Kufah

(Ar.: al-Kufah)

Kufah adalah sebuah kota historis di Irak, dibangun pada masa ekspansi awal Islam ke luar Arabia. Pada abad ke-7, kota ini berperan penting bagi perkembangan Islam selanjutnya. Tetapi, pada abad ke-8, dengan berdirinya Baghdad (Abbasiyah), peran kota ini dikesampingkan. Meskipun demikian, aktivitas peradaban terus berkembang di sana.

Dalam sejarah, kota ini dikenal sebagai pusat politik, pusat peradaban, dan tempat lahirnya doktrin Syiah. Pada mulanya, Kufah hanya merupakan barak militer Islam. Ketika terjadi gelombang ekspansi pertama di masa Umar bin Khattab (634–644),

Sa‘d bin Abi Waqqas (sahabat Nabi SAW yang pertama masuk Islam dan panglima tentara Islam pada masa Umar bin Khattab dalam penaklukan di Persia) berhasil menguasai Irak, Madain (wilayah Arab Saudi), dan Ctesiphon (wilayah Irak), setelah menaklukkan Qadisiyah. Akhirnya ibukota Persia (Iran) jatuh ke tangan Islam pada 637.

Bangsa Arab lebih suka tinggal di padang pasir terbuka agar memudahkan mereka dalam menggembalakan ternak. Mereka menemukan Kufah di tepi kanan Sungai Eufrat sebagai tempat tinggal yang mereka inginkan. Setelah mendapat persetujuan Khalifah Umar, Sa‘d pindah ke Kufah pada Januari 638.

Gedung pemerintahan dan masjid dibangun para arsitek dengan model arsitektur Persia. Kufah menjadi ibukota Mesopotamia bagian atas; lalu wakil gubernur ditunjuk untuk mengatur Bab, Azerbaijan, Hamadan, Rayy (Teheran), Isfahan (Iran), Mosul (Irak), dan Qorqisya. Dengan demikian, terjadilah gelombang emigrasi bangsa Arab ke Kufah.

Dalam pada itu, Umar juga telah menggiring umat Kristen Najran ke sana dalam rangka mengosongkan kawasan Semenanjung Arabia dari penduduk non-muslim. Meskipun demikian, keseimbangan dan stabilitas pada masanya tetap terpelihara dan tentara Kufah digunakan untuk menaklukkan daerah Persia lainnya.

Di masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan (644–656), pertentangan internal mulai tampak. Kelompok elite suku Arab yang lebih dahulu tinggal di Kufah pada masa Umar merasa kedudukannya tergeser oleh para pendatang baru.

Dalam pada itu, Kufah juga menjadi basis golongan pendukung Ali bin Abi Thalib. Ketika terjadi peristiwa di Madinah yang mengakibatkan terbunuhnya Usman, golongan yang sebagian besar anggotanya terdiri dari orang Persia itu turut terlibat di dalamnya.

Karena alasan politik, Khalifah Ali bin Abi Thalib (656–661) memindahkan ibukota pemerintahan dari Madinah ke Kufah. Sejak itu, kota ini menjadi basis kekuatan pendukung Ali dan keluarganya.

Dukungan tidak lagi hanya bersifat politik, tetapi telah berubah menjadi suatu akidah dan ideologi bahwa kepemimpinan umat harus dipegang Ali dan keturunannya. Kelompok mereka selanjutnya disebut Syiah.

Pergolakan politik menjadikan Kufah lebih menyerupai pusat militer untuk menumpas para pemberontak yang berakibat peperangan, seperti Perang Jamal (656), yakni perang antara Ali dan pihak yang menuntut bela terhadap kematian Usman bin Affan, dan Perang Siffin (657), yakni perang antara Khalifah Ali dan Mu‘awiyah bin Abu Sufyan. Akhirnya, Kufah menjadi saksi atas pembunuhan Khalifah Ali pada Januari 661.

