Organisasi negara-negara Arab ini dibentuk pada 1945 untuk menjalin kerjasama di bidang ekonomi, budaya, komunikasi, sosial, nasionalisme, dan kesehatan. Organisasi ini berkedudukan di Cairo, Mesir, dan diketuai oleh seorang sekretaris jenderal.
Pembentukan Liga Arab diawali dengan pertemuan di Iskandariyah (Alexandria), Mesir, pada 25 September–7 Oktober 1944, yang antara lain dihadiri para perdana menteri dari lima negara Arab (Mesir, Irak, Yordania, Suriah, dan Libanon). Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan yang kemudian disebut Protokol Alexandria (The Alexandria Protocol).
Semua delegasi dari lima negara Arab duduk dalam Komite Pendahuluan Konferensi Umum Arab, yang diketuai Mustafa Nahhas Pasya, perdana menteri Mesir ketika itu. Pertemuan di Alexandria ini bertujuan untuk:
(1) memperkuat konsolidasi dan ikatan antarsesama negara Arab;
(2) mengarahkan negara tersebut menuju kemakmuran dunia Arab; dan
(3) meningkatkan kondisi sosial, menjamin masa depan, serta mewujudkan harapan dan cita-citanya.
Pertemuan Komite Pendahuluan tersebut di atas menyepakati beberapa hal.
Pertama, membentuk Liga Arab yang terdiri dari negara Arab yang merdeka dan ingin bergabung ke dalam liga ini. Disebutkan bahwa liga ini akan mempunyai sebuah dewan, yakni Dewan Liga Negara Arab. Dalam wadah ini semua negara anggota akan menempatkan wakilnya.
Tujuan liga ini adalah:
(1) mengontrol pelaksanaan kesepakatan antara negara anggota;
(2) mengadakan sidang secara periodik guna memperkuat hubungan antarnegara anggota;
(3) mengoordinasi rencana politik dan menjamin kerjasama antarsesama negara anggota;
(4) menjaga kemerdekaan dan kedaulatan negara anggota dari setiap agresi dengan cara yang sesuai; dan
(5) mengawasi urusan dan kepentingan negara Arab.
Kedua, mengadakan kerjasama di bidang ekonomi, komunikasi, kebudayaan, persoalan kebangsaan, sosial, dan bentuknya Liga Arab tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan deklarasi piagam pembentukan Liga Arab pada 22 Maret 1945. Piagam tersebut terdiri dari 20 pasal, dan sebagian pasalnya hanya mengadopsi, dan sebagian lagi menjabarkan beberapa butir penting Protokol Alexandria.
Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa selain pembentukan Liga Arab, setiap negara Arab yang merdeka dapat menjadi anggota liga tersebut. Sementara itu, dalam pasal 2 dinyatakan dengan jelas tujuan pembentukan Liga Arab seperti yang tercantum dalam Protokol Alexandria dengan sedikit perubahan redaksional.
Dalam pasal 6 dicantumkan bahwa apabila salah satu negara anggota Liga Arab mendapat ancaman atau diserang negara lain, maka negara yang diancam atau diserang tersebut dapat menuntut diadakannya sidang dewan untuk menentukan tindakan apa yang harus diambil Liga Arab. Sementara itu, pasal 10 mengatur kedudukan kesehatan.
Ketiga, mengeluarkan resolusi khusus tentang Libanon, yakni pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan Libanon serta wilayah perbatasannya.
Keempat, mengeluarkan resolusi khusus tentang Palestina, yakni pengakuan Palestina sebagai bagian penting dunia Arab, dan hak bangsa Arab di Palestina tidak bisa diselesaikan tanpa prasangka terhadap perdamaian dan stabilitas di dunia Arab.
Protokol Alexandria yang merupakan cikal bakal terpermanen Liga Arab yang berkantor di Cairo. Meskipun demikian, hal ini tidak menutup kemungkinan Liga Arab untuk bersidang di tempat lain yang disepakati. Beberapa pasal lain mengatur status keanggotaan serta tata cara pengunduran diri negara anggota, anggaran, sidang, dan aturan perubahan serta penambahan.
Pada bagian akhir piagam tersebut, terdapat tiga lampiran tentang masalah Palestina, kerjasama dengan negara yang bukan anggota Liga Arab, dan penunjukan sekretaris jenderal. Menurut Liga Arab, kemerdekaan negara Palestina tidak bisa dipersoalkan lagi, meskipun dalam realisasinya Palestina mengalami kesulitan untuk memanifestasikan kemerdekaannya.
