Masjidilaksa

(Ar.: al-Masjid al-Aqsa)

Masjidilaksa terletak di kota Baitulmakdis (Yerusalem) atau Baitulmukaddas (rumah suci); disebut aqsa (jauh) karena jauh dari Masjidilharam di Mekah. Masjidilaksa disebut juga al-haram as-Syarif (tanah haram yang mulia) dan al-haram al-Quds (tanah haram yang suci). Masjid ini termasuk satu di antara tiga masjid utama (dua yang lain: Masjidilharam dan Masjid Nabawi). Masjidilaksa pernah menjadi kiblat selama 16 bulan sebelum turun wahyu untuk berkiblat ke Ka’bah.

Adapun Baitulmakdis adalah sebutan bagi Yerusalem yang disebut juga al-Quds dan merupakan kota suci ketiga umat Islam setelah Mekah dan Madinah. Kota Baitulmakdis yang didirikan pada 578 SM ini juga menjadi kota suci umat Yahudi dan Nasrani.

Kota ini mempunyai sepuluh pintu sebagai jalan masuk dan yang masih berfungsi, antara lain pintu al-Magribah (barat), al-Atsbat (tetap), dan al-Anbiya’ (nabi-nabi). Sejumlah pintu sudah ditutup, antara lain pintu burak dan pintu emas. Dalam sejarah, kota ini menjadi pusat penyampaian pesan dan perintah Tuhan kepada para nabi terdahulu dan kiblat para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.

Masjidilaksa merupakan masjid kedua tertua di dunia atau Baitullah kedua di dunia dan tanah haram yang ketiga. Masjid ini termasuk satu di antara tiga masjid yang dianjurkan Nabi SAW untuk dikunjungi.

Menurut sebuah hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Abu Zar dan dikutip al-Alusi, masjid ini dibangun Nabi Ya’kub AS 40 tahun setelah Ka’bah (Baitullah) di Mekah dibangun oleh kakeknya, Nabi Ibrahim AS.

Adapun mengenai keutamaannya, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Janganlah kamu merasa berat untuk mengadakan perjalanan ke tiga masjid: Masjidilharam, Masjidku, Masjidilaksa. Salat di Masjidilharam lebih utama dari seratus ribu kali di tempat lain, kecuali di Masjidilaksa” (HR. ad-Darimi, an-Nasa’i, dan Ahmad).

Ada perbedaan pendapat dari beberapa ulama mengenai sebutan Masjidilaksa. Sebagian berpendapat bahwa masjid ini disebut aqsa (jauh) karena letaknya yang jauh dari Masjidilharam di Mekah.

Menurut al-Alusi, jarak antara kedua masjid ini 40 malam perjalanan dengan mengendarai unta. Pendapat lain menyebutkan bahwa masjid ini disebut aqsa karena masjid ini bebas dari berbagai jenis kotoran, tempat turun malaikat dan wahyu, dan kiblat para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW sendiri dan pengikutnya pernah berkiblat ke Masjidilaksa selama enam belas bulan sebelum turun wahyu yang memerintahkan agar mengalihkan kiblat ke Ka’bah.

Allah SWT berfirman, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya…” (QS.2:144).

Nama Masjidilaksa disebut Allah SWT dalam Al-Qu’ran dalam peristiwa isra mikraj, yakni bahwa isra Nabi Muhammad SAW yang dimulai dari Masjidilharam berakhir di Masjidilaksa, sebelum Nabi SAW meneruskan mikraj ke Sidratulmuntaha,

sebagaimana terlihat dalam firman-Nya: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidilharam ke Masjidilaksa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami…” (QS.17:1).

Para mufasir (juru tafsir) berbeda pendapat dalam menafsirkan Masjidilaksa yang tersebut dalam ayat itu. Pada umumnya mereka berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Masjidilaksa tersebut adalah Baitulmakdis atau Bait al-Muqaddas yang terletak di Yerusalem.

Pendapat kedua menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Masjidilaksa dalam ayat itu bukan Baitulmakdis, tetapi hanya satu tempat dari kawasan itu. Pendapat itu didasarkan pada penetapan Khalifah Umar bin Khattab ketika ia berkunjung ke Yerusalem untuk menerima penyerahan kota itu dari umat Kristen.

Ketika mengadakan peninjauan kota itu, ia menemukan suatu tempat yang ciri-cirinya sesuai dengan masjid Nabi Daud AS yang pernah diceritakan Nabi Muhammad SAW bahwa beliau melakukan isra ke tempat itu.

Lalu Umar dan rombongan membersihkan tempat itu. Pendapat ketiga menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Masjidilaksa dalam ayat itu adalah keseluruhan areal Baitulmakdis yang berbentuk persegi empat dengan luas 285 m x 470 m yang sekelilingnya dipagari tembok.

Pendapat ini dibenarkan oleh sejarawan Ibnu Khaldun. Menurut Ibnu Abbas, kawasan itu merupakan tempat para nabi beribadah. Tidak ada satu jengkal pun tanah di areal itu yang tidak dipakai para nabi dan malaikat untuk melakukan ibadah.

