Komunisme

Sistem sosial yang bercirikan tidak ada milik pribadi disebut komunisme, yang menekankan komunalisme tanpa dikotomi desa-kota, buruh-manajer, rakyat-pejabat, pemikir-awam, dan elite-massa. Menurut orang komunis, tidak ada lagi ketimpangan antarkelas yang dapat menyengsarakan kelas lain.

Secara teoretis, paham komunisme diilhami dua filsuf Jerman, Karl Marx (1818–1883) dan Friedrich Engels (1820–1895). Marx mendefinisikan komunisme sebagai upaya penghapusan hak milik pribadi serta alienasi diri manusia, dan upaya penemuan hakikat kemanusiaan yang dilakukan oleh dan untuk manusia.

Makhluk sosial tercipta hanya ketika manusia mampu menempatkan kekayaannya untuk semua. Menurut Marx, komunisme merupakan kata kunci untuk kehidupan yang tidak pasti. Komunisme juga memahami bahwa gerak sejarah ditentukan oleh produksi dan pertukaran barang serta jasa.

Komunisme tidak menafikan faktor lain, tetapi faktor produksi dan pertukaran barang dan jasa merupakan faktor sangat penting dalam proses pelembagaan sosial lain, seperti ekonomi, politik, hukum, seni, bahkan agama. Komunisme menjadi landasan bagi terbentuknya suprastruktur sosial.

Dalam prinsip komunisme yang ditulis Friedrich Engels pada Oktober–November 1847 dan diterbitkan dalam Selected Works, jilid 1 di Moskow (1969), disebutkan bahwa komunisme merupakan doktrin mengenai kemerdekaan bagi kaum proletariat. Proletariat yang dimaksud di sini adalah masyarakat yang hidup hanya dengan menjual tenaga kerjanya dan tidak mendapatkan keuntungan sedikit pun. Mereka sepenuhnya tergantung pada tenaga yang dimilikinya dan karena itu tergantung pada proses perniagaan yang selalu berubah.

Kaum proletariat tidak lahir atau ditakdirkan sejak awal sebagai kaum proletariat, tapi dijadikan menjadi kelompok proletariat. Mereka muncul terutama pada masa Revolusi Industri di Inggris pada akhir abad ke-18 dan terus diwarisi negara yang mengandalkan industri sebagai penggerak kehidupan negaranya. Mesin industry merupakan alat produksi yang tidak mungkin dimiliki kaum miskin, tetapi oleh pemilik modal yang kemudian menjadikan kaum miskin sebagai buruhnya.

Pergeseran dan perubahan struktur sosial berlangsung akibat proses industrialisasi. Ketika mesin industri modern bermunculan, industri manual yang mengandalkan tenaga manusia mulai berkurang. Alat industri modern dengan sendirinya mengurangi kegiatan produksi yang dilakukan dengan tangan manusia.

Kelas menengah lama yang memiliki perusahaan yang mengandalkan kegiatan tangan (manual) tergeser dan digantikan para pemilik industri mesin. Dalam kondisi demikian, yang ada hanya dua kelas, yaitu kelas kapitalis (borjuis) yang menguasai alat produksi, dan kelas proletariat yang tak memiliki apa-apa dan hanya bisa menjual tenaga pada kelas borjuis.

Harga tenaga kerja tersebut tidak berbeda dengan komoditi lain. Mereka dibeli serendah mungkin untuk mempertahankan keuntungan kelas borjuis. Kelas proletariat tidak bisa mendapatkan hasil lebih dari tenaga yang mereka jual, kecuali untuk sekadar hidup.

Kelas pekerja (proletariat) ini telah hadir sejak lama dalam konteks dan suasana yang berbeda. Pada masa silam, mereka berwujud budak dan hamba sahaya para penguasa. Pada Zaman Pertengahan mereka menjadi buruh atau hamba bagi kaum bangsawan, seperti di Hongaria, Polandia, dan Rusia. Sejak industri muncul, mereka menjadi pekerja atau buruh pada kaum pemilik modal.

Perbedaan antara budak dan proletar adalah budak menjual diri sekali dan untuk selama-lamanya, sementara proletar terpaksa menjual diri dalam tenggang waktu yang ditentukan. Karena itu, proletar sangat tergantung pada persaingan pasar dan bersifat labil. Status budak bisa menjadi hilang apabila ia memutuskan penghambaannya dan tidak terkait dengan modal, sementara proletar bisa membebaskan diri dengan memutuskan atau menolak ongkos yang ia terima.

Dalam perkembangannya, kaum borjuis dengan kekayaannya telah menjadi kelas utama di sebuah negara. Tidak heran apabila kaum borjuis mampu merangkul para penguasa politik dan meletakkannya di dalam kendalinya. Kaum borjuis menggantikan keistimewaan kaum bangsawan, politisi, dan para penguasa lain.

Kaum borjuis berkembang dari segi modal dan kekayaan, sedangkan kaum proletariat berkembang dari segi jumlah. Kaum proletariat menjadi kebutuhan yang tidak terelakkan kaum borjuis. Ketika kaum borjuis semakin menekan upah buruh untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, kesadaran serta peluang bagi terciptanya revolusi sosial proletariat justru dibangkitkan.

