Secara leksikal al-manaqib berarti “kebaikan sifat dan sesuatu yang mengandung berkah”. Dalam dunia tarekat, manakib adalah catatan riwayat hidup syekh tarekat yang memaparkan kisah ajaib dan hagiografis (sanjungan) dengan menyertakan ikhtisar hikayat, legenda, kekeramatan, dan nasihatnya. Semuanya ditulis oleh pengikut tarekat yang dirangkum dari cerita para murid, orang dekat, keluarga, dan sahabatnya.
Kitab manakib yang terkenal dan tersebar luas di dunia Islam adalah manakib Syekh Muhammad Saman dan manakib Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Hal ini menunjukkan bahwa kedua tokoh sufi ini pernah memiliki tempat dalam hati para pengikutnya di berbagai negara Islam, menembus batas asal kelahiran dan masa hidup mereka dari Timur Tengah hingga ke Afrika dan Asia, termasuk Indonesia.
Syekh Saman atau lengkapnya Muhammad bin Abdul Karim as-Samani (1718–1775) dikenal sebagai tokoh pendiri Tarekat Samaniyah, sedangkan Abdul Qadir al-Jailani (1077–1166) adalah tokoh Tarekat Kadiriyah. Manakib tentang Syekh Saman antara lain adalah
(1) al-Manaqib al-Kubra yang memuat kisah lengkap yang ajaib, legenda, dan kekeramatannya;
(2) Kitab Tabaqat Sayid Ahmad asy-Syarnubi, memuat sebagian kisah ajaib dan kekeramatan Syekh Saman; dan
(3) Manaqib asy-Syaikh asy-Syahir Muhammad Saman, yang merupakan ringkasan riwayat hidup, kisah ajaib, dan kekeramatannya.
Menurut penggantinya, Syekh Siddiq al-Madani, Syekh Saman menetap di Madinah sebagai penjaga makam Nabi Muhammad SAW, wafat di sana dan dimakamkan dekat makam istri Nabi SAW. Dalam manakib disebutkan bahwa sebelum Saman balig, setiap ayahnya menyuruhnya makan, makanannya seperti tidak dimakan anaknya.
Ayahnya yang mengkhawatirkan hal ini menceritakannya kepada seorang guru mengaji. Sang guru mengatakan bahwa putranya adalah seorang wali Allah SWT. Ayahnya juga melihat, apabila anaknya berbaring di atas tikar yang baik dan berbantal, ia memercikkan air ke tubuhnya agar tidak bisa tidur.
Ketika ayahnya memberinya pakaian putih halus dan bersulam benang emas, Saman mencabut benang emasnya dan membuangnya. Ia mengatakan kepada ayahnya bahwa hal tersebut dilarang syarak (hukum Islam) dan tidak diridai Allah SWT.
Menurut Syekh Siddiq al-Madani, sejak kecil telah terlihat tanda bahwa Saman akan menjadi wali. Saman sangat suka, penuh kasih, dan berkhidmat kepada fakir miskin, orang alim, orang yang menjalani tarekat serta hakikat, dan wali Allah SWT.
Syekh Saman cinta kepada Allah SWT dan benci kepada yang dibenci oleh-Nya, memperbanyak ibadah siang malam, meninggalkan segala yang jahat, memerangi hawa nafsunya sekalipun terhadap yang halal, dan mengurangi waktu tidurnya.
Apabila sudah mau tidur ia gelisah seperti orang sakit. Ia banyak melakukan puasa sunah, berzikir, dan membaca Al-Qur’an serta istigfar, sehingga mencapai maqam mursyid. Dalam riwayatnya dikatakan bahwa Saman mulai mengajarkan ilmunya setelah datang perintah dari hadirat Nabi SAW.
Muridnya banyak dan datang dari berbagai negeri untuk mempelajari tarekatnya, dan ia banyak mendapat kiriman emas dan perak dari raja dan orang kaya. Tetapi semua hadiah itu habis dibagikan kepada fakir miskin.
Manakib tentang Syekh Abdul Qadir al-Jailani cukup banyak, antara lain sebagai berikut.
(1) Bahjat al-Asrar, yang ditulis asy-Syattanawi (w. 713 H/1313 M), merupakan biografi tertua dan terbaik tentang Syekh Abdul Qadir yang penuh dengan kisah keajaiban sang wali dan menjadi rujukan penulis berikutnya.
(2) Khulafah al-Mafakhir, yang ditulis al-Yafi’i (w. 768 H/1367 M) sebagai apologinya tentang Abdul Qadir, memuat 200 kisah legenda tentang kesalehan tokohnya dan sekitar 40 kisah mistik lainnya. Naskah ini dalam bahasa Jawa dikenal sebagai Hikayah ‘Abdul Qadir Jailani yang hanya memuat 100 kisah, termasuk dalam 79 tembang.
(3) Kala’id al-Jawahir karya at-Tadifi. Penyusunannya bersifat historis yang dimulai dengan pembahasan kehidupan, keturunan, dan lingkungan wali dan kisah ilustratif.
(4) Natijah at-Tahqiq oleh Abu Abdullah Muhammad ad-Dilai (w. 1136 H/1724 M), memuat deskripsi kehidupan Abdul Qadir dan ucapannya yang menunjukkan kebesaran sang wali.
(5) An-Nur al-Burhani fi Tarjamah al-Lujaini ad-Dani fi Manaqib Sayyid ‘Abd al-Qadir al-Jailani oleh Abu Lutfi al-Hakim Muslih bin Abdurrahman al-Maraqi, memuat legenda dan kisah ajaib Abdul Qadir.
(6) Lubab al-Ma‘ani fi Tarjamah Lujain ad-Dani fi Manaqib Sayyidi asy-Syaikh ‘Abd al-Qadir oleh Abu Muhammad Salih Mustamir al-Hajian al-Juwani, memuat kisah kehidupan dan kekeramatan Abdul Qadir al-Jailani.
Kitab manakib tentang Abdul Qadir al-Jailani telah dikaji secara luas oleh para sarjana muslim dan Barat, seperti az-Za habi, Ibnu Hajar al-Asqalani, Poerbatjaraka, Walther Braune, Snouck Hurgronje, dan Drewes.
Manakib Abdul Qadir menjelaskan bahwa Abdul Qadir al-Jailani masih keturunan Nabi Muhammad SAW melalui putrinya, Fatimah. Ibunya bernama Fatimah binti Syekh Abdullah as-Sauma’i, seorang tokoh terk enal dan dimuliakan karena perbuatan keajaibannya.
Dijelaskan pula bahwa di samping seorang tokoh sufi, wali, dan pendiri Tarekat Kadiriyah, Abdul Qadir juga dikenal sebagai Muhyiddin (yang menghidupkan agama kembali). Abdul Qadir menguasai berbagai macam ilmu, seperti tafsir, hadis, fikih, usul, nahu, dan sharaf.
Abdul Qadir yang suka beribadah siang dan malam sangat menyayangi orang fakir. Baginya seorang fakir yang sabar lebih utama daripada seorang kaya yang bersyukur, seorang fakir yang bersyukur lebih utama dari keduanya, dan seorang fakir yang sabar dan bersyukur lebih utama dari semuanya.
Ia juga menasihatkan agar selalu taat, zikir, bersatu, dan menyucikan diri dari segala dosa dengan tobat. Selama hidupnya ia banyak menghadapi cobaan keinginan hawa nafsu dan badani, tetapi berhasil memeranginya sehingga ia dekat dengan Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA