Secara kebahasaan majlis berarti “tempat duduk” dan ta‘lim “pengajian”. Majelis taklim adalah lembaga pen didikan nonformal untuk pengajian Islam. Lembaga ini berkembang di lingkungan muslim Indonesia. Majelis taklim ada banyak di Jakarta, khususnya di masyarakat Bet awi. Di daerah lain lebih dikenal sebutan “pengajian agama Islam”. Meskipun berasal dari bahasa Arab, istilah “majelis taklim” tidak digunakan di negara/masyarakat Arab.
Secara etimologis, majelis taklim dapat diartikan sebagai tempat untuk melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam. Dalam perkembangannya, majelis taklim tidak lagi terbatas sebagai tempat pengajaran saja, tetapi telah menjadi lembaga atau institusi yang menyelenggarakan pengajaran atau pengajian agama Islam.
Musyawarah majelis taklim se-DKI Jakarta (9–10 Juli 1980) telah memberi batasan yang lebih definitif tentang pengertian majelis taklim; yaitu suatu lembaga pendidikan nonformal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti jemaah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan membangun hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT, manusia dengan sesamanya, manusia dengan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.
Bentuk pengajian agama seperti ini mengambil pelajaran dari praktek yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, baik sewaktu berada di Mekah maupun setelah berada di Madinah, ketika Nabi Muhammad SAW menyampaikan ajaran Islam dan berhadapan langsung dengan para sahabatnya.
Demikian juga perkembangan di zaman kejayaan Islam masa Kekhalifahan Abbasiyah, sampai pada pengajian agama yang dilaksanakan para wali ketika mensyiarkan Islam di Indonesia.
Majelis taklim, sebagai lembaga pendidikan nonformal yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman, mempunyai kedu dukan yang penting di tengah masyarakat muslim Indonesia, antara lain:
(1) sebagai wadah untuk membina dan mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka membentuk mas yarakat yang bertakwa kepada Allah SWT;
(2) taman rekreasi rohaniah;
(3) wadah silaturahmi yang menghidupsuburkan syiar Islam dan menjalin ukhuwah islamiah di antara umat Islam;
(4) media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.
Majelis taklim berkembang luas di kalangan masyarakat muslim, khususnya di DKI Ja karta dan sebagian daerah Jawa Barat. Hasil pendataan pada tahun 1980, di daerah Jakarta terdapat 2.899 buah majelis taklim, seperti: Majelis Taklim asy-Syafi‘iyah, Majelis Taklim at-Tahiriyah, Majelis Taklim KH Habib al-Habsyi Kwitang, Pengajian Raudah, Pengajian Proklamasi (pimpinan Ibu H Alamsjah Ratu Perwiranegara), dan Pengajian an-Nisa.
Ada pula Pengajian al-Mu’awanah di daerah Ciputat, Tangerang, Jawa Barat yang telah memiliki cabang lebih dari 27 buah. Pada tanggal 9–10 Juli 1980 Koordinasi Dakwah Islam (Kodi) DKI Jakarta menyelenggarakan Musyawarah Majelis Taklim se-DKI Jakarta. Dari musyawarah ini berhasil membentuk wa dah koordinasi yang diberi nama Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) DKI Jakarta yang diketuai oleh Dra. Hj. Tutty Alawiyah.
Adapun Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) ini merupa kan forum untuk mengkaji permasalahan majelis taklim dalam meningkatkan mutunya sebagai sarana pengabdian kepada Allah SWT menuju rida-Nya dan bukan organisasi politik. Pada mulanya pembentukan BKMT untuk seluruh majelis taklim, tetapi sejak pembentukannya dan perkem bangannya cenderung untuk majelis taklim kaum ibu.
Oleh sebab itu, sasaran kegiatannya diutamakan bagi kaum ibu atau wanita. Prinsip kegiatannya adalah kemandirian dan swadaya masyarakat dan masing-masing anggotanya. Adapun kiprahnya meningkatkan kemampuan pengurus dalam mengelola majelis taklim dan sekaligus meningkatkan mutu mubaligah (juru dakwah Islam [perempuan]) dan asatidzat (para guru wanita)nya dalam berdakwah.
Tujuan kegiatannya diperuntukkan bagi pengurus dan guru majelis taklim, masa lah latar belakang dan penanggulangannya secara Islami, dan meningkatkan kualitas dan penambahan kegiatan. Sejumlah majelis taklim di Jakarta, di antaranya, lebih dari 700 buah telah bergabung dalam BKMT.
Ditinjau dari kelompok sosial dan dasar pengikat jemaah nya, majelis taklim dapat dikelompokkan dalam beberapa macam:
(1) majelis taklim yang pesertanya terdiri dari jenis tertentu seperti kaum bapak, kaum ibu, para remaja, dan campuran (tua, muda, pria, dan wanita);
(2) majelis taklim yang diselenggarakan oleh lembaga sosial keagamaan, kelompok penduduk di suatu daerah, instansi, dan organisasi tertentu.
Metode penyajian majelis taklim dapat dikategorikan menjadi:
(a) metode ceramah, terdiri dari ceramah umum, yakni pengajar/ustad/kiai bertindak aktif memberikan pengajaran sementara jemaah pasif, dan ceramah khusus, yaitu pengajar dan jemaah sama-sama aktif dalam bentuk diskusi;
(b) metode halaqah, yaitu pengajar membacakan kitab tertentu, sementara jemaah mendengarkan;
(c) metode campuran, yakni melaksanakan berbagai metode sesuai dengan kebutuhan.
Materi yang dipelajari dalam majelis taklim mencakup: pembacaan Al-Qur’an serta tajwidnya, tafsir bersama ilmu Al-Qur’an, hadis dan mustalahnya, fikih dan usul fikih, tauhid, akhlaq, ditambah lagi dengan materi yang dibutuhkan para jemaah misalnya masalah penanggulangan kenakalan anak dan Undang-Undang Perkawinan.
Majelis taklim di kalangan masyarakat Betawi biasanya memakai buku berbahasa Arab atau Arab Melayu seperti Tafsir Jalalain dan Nail al-Autar. Pada majelis taklim lain dipakai juga kitab yang berbahasa Indonesia sebagai pegangan, misalnya Fikih Islam karangan Sulaiman Rasyid dan beberapa buku terjemahan.
Di samping kegiatan pengajian rutin, majelis taklim biasanya juga melakukan kegiatan lain seperti peringatan hari-hari besar Islam dan kegiatan sosial.
DAFTAR PUSTAKA