Liga Arab berpendapat bahwa tidak ada satu pun kekuatan yang dapat menghalangi Palestina untuk berpartisipasi dalam Liga Arab, dan guna merealisasikan hal tersebut, Dewan Liga Arab bertanggung jawab untuk menyeleksi perwakilan Palestina untuk berpartisipasi di dalamnya. Sementara itu, dalam lampiran terakhir, Abdul Rahman Azzam Bey ditunjuk sebagai sekretaris jenderal pertama Liga Arab.
Sebagai manifestasi Protokol Alexandria (1944), yang kemudian diperkuat lagi dengan Piagam Liga Arab (1945), terutama yang berkaitan dengan kerjasama di bidang kebudayaan antara negara anggota, negara anggota tersebut mengadakan perjanjian kerjasama di bidang kebudayaan yang ditandatangani pada 20 November 1946.
Perjanjian antarnegara anggota di bidang kebudayaan ini mencakup antara lain
(1) pengiriman dan pertukaran pelajar, mahasiswa, guru, dan profesor di lembaga pendidikan;
(2) kunjungan budaya, pramuka, dan olah raga;
(3) pembangunan lembaga pendidikan dan keilmuan;
(4) konsolidasi dan jaringan antara perpustakaan dan museum; dan
(5) kerjasama jurnalistik, sastrawan, dan profesi lainnya.
Sementara itu, sebagai realisasi kerjasama di bidang ekonomi dan pertahanan bersama, negara anggota Liga Arab mengadakan perjanjian kerjasama di bidang pertahanan bersama dan ekonomi yang ditandatangani secara berturut-turut pada 17 Juni 1950, 2 Februari 1951, dan 16 Februari 1952.
Di antara isi perjanjian tersebut disebutkan bahwa agresi militer yang ditujukan kepada salah satu negara anggota berarti ditujukan kepada seluruh negara anggota. Karena itu, apabila terjadi demikian, maka negara anggota lain, baik secara individual maupun kolektif, akan membantu negara anggota yang diserang dengan segala cara, termasuk penggunaan militer untuk mengakhiri agresi tersebut dan memulihkan keamanan (pasal 2).
Guna meningkatkan keamanan dan standar kehidupan ekonomi, negara anggota menjalin kerjasama dalam pembangunan ekonomi dan eksploitasi sumber daya alam, serta memfasilitasi pertukaran produk industri dan pertanian antarsesama negara anggota (pasal 7).
Berbeda dengan perjanjian sebelumnya, perjanjian pertahanan bersama ini ditandatangani oleh tujuh negara anggota: Yordania, Suriah, Irak, Arab Saudi, Libanon, Mesir, dan Yaman.
Inisiasi pembentukan Liga Arab diprakarsai oleh lima negara. Dalam perkembangan selanjutnya, negara anggota Liga Arab bertambah. Sekarang ini anggotanya berjumlah 22 negara: Yordania, Uni Emirat Arab, Bahrein, Tunisia, Aljazair, Jibouti, Arab Saudi, Sudan, Suriah, Somalia, Irak, Oman, Palestina, Qatar, Comoro, Kuwait, Libanon, Libya, Mesir, Maroko, Mauritania, dan Yaman.
Sementara itu, hingga kini, sekretaris jenderal yang pernah memimpin Liga Arab adalah sebagai berikut: Abdul Razak Azzam (1945–1952), Abdul Khaleq Has souna (1952–1972), Mahmoud Riyadh (1972–1979), Chedi Klibi (1979–1990), Dr. Ahmad Esmat Abdul Maguid (1990– 2000), dan Amr Mussa (2000–sekarang).
Persoalan yang menjadi perhatian utama Liga Arab ini antara lain adalah konflik Arab dan Israel (termasuk masalah Palestina), konsolidasi negara Arab, dan minyak. Liga Arab juga menaruh perhatian besar ketika pecah Perang Teluk I (1991) dan Perang Teluk II (2003).
Daftar Pustaka
The Alexandria Protocol (7 October 1944), http://haynese.winthrop.edu/mlas/ alexp.html
Hasou, Tawfiq Y. “Arab League”, The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, ed. John L. Esposito. New York: Oxford University Press, 1995.
Sihbudi, Riza. “Organisasi Kerjasama Antarbangsa,” Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002.
Din Wahid