Lukman Harun

(Limbanang, Sumatera Barat, 6 Mei 1934 – Jakarta, 8 April 1999)

Lukman Harun adalah seorang tokoh pejuang, pemuka umat, dan aktivis dalam berbagai organisasi Islam serta organisasi sosial, terutama di Muhammadiyah.

Ayahnya bernama H Harun (w. 30 Agustus 1951) dan ibunya, Hj Kamsiah (w. 2 Agustus 1984). Pendidikannya diawali di Sekolah Rakyat (1941–1947) di Suliki, Payakumbuh.

Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di kota yang sama pada 1951, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah Jakarta hingga tamat pada 1953. Pada 1962 ia berhasil meraih gelar sarjana ekonomi di Fakultas Sosial Ekonomi dan Politik Universitas Nasional (Unas), Jakarta.

Ia memulai kariernya di pemerintahan sebagai pegawai di Kantor Pusat Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan, Jakarta (1952–1954); kemudian Pusat Jawatan Pertanian Departemen Pertanian, Jakarta (1954–1959); dan Direktorat Jenderal Agraria (Badan Pertanahan Nasional), 1959–1990. Di samping sebagai pegawai negeri, ia juga mengajar di SMA Muhammadiyah Jakarta (1953–1954) serta menjadi dosen di almamaternya (1965–1968).

Sejak 1990 ia menjadi direktur Pusat Pengkajian Islam di Unas. Ia pun pernah berkecimpung di bidang media massa sebagai redaktur surat kabar Mercusuar Jakarta, 1965–1967; pemimpin umum/pemimpin redaksi majalah Pedoman Masyarakat Jakarta, 1966–1968; dan pemimpin redaksi majalah Penyuluh Landreform Jakarta, 1967–1969.

Sejak muda, Lukman Harun telah terlibat dalam organisasi Muhammadiyah. Keterlibatannya berlangsung sejak 1954, yakni berawal sebagai anggota pengurus Pemuda Muhammadiyah cabang Jakarta hingga kemudian ia terpilih menjadi ketua pada 1957–1960.

Pada 1963–1970 ia menduduki jabatan ketua I Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah selama dua periode dan setelah itu ia diangkat menjadi ketua umum. Dalam kepengurusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, ia pernah menjabat sebagai ketua Hubungan Luar Negeri dan juru bicara Pimpinan Pusat Muhammadiyah (1978–1985) dan menduduki jabatan wakil ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah (1985–1990).

Semasa kuliah, ia menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Tahun 1960–1962 ia menjabat sebagai ketua Dewan Mahasiswa Universitas Nasional, dan pada 1961–1962 ia menjadi wakil sekjen Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI), yang merupakan federasi dari dewan mahasiswa/senat mahasiswa seluruh Indonesia.

Pada tahun 1964 ia dipilih sebagai ketua Gemuis (Generasi Muda Islam), yang merupakan federasi seluruh organisasi pemuda, pelajar, dan mahasiswa Islam di Jakarta. Sejak 1981 ia diangkat sebagai penasihat Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).

Ia terpilih menjadi anggota pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak 1975. Dalam organisasi Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) DKI Jakarta, ia menjadi wakil ketua penasihat sejak 1991. Ia juga menjadi ketua Yayasan Amanah Umat dan ketua umum Yayasan Haji Karim Oei, yakni yayasan yang didirikan untuk melaksanakan dakwah Islam di kalangan kelompok etnik Tionghoa di Indonesia.

Pada 1981 ia diangkat sebagai wakil sekjen Asian Conference on Religion and Peace (ACRP) dalam sidang organisasi itu di New Delhi, India, dan terpilih kembali untuk memegang jabatan itu dalam sidang ACRP di Seoul, Korea Selatan pada 1986. Organisasi ini berpusat di Tokyo, Jepang.

Dalam sidang World Conference on Religion and Peace (WCRP) pada 1984 yang dilaksanakan di Nairobi, Kenya, ia terpilih menjadi anggota International Council WCRP. Jabatan itu dipegang untuk kedua kalinya setelah ia terpilih kembali dalam sidang WCRP tahun 1989 di Melbourne, Australia. WCRP berpusat di New York, Amerika Serikat.

Tahun 1990 ketika World Council of Muslim Communities didirikan di New Jersey, Amerika Serikat, Lukman Harun termasuk salah seorang pendirinya. Organisasi ini kemudian berpusat di Miami, Florida, Amerika Serikat. Ia juga tercatat sebagai anggota Global Forum of Spiritual and Parliamentary Leaders on Human Survival, yang berpusat di New York, Amerika Serikat.

Pada 1972 Lukman Harun mencetuskan ide untuk mendirikan Konferensi Pemuda Islam Internasional. Idenya ini disambut oleh Rabithah al-‘Alam al-Islami, yang sekaligus mensponsorinya untuk berkunjung ke berbagai negara Islam guna membicarakan ide tersebut.

Ide pendirian organisasi ini disambut baik presiden Libya, Muammar Khadaffi, yang disampaikannya melalui surat duta besar Libya pada 14 April 1972, di Pakistan. Presiden Khaddafi kemudian meminta Dewan Dakwah Islamiah Libya untuk menyelenggarakan sidang Konferensi Pemuda Islam Internasional itu. Pada Juli 1973 sidang ini terselenggara.

