Dalam Al-Qur’an Luqman al-Hakim dinyatakan sebagai orang yang diberi hikmah oleh Allah SWT sehingga ia lebih dikenal sebagai seorang ahli hikmah yang berasal dari Habasyah (Ethiopia).
Kata “Luqman” dalam Al-Qur’an disebut dua kali, yaitu pada surah Luqman (31) ayat 12 dan 13. Surah Luqman merupakan surah ke-31 yang terdiri atas 34 ayat dan termasuk golongan surah Makkiyyah (diturunkan di Mekah). Ia diturunkan sesudah surah as-Saffat (37). Dinamai surah Luqman karena intinya memuat nasihat Luqman kepada anaknya. Nasihat itu tertuang pada ayat 13–19.
Dalam ilmu tata bahasa Arab, nama “Luqman” setimbang dengan kata “Usman” atau “Umran”. Nama lengkapnya, Luqman bin Baura, anak dari saudara perempuan Nabi Ayub AS (riwayat lain mengatakan anak dari bibi Nabi Ayub AS), keturunan Azar (ayah Nabi Ibrahim AS; QS.6:74) dari Bani Israil.
Diperkirakan ia hidup pada masa Nabi Ayub AS. Ia dianugerahi umur yang panjang –menurut hikayat, sampai 1.000 tahun– sehingga sempat menjumpai Nabi Daud AS. Ada riwayat yang mengatakan ia adalah seorang hakim di kalangan Bani Israil.
Menurut Ikrimah dan asy-Sya‘abi (keduanya ahli tafsir), Luqman termasuk salah seorang nabi yang diutus Allah SWT. Pendapat ini dibantah Ibnu Abbas RA (sahabat Nabi SAW, w. 68 H) yang menegaskan bahwa Luqman bukanlah nabi, bukan pula raja, melainkan seorang penggembala kulit hitam yang kemudian dianugerahi Allah SWT dengan ilmu hikmah, kemudian namanya diabadikan dalam Al-Qur’an.
Pendapat Ibnu Abbas RA ini didukung jumhur ulama yang sepakat bahwa Luqman bukan nabi, tetapi seorang ahli hikmah.
Ia mendapat gelar Luqman al-Hakim, yang berarti “Luqman yang dianugerahi hikmah.” Hikmah berarti “ilmu tentang hakikat dan kemampuan untuk melaksanakan amal yang terpuji”. Tentang hikmah yang dianugerahkan Allah SWT kepada Luqman, at-Tabari (w. 310 H/923 M) dalam tafsirnya Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an mengisahkan antara lain sebagai berikut,
“Pada suatu ketika Luqman diperintahkan menyembelih seekor kambing, lalu ia diminta mengeluarkan bagian mana yang paling baik dari tubuh kambing tersebut. Tanpa berpikir panjang ia segera mengambil hati dan lidah kambing itu. Kemudian dalam kesempatan berikutnya ia diminta lagi memotong seekor kambing. Setelah itu, kepadanya diperintahkan menunjukkan bagian mana yang paling buruk. Dengan spontan ia mengeluarkan hati dan lidah kambing tersebut. Tentang kedua pilihannya itu ia menjelaskan bahwa dalam diri makhluk, terutama manusia, ada dua bagian yang paling menentukan, yaitu hati dan lidahnya. Kalau keduanya baik, berarti baik pula manusianya. Demikian pula sebaliknya.”
Dalam tafsir al-Kasysyaf (karya az-Zamakhsyari, w. 538 H/1144 M) dijelaskan bahwa Luqman adalah seorang laki-laki yang berkulit sangat hitam. Pada masa Nabi SAW banyak bangsa kulit hitam yang memeluk agama Islam lalu orang Arab melecehkan mereka. Nabi SAW tidak senang dengan sikap orang Arab tersebut, lalu bersabda,
“Jadikanlah orang-orang kulit hitam itu sebagai pemimpin, karena kelak tiga dari orang kulit hitam akan menjadi pemimpin ahli surga. Mereka adalah Luqman al-Hakim, Mahja’ (budak Umar bin Khattab), dan Bilal bin Rabah” (HR. Ibnu Abbas).
Di samping kulitnya yang sangat hitam, dalam kitab tafsir itu juga digambarkan bahwa Luqman mempunyai muka yang amat buruk dengan dua bibir yang sangat tebal. Tetapi, di balik keburukan wajahnya tersimpan hati yang amat tulus dan akhlak yang terpuji, serta dari bibirnya yang tebal senantiasa meluncur untaian kalimat yang penuh makna. Ia tidak banyak berbicara. Ketika hal itu ditanyakan, ia menjawab bahwa diam itu hikmah, tetapi tidak semua orang dapat melakukannya. Al-Qur’an mengungkapkan Luqman dalam dua konteks:
Pertama, Luqman sebagai orang yang dikaruniai hikmah lalu bersyukur kepada Allah SWT atas karunia-Nya itu. Hal ini termaktub pada surah LuqmÎn (31) ayat 12,
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: ‘Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji’.”
Ulama tafsir menjelaskan bahwa ayat ini mengingatkan manusia akan perlunya mensyukuri nikmat Allah SWT, karena kebanyakan manusia lupa bersyukur jika diberi nikmat. Padahal, dalam konteks ayat tersebut dijelaskan bahwa jika manusia bersyukur atas rahmat Allah SWT, manfaat dari kesyukurannya itu akan terpulang kepada dirinya.
Sebaliknya jika manusia tidak bersyukur, akibatnya pun akan terpulang kepada dirinya, sebab Allah SWT Maha Kaya dan Maha Terpuji tidak membutuhkan puji syukur manusia.
Kedua, dalam konteks seorang ayah yang memberikan pelajaran dan pendidikan agama dan budipekerti kepada anaknya. Nama anaknya yang diberi nasihat itu An’am atau Asykam. Ulama menafsirkannya sebagai isyarat dari Allah SWT supaya setiap ayah dan ibu melaksanakan hal yang sama terhadap anak-anak mereka sebagaimana dilakukan Luqman. Isi nasihat Luqman kepada anak-anaknya antara lain sebagai berikut.
Larangan mempersekutukan Allah SWT, karena perbuatan ini merupakan dosa paling besar yang tidak akan mendapat ampunan dari Allah SWT. Nasihat ini termaktubdalam surah Luqman (31) ayat 13, Luqman (31) ayat 18 menjelaskan,
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: ‘Hai anakku, janganlah kamu memper-sekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar’.”
Ketiga, Perintah mendirikan salat, berbuat kebajikan, dan bersabar. Nasihat ini terangkum dalam surah Luqman (31) ayat 17, “Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Keempat, larangan bersikap sombong dan angkuh. Surah Luqman (31) ayat 18 menjelaskan,
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
Kelima, perintah beramal saleh, karena setiap amal akan mendapat balasan dari Allah SWT sampai kepada amal yang sekecil-kecilnya, seperti termaktub dalam surah Luqman (31) ayat 16,
“(Luqman berkata), ‘Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui’.”
Perintah untuk bersikap sederhana, seperti tertuang dalam surah Luqman (31) ayat 19, “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Daftar Pustaka
Rida, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Manar. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
at-Tabari, Abu Ja‘far Muhammad bin Jarir. Jami‘ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an. Beirut: t.p., t.t.
az-Zamakhsyari. Tafsir al-Kasysyaf. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
az-Zuhaili, Wahbah. at-Tafsir al-Munir. Beirut: Dar al-Fikr al-Mu‘asir, 1991.
A Thib Raya