Bentuk asli bangunan Masjidilaksa berupa serambi kiblat, tidak memiliki lapangan di tengah, sebagaimana masjid pada umumnya. Bentuk asli ini tetap walaupun telah beberapa kali mengalami perbaikan, terutama restorasi besar-besaran karena gempa pada 1916.

Kaum Yahudi percaya bahwa salah satu dinding Masjidilaksa dibuat dari tempat ibadah (haekal) Nabi Sulaiman AS, karena menurut sejarah di tempat itu pernah berdiri tempat ibadah Nabi Sulaiman AS. Umat Kristen percaya di tempat inilah Nabi Isa AS disalib. Masjidilaksa pernah diperbarui Nabi Daud AS dan kemudian disempurnakan putranya, Nabi Sulaiman AS.

Masjidilaksa kaya dengan khazanah peradaban. Dari sinilah memancar sinar petunjuk Ilahi sejak lebih dari 2.500 tahun silam. Di tengah Baitulmakdis terdapat sebuah batu besar sakhrah berukuran 56 kaki x 42 kaki yang seolah-olah tergantung di udara.

Di bawahnya terdapat gua berbentuk kubus yang berukuran 4,5 m x 4,5 m x 1,5 m. Di bagian atas terdapat lubang besar berdiameter 1 m. Di dalam ruangan itu terdapat sebuah mimbar dan untuk dapat masuk ke dalamnya seseorang harus melalui sebuah pintu dengan menuruni sebuah tangga.

Menurut sebagian ulama, nilai kesucian sakhrah itu sama dengan Hajar Aswad (batu hitam) di Ka’bah yang selalu dicium jemaah haji yang melakukan tawaf karena kedua batu itu sama-sama berasal dari surga.

Oleh sebab itu, batu ini disebut Sakhrah Muqaddasah. Di kota Baitulmakdis, Khalifah Umar bin Khattab membangun sebuah masjid yang berbentuk lingkaran dinding dan terbuat dari tanah liat.

Masjid Umar yang tanpa atap ini mengambil lokasi di atas Bukit Muriyah. Pada 72 H/691 M Abdul Malik bin Marwan, khalifah Bani Umayah, mendirikan masjid berbentuk kubah yang megah persis di atas sakhrah yang kemudian terkenal dengan Qubbah as-Sakhrah atau Masjid Sakhrah.

Bangunan ini dibuat semata-mata untuk mengabadikan peristiwa isra mikraj Nabi SAW, bukan untuk tempat salat. Untuk tempat salat ia membangun sebuah masjid lagi yang terletak di antara pintu Muzdawij dan Magribah, di sebelah selatan Qubbah as-Sakhrah. Dipilihnya lokasi masjid ini karena menurut riwayat, di tempat itulah berhenti burak, kendaraan yang digunakan Nabi SAW ketika melakukan isra.

Baitulmakdis atau Yerusalem sebagai tempat te­gaknya Masjidilaksa adalah bagian dari hati nurani tiga agama monoteis besar di dunia, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Masing-masing agama ini mempunyai jejak sejarah di tempat itu.

Ia menyimpan sejarah panjang sebagai salah satu pusat perkembangan peradaban agama umat manusia. Namun karena ia disucikan penganut tiga agama tersebut, kota ini menjadi sengketa dunia yang sering menggawat. Semula pada 4000 SM, tempat itu didiami suku Yepus dari rumpun Kanaan (Arab).

Kemudian 1000 SM muncul Nabi Daud AS yang mempersatukan suku Israel. Kejayaannya muncul sebagai kerajaan terkenal ketika Nabi Sulaiman AS memerintah (970–930 SM). Sepeninggal Nabi Sulaiman AS, kota itu ditaklukkan Assyria.

Lalu ditaklukkan berturut-turut oleh Babilonia, Parsi, Romawi, dan pada masa Islam oleh Khalifah Umar bin Khattab (636). Pada tahun 1099 kota itu jatuh ke tangan umat Kristen pada masa Perang Salib dan 1187 jatuh kembali ke tangan umat Islam di masa Salahuddin Yusuf al-Ayyubi hingga diduduki Inggris pada Perang Dunia I.

Ketika pendudukan Inggris berakhir atas kota agama itu, kaum Yahudi menyerangnya dan berhasil menguasai kota baru, sedangkan kota lama dikuasai orang Arab. Dalam konflik Arab-Israel 1967, seluruh Yerusalem berada di bawah satu pemerintahan yang dikuasai Israel hingga saat ini.

DAFTAR PUSTAKA
al-Alusi. Tafsir Ruh al-Ma‘ani. Beirut: Dar Ihya’ at-Turas al-Arabi. t.t.
Hitti, Philip K. History of the Arabs. London: The Macmillan Press LTD., 1974.
Ibnu Talal, Hassan. Tentang Yerusalem, terj. Joebaar Ajoeb. Jakarta: Inkultra Foundaion Inc. t.t.
at-Tabari, Abi Ja’far Muhammad bin Jarir. Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Beirut: Dar al-Fikr, 1979.
Zidni, M. Irfan. Masjidil Aqsha. Jakarta: Pustaka Antar Kota, 1986.
J. Suyuti Pulungan