Kondisi ini diperkuat oleh melimpahnya hasil industri yang melebihi kebutuhan pasar sehingga terjadi krisis dan para buruh menganggur. Krisis ini akan memuncak menjadi sebuah revolusi proletariat dan menghapuskan keberadaan industri yang dimiliki secara individual atau segelintir orang menjadi industri milik bersama. Di sinilah misi utama komunisme itu.

Dalam The Communist Manifesto (1848), Marx menyatakan bahwa perbedaan dan pertentangan antara manusia dari hari ke hari akan berkurang karena pengaruh dari perkembangan kaum borjuis, perdagangan bebas, keseragaman cara produksi, dan kondisi kehidupan yang berhubungan dengan produksi.

Bahkan Marx dan Friedrich Engels meramalkan bahwa kekuasaan politik atau negara akan lenyap pada masa pascarevolusi komunis. Sistem kapitalisme yang berkembang akan hancur oleh dua hal: (1) pemusatan kekuatan ekonomi, dan sebagai konsekuensinya (2) meningkatnya masyarakat proletariat.

Puncak proses industrialisasi merupakan jalan penting bagi pembebasan manusia dari ketertindasan dan kebodohan. Puncak proses industrialisasi yang dimaksud terjadi ketika alat produksi dikuasai oleh negara.

Perubahan tersebut bisa dicapai melalui perjuangan kelas, revolusi dengan kekerasan, dan kediktatoran kaum proletariat. Revolusi dengan kekerasan perlu dilakukan karena ada dominasi yang begitu kuat dari para pemilik modal. Alat industri yang dikuasai kaum kapitalis telah mengantarkannya pada proses penguasaan terhadap lembaga sosial lain, seperti politik, hukum, dan ekonomi.

Dalam kondisi demikian para pemilik modal tidak akan membiarkan sejarah tidak berpihak kepadanya. Ada obsesi dan hasrat yang kuat di dalam diri kaum kapitalis untuk menciptakan sejarah sesuai dengan kepentingannya. Kondisi yang menguntungkan kaum pemilik modal ini akan terus berlangsung apabila dibiarkan atau tidak disikapi secara revolusioner.

Ide komunisme Marx dan Engels diwujudkan di dalam bentuk negara komunis pertama kali oleh Vladimir Ilyich Ulyanov Lenin (1870–1924) di Rusia pada 1917. Melalui kudeta berdarah yang menumbangkan kekuasaan Tsar Dinasti Romanov, Lenin berhasil mendirikan negara republik komunis terbesar di dunia yang bernama Uni Soviet.

Untuk menjaga kelangsungan sistem komunisme tersebut sebagaimana teori Marx, Lenin menerapkan kediktatoran dan kekerasan terhadap lawan politiknya. Lenin berkuasa hingga 1922, lalu meninggal dunia 2 tahun kemudian. Penggantinya adalah Joseph Stalin (1879–1953) yang memimpin Uni Soviet sejak 1929 hingga 1953.

Kebijakan Stalin dalam upaya menciptakan kepemilikan kekayaan secara kolektif meliputi antara lain penghapusan kepemilikan tanah secara individual. Dengan kekuatan tentara, ia memaksa petani menggabungkan lahan mereka menjadi milik kolektif pemerintah.

Dalam sejarahnya, komunisme merambat ke berbagai negara, seperti Cina, Polandia, Hongaria, Cekoslowakia (kini: Cekia/Ceko dan Slovakia), Bulgaria, Rumania, Italia, Cuba, dan beberapa negara lain, tidak terkecuali ke negara yang mayoritas penduduknya muslim, seperti Mesir, Irak, Yordania, Tunisia, dan Indonesia, sebelum akhirnya dianggap sebagai ideologi terlarang.

Sebagian besar umat Islam, khususnya di Indonesia, tidak setuju dengan cara kekerasan yang dipraktikkan komunisme dalam proses revolusi proletariat, karena Islam mengedepankan kedamaian.

Dalam sejarah umat Islam di Indonesia, ideologi komunisme yang dipraktikkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) telah menimbulkan ketidakstabilan dan kekerasan dalam masyarakat. Karena itu, umat Islam mendesak dan menuntut pembubaran PKI; dan PKI kemudian ditetapkan sebagai partai terlarang di Indonesia. Doktrin komunisme dianggap tidak sejalan dengan ajaran Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Balibar, E. On the Dictatorship of the Proletariat. London: New Left Books, 1977.
Brown, A. dan Jack Gray, eds. Political Culture and Political Change in Communist States. London: Macmillan, 1977.
Dahrendorf, Ralf. Konflik dan Konflik dalam Masyarakat Industri. Jakarta: Rajawali Pers, 1986.
Daniels, Robert Vincent. A Documentary History of Communism and the World: From Revolution to Collapse. England: University Press of New England, 1994.
Ebenstein, William dan Edwin Fogelman. Isme-Isme Dewasa Ini. Jakarta: Erlangga, 1990.
Rush, Myron. How Communist States Change Their Rulers. Ithaca: Cornell University Press, 1974.

A. Bakir Ihsan