Khamar adalah jenis minuman yang memabukkan (menutupi kesehatan akal). Sebagian ulama, seperti Imam Hanafi, memberi pengertian dan nama khamar untuk jenis minuman dari perasan anggur yang mengandung unsur yang memabukkan. Ada pula yang memberi pengertian khamar dengan lebih menonjolkan unsur yang memabukkannya. Artinya, segala jenis minuman yang memabukkan disebut khamar.
Islam memandang khamar sebagai salah satu faktor utama timbulnya segala kejahatan, seperti menghalangi seseorang untuk berzikir kepada Allah SWT, menghalangi seseorang melakukan salat yang merupakan tiang agama, menghalangi hati dari sinar hikmah, dan merupakan perbuatan setan. Oleh karena itu, khamar, baik secara esensi maupun penggunaannya, diharamkan secara qath‘i (yakin) dalam Al-Qur’an maupun dalam sunah Nabi SAW. Tetapi, karena pada awal Islam khamar telah menjadi kebiasaan atau bagian hidup masyarakat Arab, pelarangannya dilakukan secara bertahap sebagai berikut.
Pertama, Umar bin Khattab, Mu‘az bin Jabal, dan sekelompok sahabat bertanya kepada Nabi SAW tentang khamar. Kemudian turunlah wahyu yang dinyatakan dalam Al-Qur’an pada surah al-Baqarah (2) ayat 219 yang berarti: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya….’”. Pada ayat ini belum ada larangan karena kandungan ayat tersebut hanya berupa informasi bahwa dosa khamar lebih besar daripada manfaatnya.
Kedua, ketika ada seorang mabuk akibat meminum khamar yang mengerjakan salat dan membaca surah al-Kafirun (109) secara berulang-ulang tetapi tidak benar, turun wahyu yang tercantum dalam surah an-Nisa’ (4) ayat 43 yang berarti: “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi….”
Ketiga, tertera dalam surah al-Ma’idah (5) ayat 90: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” Dalam ayat ini manusia dituntut untuk meninggalkan minum khamar, karena hal ini termasuk perbuatan keji atau perbuatan setan.
Selain itu juga ada beberapa hadis yang menjelaskan tentang khamar. (1) Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap minuman yang memabukkan adalah haram.” (2) Hadis riwayat Muslim dari Ibnu Umar menyebutkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Setiap yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram.” (3) Hadis riwayat an-Nasa’i dari Jabir bin Abdullah menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesuatu yang memabukkan karena banyaknya, maka sedikitnya pun haram.” Hal yang sama juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmizi.
Khamar yang memabukkan itu disebut induk kejahatan karena kendali kesadaran orang yang mabuk akan hilang. Oleh karena itu, meminum khamar termasuk salah satu dosa besar. Hal ini disebutkan dalam hadis riwayat Tabrani dari Abdullah bin Umar yang berarti: “Khamar adalah ibu kekejian dan terbesar dari dosa-dosa besar dan barangsiapa meminum khamar, maka akan meninggalkan salat dan terjatuh (menggauli) ibu dan bibinya.”
Nabi SAW juga menggambarkan orang yang meminum khamar ibarat orang yang menyembah berhala, artinya telah hilang Islamnya (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah). Karena besarnya dosa akibat minum khamar, yang mendapat laknat atau hukuman bukan saja orang yang meminum khamar, tetapi juga pihak yang terlibat dengan khamar itu, seperti orang yang menghidangkan, menjual, memasok, membuat, mengusahakan, dan yang menikmati hasil penjualan khamar.
Adapun hikmah mengapa diharamkan minum khamar, antara lain untuk menjaga kebutuhan primer manusia yang bersifat daruri, yaitu agama, akal, harta, kehormatan, dan keluarga; karena jika seseorang telah kecanduan minum khamar, kelima hal di atas akan berantakan.
Ancaman hukuman bagi peminum khamar termasuk dalam kategori hudud, artinya telah ditentukan batasan hukumannya. Menurut jumhur (mayoritas) ulama, hukuman peminum khamar adalah didera 80 kali. Hal ini disamakan dengan hukuman qadzf (orang yang menuduh orang baik-baik melakukan zina).
Sebagian ulama Mazhab Syafi‘i berpendapat bahwa hukumannya 40 dera. Kedua pendapat tersebut didasarkan pada atsar (penerusan tradisi) dari Ali riwayat al-Baihaki dan riwayat Imam Muslim dari Husain bin Munzir yang menyatakan: “Rasulullah SAW menjilid atau mendera (peminum) khamar sebanyak 40 kali, Abu Bakar 40 kali, Umar 80 kali, dan semuanya itu adalah sunah.”
Dalam kaitannya dengan penjatuhan hukuman had di sini, tidak ada batas seberapa banyak khamar yang diminum itu. Hal ini didasarkan pada hadis yang telah disebutkan di atas bahwa sedikit atau banyak meminum khamar adalah haram (hukumnya), maka barangsiapa yang meminumnya dikenakan hukuman had. Hal ini juga berlaku apabila khamar dicampur dengan air sekalipun. Ulama juga sepakat bahwa segala jenis minuman yang mengandung unsur yang memabukkan dikiaskan (dianalogikan) pada khamar dan oleh karenanya menjadi haram.
DAFTAR PUSTAKA
al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr, 1981.
Ibnu Rusyd. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid. Cairo: Syarikah Maktabah wa Matba‘ah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1401 H/1981 M.
al-Jazairi, Abu Bakar. Minhaj al-Muslim. Beirut: Darul Fikr, 1976.
al-Jaziri, Abdurrahman. al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba‘ah. Beirut: Darul Fikr, t.t.
al-Jurjawi, Ahmad. Hikmat at-Tasyri‘ wa Falsafatuh. Cairo: Mu’assasah al-Halabi, t.t.
al-Khatib, Muhammad Ajaj. al-Mujaz fi Ahadits al-Ahkam. Damascus: Matba‘ah al-Jadidah, 1975.
Muslim, Imam. Sahih Muslim bi Syarh al‑Imam an‑Nawawi. Beirut: Dar lhya’ at‑Turas al‑‘Arabi, 1404 H/1984
Suyuti, Jalaluddin. al-Jami‘ ash-shagir. Beirut: Darul Fikr, t.t.
az-Zukhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islami. Damsyiq: Darul Fikr, 1984.
Ahmad Rofiq