.

Ketika terjadi pemberontakan masyarakat Menes terhadap pemerintah kolonial Belanda, banyak tokoh dan murid sekolah MA dibuang ke Digul, dengan tuduhan ikut terlibat dalam pemberontakan tersebut.

Tokoh yang dibuang antara lain KH Abdul Hadi dan K. Husen. Sejak saat itu pemerintah kolonial terus menaruh kecurigaan terhadap tokoh MA dan membatasi ruang gerak mereka.

Suasana ini dialami, baik pada masa pemerintahan kolonial Belanda maupun pada masa pemerintahan Jepang. Akan tetapi, karena semangat pengabdian dan dakwahnya yang tidak pernah padam, kegiatan organisasi tidak pernah terhenti.

Pada 1930-an dan 1943, MA berhasil menyelenggarakan beberapa kali muktamar. Pada saat meletusnya G-30-S/PKI, MA juga mendapat teror dari pihak PKI, namun semuanya dapat diatasi dengan baik. Bahkan tokoh MA turut berandil dalam menghadapi dan menumpas gerakan tersebut.

Pada Muktamar MA XII tahun 1975, telah dilahirkan keputusan yang sangat penting dalam perjalanan organisasi ini, antara lain: memasukkan Pancasila ke dalam anggaran dasar, menyusun program untuk mempersiapkan berdirinya perguruan tinggi, dan menetapkan komposisi kepengurusan untuk periode tahun 1975–1980.

Pada muktamar ini terpilih H Adam Malik dan B.M. Diah sebagai pelindung, serta H Nafsirin Hadi sebagai ketua.

Muktamar XIII MA pada 1985 telah melahirkan keputusan, antara lain memasukkan Pancasila sebagai asas pada anggaran dasar, dan menetapkan komposisi kepengurusan untuk periode 1985–1990.

Pada muktamar ini terpilih Alamsyah Ratu Perwiranegara (Menko Kesra ketika itu) sebagai ketua Dewan Pembina, Ibnu Hartomo sebagai wakil ketua Dewan Pembina, dan KH Burhani sebagai ketua.

Muktamar XXV MA pada 1991 yang diselenggarakan di Jakarta melahirkan program kerja yang semakin mantap untuk jangka waktu 5 tahun (1991–1996). Selain itu, muktamar tersebut juga menetapkan kepengurusan untuk periode 1991–1996, antara lain dengan memilih H Alamsyah Ratu Perwiranegara sebagai ketua Dewan Pembina.

Sekarang, kedudukan ketua umum Mathla’ul Anwar dipegang oleh Drs. H M. Irsyad Djuwaeli. Adapun Usman Hasan menjabat sebagai penasihat.

DAFTAR PUSTAKA
Humaedi, Ahmad Huriyuddin, et al. ed. Mathla’ul Anwar dalam Perspektif Sejarah Gerakan Islam di Indonesia. Jakarta: Pengurus Besar Mathla’ul Anwar, 1991.
Mathla’ul Anwar, PB. Keputusan-Keputusan Muktamar XIV Mathla’ul Anwar. Jakarta: Pengurus Besar Mathla’ul Anwar, 1991.
Utang ranuwijaya