Mahdi, Imam

Imam Mahdi adalah seorang juru selamat pada akhir zam­an. Istilah ini muncul dan berhubungan dengan ‘aqidah mahdawiyyah, yakni keyakinan bahwa di akhir zaman akan datang juru selamat manusia dari ketidakadilan,­ keseng­ saraan, dan kekejaman, serta akan membawa­ kebahagiaan­ dan kedamaian. Istilah al-mahdi, yang merupakan bentuk maf‘ul (objek) dari akar kata hada yahdi, berarti “memberi petunjuk serta bimbingan Allah SWT untuk menyelamat­ kan manusia”.

Keyakinan akan datangnya juru selamat atau Imam Mahdi ini berakar kuat baik ahlusunah waljamaah maupun di kala­ngan Syiah. Hal ini disebabkan antara lain adanya hadis Nabi SAW yang menyatakan bahwa Imam Mahdi akan datang pada akhir zaman, misalnya hadis riwayat Abu Dawud yang berarti:

“Dunia akan dipimpin seseorang dari keluargaku. Na­ manya sama dengan namaku. Seandainya dunia ini hanya tinggal sehari saja, maka Allah akan panjangkan hari itu sehingga ia akan memimpinnya.”

Hadis lain diriwayatkan at-Tirmizi, yang berarti:

“al-Mahdi berasal dari keturunanku. Ia akan memenuhi­ bumi ini dengan keadilan dan peme­rataan sebagaimana telah dipenuhi kezaliman dan ketidakadilan,­ dan ia akan berkuasa selama tujuh tahun.”

Sebagian ulama menganggap bahwa hadis mengenai datangnya Imam Mahdi ini bersifat mutawatir (hadis yang diriwayatkan banyak pihak sehingga dipastikan hadis terse­but benar-benar berasal dari Nabi Muhammad SAW).

Akan tetapi, terdapat perbedaan mengenai figur Imam Mahdi. Dalam hal ini terdapat empat pendapat.

Pertama, Imam Mahdi adalah seorang yang berasal dari keturunan Fatimah az-Zahra atau lazim­ disebut ahlulbait yang namanya sama dengan nama Nabi Muhammad SAW. Ia akan datang pada akhir zaman.

Hal ini dianut oleh jumhur (mayori­tas) ahlusunah waljamaah. Sebagian dari mereka menambahkan bahwa nama ayah Imam Mahdi sa­ma dengan nama ayah Nabi SAW, yaitu Abdullah.

Kedua, Imam Mahdi hanya merupakan figur seorang­ penyelamat kehidupan umat manusia. Dengan­ demikian, ia tidak harus berasal dari keturunan­ Fatimah az-Zahra saja, namun seorang muslim.

Pengakuan diri sebagai Imam Mahdi tidak terhitung jumlahnya. Sejak abad pertama Hijriah ba­nyak orang yang mengaku sebagai Imam Mahdi atau diakui sebagai Imam Mahdi.

Ketiga, Imam Mahdi bukan merupakan figur seseorang, tetapi simbol kemenangan kebenaran terhadap kebatil­an­ atau simbol kemenangan keadilan terhadap ketidakadilan­. Anggapan ini banyak­ dianut para pemikir modern.

Keempat, Imam Mahdi adalah figur yang jelas, berasal dari keturunan Fatimah atau ahlulbait, dan meru­pakan salah seorang dari imam ahlulbait.

Tiga pendapat pertama lebih banyak dianut kalangan ahlusunah waljamaah. Sementara pemi­kiran keempat dianut aliran Syiah. Namun mereka berbeda pendapat dalam me­nentukan siapakah di antara imam itu yang diyakini sebagai Imam Mahdi. Dalam hal ini, terdapat tiga golongan utama, yaitu

(1) Kaisaniyah (Syiah) yang meng­anggap bahwa Mu­ hammad bin Hanafiyah, putra Ali bin Abi Thalib adalah Imam Mahdi;

(2) Syiah Ismailiyah as-Sab’iyah (Syiah Tujuh Imam), yang menganggap bahwa Isma‘il bin Ja‘far as-Sadiq adalah Iman Mahdi; dan

(3) Syiah Dua Belas (Itsna ‘Asyariyah) yang menganggap bahwa Muhammad al-Muntazar bin Hasan al-Askari, imam yang ke­-12, sebagai Imam Mahdi.