Lukman Harun dikenal gigih dalam memperjuangkan aspirasi umat Islam. Ia pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) mewakili Muhammadiyah (1967–1970). Pada 1968–1970 ia menjabat sebagai sekretaris jenderal Partai Muslimin Indonesia. Sejak 1968 ia mengetuai sebuah organisasi yang bernama Komite Solidaritas Islam.

Sejak 1969 ia memimpin Panitia Pembantu Pembebasan Palestina dan Masjidilaksa. Ia pun menjadi ketua Komite Setiakawan Rakyat Indonesia-Afghanistan sejak 1980. Sejak 1992 ia menjadi anggota Panitia Nasional Solidaritas Muslim Bosnia, yang didirikan untuk membantu muslim Bosnia. Ia menjadi orang pertama yang dikirim panitia ini untuk menyerahkan bantuan.

Ketika menjadi anggota DPR-GR, ia mencanangkan perlunya kerukunan hidup beragama di Indonesia. Menurutnya, kerukunan hidup beragama mempunyai tiga hal pokok, yaitu penertiban penyebaran agama, pendirian rumah ibadah, dan bantuan luar negeri kepada organisasi keagamaan. Ide ini tidak hanya diperjuangkannya untuk dalam negeri, tetapi juga di tingkat internasional.

Kemudian ketika pemerintah mengajukan RUU Organisasi Masyarakat (Ormas), atas nama Pimpinan Pusat Muhammadiyah, ia berupaya agar UU itu tidak berlaku bagi organisasi yang memiliki dasar keagamaan. Menurutnya, Pancasila tidak bertentangan dengan agama. Dasar Islam di organisasi Islam, seperti Muhammadiyah, tidak perlu diubah.

Sejak semula, Pancasila sudah menjadi jiwa organisasi Muhammadiyah. Bahkan menurutnya, tiga perumus Pembukaan UUD 1945 yang mencantumkan rumusan Pancasila adalah pimpinan teras Muhammadiyah. Oleh sebab itu, komitmen Muhammadiyah pada Pancasila tidak perlu diragukan.

Inilah alasan yang diperjuangkannya dalam RUU Ormas. Pokok pikiran dan pendirian Muhammadiyah tentang Pancasila kemudian dituangkannya dalam bukunya Muhammadiyah dan Asas Pancasila (1986), yang diterbitkan oleh Pustaka Panjimas Jakarta.

Begitu juga ketika pemerintah menyusun UU Pendidikan, ia atas nama Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan gencar mengusulkan agar pendidikan agama Islam diwajibkan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan pelajaran agama Islam wajib diberikan di sekolah yang dikelola nonmuslim.

Pokok pikiran dan perjuangannya ini juga dituangkan dalam sebuah buku yang berjudul Muhammadiyah dan Undang-Undang Pendidikan, diterbitkan oleh Pustaka Panjimas Jakarta. Pada 1984, atas nama Muhammadiyah, ia juga mempermasalahkan kebijaksanaan pengiriman tenaga kerja wanita (TKW) ke luar negeri.

Dalam kunjungannya ke berbagai negara Islam, Lukman Harun berupaya untuk memperkenalkan Muhammadiyah dan Islam di Indonesia. Hasilnya, beberapa negara telah mendirikan organisasi Muhammadiyah, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan.

Ia juga berusaha untuk mendapatkan beasiswa dari berbagai negara seperti Mesir, Arab Saudi, Suriah, Libya, Tunisia, Sudan, Pakistan, Yordania, Kuwait, Amerika Serikat, Canada, dan Inggris. Upaya ini pun berhasil. Sejumlah mahasiswa Indonesia telah dikirim untuk belajar di negara tersebut.

Di samping itu, ia juga mengusahakan beasiswa bagi mahasiswa asing untuk belajar Islam di Indonesia atas beasiswa dari Muhammadiyah dan Departemen Agama. Usahanya ini berhasil pula sehingga sejumlah mahasiswa asing, seperti dari Korea Selatan dan beberapa negara Afrika, mendapat kesempatan belajar di Indonesia.

Seluruh aktivitasnya di berbagai organisasi keagamaan dan sosial ini berangkat dari keyakinannya bahwa umat Islam di berbagai belahan dunia harus saling membantu dan mewujudkan semangat ukhuwah Islamiah. Menurutnya, Indonesia yang berpenduduk mayoritas Islam dan sebagai salah satu anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) harus lebih aktif di percaturan dunia Islam.

Oleh sebab itu, di samping upaya yang telah dijalankan pemerintah, harus ada organisasi sosial yang berperan membantu pemerintah dalam menggalang rasa ukhuwah islamiah tersebut. Pengalamannya dari berbagai belahan dunia dituangkannya dalam sebuah buku berjudul Potret Dunia Islam (1985), terbitan Pustaka Panjimas Jakarta.

Daftar Pustaka

Bhaskara, Harry. “Muhammadiyah Chairmanship Facing Rift,” Jakarta Post, 18 Desember 1990.
Mangiang, Masmimar, ed. Lukman Harun Dalam Lintasan Sejarah dan Politik. Jakarta: Yayasan Lukman Harun, 2001.
Redaksi Tempo. Apa dan Siapa: Sejumlah Orang Indonesia 1985–1986. Jakarta: Pustaka Grafitipers, 1986.

Nasrun Haroen