Di masa Bani Umayah (661–750), Kufah senantiasa menjadi sumber pemberontakan pro Syiah, antara lain pemberontakan di bawah pimpinan Muslim bin Aqil yang mengakibatkan terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Thalib di Karbala pada 680, Mukhtar bin Abi Ubaid (685–687), dan Zad bin Ali (739).

Bahkan menjelang keruntuhan dinasti ini, Kufah merupakan motor penggerak dakwah Abbasiyah dan Masjid Raya Kufah menjadi tempat pelantikan khalifah pertamanya (749).

Di masa Dinasti Abbasiyah (750–1258), Kufah di samping melahirkan beberapa pemberontakan pro Syiah juga menyuburkan tradisi dan peradaban Syiah. Kota ini selanjutnya mampu mengekspor kesadaran kesyiahan ke Iran, terutama kota Qum yang merupakan proyeksi Syiah Kufah.

Meskipun demikian, pusaka keagamaan dan peradaban Kufah tidak terbatas pada transmisi tradisi Syiah. Lebih penting dari itu Kufah menghasilkan peradaban Arab-Islam.

Sejak awal berdirinya, Kufah telah dibanjiri para sahabat Rasulullah SAW. Di antara mereka yang paling terkenal di bidang ilmu adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud (w. 33 H/652 M).

Karena terlalu disibukkan urusan politik dan peperangan, Ali tidak mempunyai kesempatan untuk mengajar. Sebaliknya, Ibnu Mas’ud merupakan orang yang sangat berpengaruh di bidang ilmu. Ia mengajarkan Al-Qur’an beserta tafsirnya dan hadis Nabi SAW kepada penduduk Kufah.

Ia juga memberi fatwa kepada mereka, baik dengan jalan mengambil istinbath dari Al-Qur’an, sunah, maupun dengan jalan berijtihad dengan pendapatnya sendiri. Enam orang muridnya yang terkenal adalah Alqamah, Aswad bin Yazid, Masruq, Ubaidah bin Amr as-Salmani, Haris bin Suwaid at-Taimi, dan Amr bin Syurahbayl.

Tidak semua ulama Kufah belajar dari Ibnu Mas’ud; banyak dari mereka belajar di Madinah, misalnya kepada Umar bin Khattab, Ibnu Abbas (seorang periwayat hadis), dan Mu‘az bin Haris (imam qiraah Madinah). Kufah menjadi pusat gerakan ilmiah yang besar. Ulamanya yang terkenal antara lain adalah Syuraih bin Amir, asy-Sya‘bi, an-Nakha’i, dan Sa’id bin Jubair.

Gerakan ini terus berkembang dan menjadi matang sehingga “melahirkan” Abu Hanifah bin Nu’man al-Kufi (Imam Hanafi). Kufah selanjutnya membentuk aliran tersendiri dalam bidang fikih dan pengetahuan bahasa Arab. Ini menjadi tandingan bagi Basrah. Tulisan Arab indah yang disebut khathth kufi diambil dari kota ini.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad. Fajr al-Islam. Cairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, 1975.
al-Balazuri, Ahmad bin Yahya bin Jabir. Futuh al-Buldan. Cairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, t.t.
an-Naqeeb, Khaldoun. Society and State in the Gulf and Arab Peninsula. New York: Routledge, 1990.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1985.
Nicholson, Reynold A. A Literary History of the Arabs. Cambridge: Cambridge University Press, 1969.
as-Suwaydi, Tawfiq. Mudzakkirat Nifs Qarn min Tarikh al-Iraqi wa al-Qadiyya al-‘Arabiyyah. Beirut: Dar al-Fikr al-Ilmiyah, 1969.
Watt, W. Montgomery. The Majesty That Was Islam, terj. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.
Zaidan, Jurji. Tarikh at-Tamaddun al-Islami. Beirut: Dar al-Maktabah al-Hayati, t.t.
Hery Noer Aly