Dalam keyakinan Syiah Dua Belas, golongan terbesar yang kini dianut mayoritas Syiah, Muhammad al-Muntazar yang lahir 15 Syakban 255 adalah Imam Mahdi yang dijanji­kan­ itu. Akan tetapi, pada 329 H/941 M, atas kehendak­-Nya, imam ini digaibkan Allah SWT dari alam nyata.

Hal ini bukan berarti bahwa imam tersebut berada di alam lain. Namun, ia masih berada­ di muka bumi ini, tetapi tidak dapat dijumpai secara nyata. Imam akan muncul kembali ke alam nyata pada akhir zaman dengan mem­bawa keda­maian dan kebahagiaan bagi umat manusia atas izin Allah SWT.

Tenggang waktu sejak gaibnya imam itu sampai dengan kemunculannya pada akhir za­man nanti disebut gaib al-kubra (periode gaib besar)­. Sebelum itu, sejak 260 H/874 M (masa beralihnya jabatan imamah atau kepemimpinan­ dari ayahn­ya, Imam Hasan al-Askari, kepada Imam Mahdi), hingga 329 H/941 M disebut periode gaib as-sugra (periode gaib kecil).

Disebut demikian karena Imam Mahdi belum gaib dalam pengertian yang sebenarnya­. Ia masih dapat berhubungan dengan para wakilnya yang ditunjuknya sebagai penghu­bung antara dirinya dan para penganut Syiah.

Para wakil ini meneruskan titah dan pesannya kepada para penganut Syiah dan begitu pula sebaliknya; wakilnya menyampaikan persoalan atau permasalahan­ yang dihadapi para penganut Syiah untuk diberikan jalan keluar oleh imam.

Periode gaib kecil ini berlangsung selama 69 tahun (260 H/874 M–329 H/941 M). Adapun wakil imam yang bertugas itu berjumlah empat orang, yaitu Usman bin Said al-Amri, Muhammad bin Usman al-Amri, Abu Qasim al-Husain bin Ruh an-Naubakhti, dan Ali bin Muhammad as-Samri.

Kelompok Syiah Dua Belas yang yakin bahwa Imam Mahdi ini dalam keadaan gaib dan suatu waktu nanti pasti akan muncul sangat menunggu-nunggu kedatangan Imam Mahdi. Dalam doa, mereka selalu menyelipkan harapan agar Allah SWT segera memunculkan Imam Mahdi.

Demikian pula penyebutan nama Imam Mahdi akan selalu diiringi dengan doa agar Allah SWT segera memuncul­kannya. Doa yang lazim mereka ucapkan berkenaan­ dengan ini misalnya “Allahumma ‘ajjil farajahu asy-syarif” (Ya Allah segerakanlah kemunculannya Imam Mahdi yang mulia) atau “‘ajjalallah Ta‘ala farajahu” (semoga Allah menyegera­kan­ kemunculannya). Oleh karena itu, Imam Mahdi disebut­ dengan imam al-mun­tazar (imam yang ditunggu kedatangannya).

Selain itu, karena Imam Mahdi ini diyakini ma­sih hidup, jabatan imamah tetap berada di tangannya. Oleh karena itu, Imam Mahdi disebut juga dengan imam zaman dan imam al-‘asr atau imam untuk jangka waktu yang sangat panjang.

Hanya­ saja, karena ia berada dalam keadaan gaib, tugas kepemimpinannya diwakilkan kepada para ulama yang memenuhi syarat yang lazim disebut dengan na’ib al-imam (wakil imam).

DAFTAR PUSTAKA

Mugniyah, Jawad. asy-Syi‘ah fi al-Mizan. Beirut: Dar at-Taaruf, 1969.
al-Qazwini, Amir Muhammad al-Kazimi. asy-Syi‘ah fi ‘Aqa’idihim wa Ahkamihim. Beirut: Dar az-Zahra, 1977.
Sachedina, A.A. Islamic Messianism: The Idea of the Mahdi in Twelver Shi’ism. Albany: State University of New York Press, 1981.
–––––––. The Just Ruler in Shi’ite Islam. New York and Oxford: Oxford University Press, 1989.
Sadr, M. Baqir. Bahts haul al-Mahdi. Baghdad: al-Mina, t.t.
Umar Shahab