Makruf berarti “kebaikan atau kebajikan”, yakni segala perbuatan manusia yang dapat mendekatkannya kepada Allah SWT. Munkar (lawan dari makruf) secara harfiah berarti “perkara yang keji atau segala bentuk kejahatan”, yakni segala perbuatan manusia yang menjauhkannya dari Allah SWT.
Amal perbuatan yang termasuk dalam makruf menurut Al-Qur’an antara lain adalah: bersikap baik terhadap orang tua, sanak keluarga, dan tetangga; bertindak dan berkata benar; berlaku adil; berlomba dalam kebaikan; bersyukur; tolong-menolong; bekerjasama; bergotong-royong, membelanjakan harta di jalan yang diridai Allah SWT dan karena Allah SWT; menahan hawa nafsu yang berlebihan; memenuhi janji; memberi makan orang yang kelaparan; mendamaikan orang yang berselisih; mengajak pada kebaikan dan mencegah kejahatan; menguasai diri; mengurus fakir miskin dan anak yatim; menjadi saksi yang benar dan adil; menjaga kehormatan; menjaga kesucian diri; menjauhkan prasangka; menyampaikan amanah; menjauhkan fitnah; memberi maaf; sabar; tawakal; tidak mementingkan diri sendiri; bersedekah; berzikir kepada Allah SWT; tidak menipu dan mencuri; tidak melanggar hak orang lain; menjaga kebersihan; memelihara lingkungan hidup; Gotong-royong adalah salah satu perbuatan makruf dan melakukan salat.
Adapun perbuatan munkar meliputi antara lain: congkak, sombong, berbohong, boros, berlebihan, dengki, iri hati, memfitnah, bergunjing, berjudi, berzina, kikir, berkhianat, mencemooh, membunuh, mencuri, menipu, mengurangi takaran dan timbangan, melakukan percakapan yang tak berguna, putus asa, berprasangka, melanggar hak orang lain, durhaka kepada orangtua, tidak mau bersyukur, menelantarkan fakir miskin dan anak yatim, tidak berlaku adil, dan menyalahgunakan kekuasaan.
Dalam Al-Qur’an terdapat banyak anjuran dan perintah Allah SWT kepada manusia agar melakukan perbuatan makruf serta mencegah dan menjauhkan yang munkar.
Allah SWT berfirman,
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar; mereka lah orang-orang yang beruntung” (QS.3:104).
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…” (QS.3:110).
“Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh” (QS.3:114).
Ayat tersebut membebankan dua macam tugas kepada umat Islam: (1) Kewajiban untuk menyeru bersatu ke dalam kebaikan (al-khair), yaitu Islam. Ajakan ini membimbing manusia pada nur (cahaya) dan hidayah (petunjuk) Islam.
(2) Saling menyeru kepada kebaikan, saling menyuruh kepada yang makruf, dan saling mencegah yang munkar. Tugas ini bisa dilakukan secara perseorangan maupun kolektif.
Semua mempunyai hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan kedudukan, profesi, dan kemampuan masing-masing untuk memimpin dan mengajak dirinya dan orang lain ke jalan yang makruf, mencegah dan menjauhkan dirinya serta orang lain dari segala bentuk kejahatan, dan saling menasihati supaya bersama-sama menaati kebenaran dan mengendalikan diri dari perbuatan yang tidak diridai Allah SWT.
Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa tugas antara amar makruf dan nahi munkar harus dilaksanakan secara seimbang. Artinya, tugas nahi munkar yang dilaksanakan harus diimbangi pula dengan perkataan dan perbuatan makruf yang nyata dan efektif oleh para pelaku penumpas kemunkaran.
Apabila tidak, Allah SWT berfirman, “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri…” (QS.2:44), “Hai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?” (QS.61:2), dan “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” (QS.61:3). Usaha untuk menumpas kemunkaran bisa melalui tangan (kekuasaan), perkataan, atau hati, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Siapa di antara kamu melihat kemunkaran maka hendaklah mengubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka dengan hatinya dan ini adalah selemah-lemah iman” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad bin Hanbal).
Hadis ini menyatakan bahwa kemunkaran harus dihi langkan oleh orang yang mampu melaksanakannya, baik dengan tangan maupun dengan perkataan dan hatinya.
Menurut kalangan ulama, tugas amar makruf dan nahi munkar dengan tangan adalah kewajiban umara’ (penguasa), dengan lisan merupakan kewajiban kaum intelektual (ulama), dan dengan hati adalah kewajiban kaum duafa (orang lemah), yakni masyarakat awam.
Karena tugas amar makruf dan nahi munkar merupakan upaya menegakkan moral dan mengangkat martabat manu sia, diperlukan sarana dan metode agar upaya itu mengenai sasaran dan efektif. Metodenya telah digariskan Allah SWT dalam firman-Nya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah (yaitu perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesunguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS.16:125).
DAFTAR PUSTAKA