Khadijah binti Khuwailid

Khadijah binti Khuwailid (Mekah, 556–619) adalah seorang pengusaha wanita kaya dari suku Quraisy di Mekah, wanita pertama pemeluk agama Islam dan istri pertama Nabi Muhammad SAW. Khadijah yang juga dikenal sebagai ummul mukminin (ibu orang Islam) al-Kubra (yang agung) adalah putri Khuwailid, cicit Qusay (l. ± 400).

Khadijah binti Khuwailid berasal dari keturunan orang terpandang di Mekah dan dari keluarga yang terkenal sebagai pedagang kaya yang giat bekerja. Dengan bekal tradisi dagang inilah Khadijah memulai kariernya sebagai pengusaha/pedagang yang sukses dan tercatat sebagai wanita paling kaya di kota itu.

Sebagai seorang wanita Quraisy, Khadijah sangat dihormati di tengah kaumnya. Ia memiliki sifat yang terpuji, bersifat sosial, pemberani, dan toleran, di samping memiliki kecantikan yang sangat menonjol. Yang amat mengagumkan dari itu adalah kemampuan manajerial yang dimilikinya untuk mengendalikan usaha perdagangannya di tengah persaingan yang demikian kuat.

Sebagai saudagar besar, Khadijah menjalankan usaha perdagangannya dengan mempercayakan barang dagangannya kepada orang untuk dibawa dan dijual. Kepada para penjual dagangannya ia memberi imbalan yang pantas. Di samping itu, ia sangat suka membantu orang yang mengalami kesulitan ekonomi.

Sebelum menikah dengan Muhammad SAW, Khadijah sudah pernah menikah dua kali. Pertama ia menikah dengan Abu Halal Annabbasy bin Zurarah. Dari perkawinan ini ia dianugerahi seorang anak yang bernama Halal. Setelah Abu Halal meninggal dunia, Khadijah menikah dengan Atiq bin Abid al-Makhzumi.

Di saat perkawinannya yang kedua inilah usaha perdagangan Khadijah mengalami kemajuan sangat pesat berkat bantuan orangtuanya sendiri dan beberapa orang kepercayaannya. Setelah suaminya yang kedua meninggal, Khadijah menjadi janda terhormat, dan beberapa kali mendapat lamaran dari beberapa pemuka Quraisy. Namun lamaran itu ditolaknya dengan baik.

Abi Thalib, paman Nabi, mempunyai hubungan dagang dengan Khadijah, dan Muhammad SAW yang tinggal di rumah Abi Thalib ingin meringankan beban keluarga pamannya dengan cara ikut berdagang ke Syam (Suriah) sehingga Muhammad SAW dapat mengenal pasar dengan baik.

Pada masa itu Muhammad SAW dikenal sebagai seorang yang tepercaya (al-amin) dan menjalankan usaha perdagangan dengan penuh berkah, sehingga Khadijah meminta pemuda itu agar menjalankan dagangannya dengan diberi seorang pendamping, yakni Maisarah.

Dalam menjalankan usaha itu tampak keagungan pribadi Muhammad SAW. Akhirnya Khadijah melamarnya dan melangsungkan pernikahan dengan Muhammad SAW dengan disaksikan Abi Thalib dari pihak Muhammad SAW dan Umar bin Asad dari pihak Khadijah.

Pada waktu itu Muhammad berumur 25 tahun dan Khadijah berumur 40 tahun. Perkawinan pasangan ideal ini berlangsung selama 25 tahun. Dalam kehidupan itu Khadijah menunjukkan keteladanannya dalam berbagai hal, antara lain:

(1) Sebagai seorang istri. Khadijah selalu mendampingi suaminya dalam suka maupun duka. Ia selalu memberikan dorongan dan semangat kepada Rasulullah SAW untuk menjalankan dakwahnya dan tanpa ragu-ragu menyertai Rasulullah SAW menghadapi berbagai tekanan ekonomi.

Ia terus bertahan dengan penuh pengorbanan sampai hartanya habis. Rasulullah SAW sangat mencintainya, bahkan ketika Khadijah wafat dalam umur 64 tahun, Muhammad SAW hidup sendiri tanpa istri selama beberapa tahun. Ia berkata, “Ketika aku miskin, ia memberiku kekayaan; ketika orang-orang menganggapku gila, ia tetap percaya kepadaku.” Perkawinan Khadijah dengan Muhammad SAW dikaruniai 6 anak: 4 putri yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum, dan Fatimah di samping 2 putra yakni al-Qasim dan Abdullah.

(2) Sebagai wanita. Khadijah adalah sosok wanita yang ideal yang memiliki mutiara keteladanan yang luhur: ia seorang wanita yang kreatif, kaya raya, wiraswastawati; ia merupakan wanita pertama yang masuk Islam, bahkan mempunyai pemikiran yang sangat strategis tentang Islam yaitu bahwa:
(a) manusia adalah jenis makhluk yang merupakan sumber penjelmaan kebesaran Tuhan; ini sering keluar dari pembicaraannya; dan
(b) Allah SWT memperhatikan kelakuan manusia dan memberi ganjaran untuk itu. Menurut Khadijah, Tuhan menyukai sebagian perbuatan kita dan membenci sebagian lainnya. Perbuatan yang disukai-Nya adalah keluhuran hati dan pertolongan bagi sesama, terutama mereka yang lemah.

(3) Sebagai ibu rumah tangga. Khadijah pantas dijadikan contoh sebagai ibu rumah tangga yang ideal mengingat keteladanannya. Khadijah sadar akan tugas dan tanggung jawabnya, berhasil mengurus rumah tangga, dan bahkan aktif membantu ekonomi rumah tangganya. Ia menjadi panutan bagi putra-putri dan lingkungannya serta pendamping setia dengan penuh pengorbanan atas harta bendanya untuk dakwah Nabi SAW.

DAFTAR PUSTAKA
Azzam, Abdurrahman. ar-Risalah al-Khalidah, atau The Eternal Message of Muhammad, terj. Caesar E. Farah. New York: The Devin Adair Company, 1964.
Bek, Muhammad Khudri. Nur al-Yaqin. Cairo: al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra, 1953.
Sulaiman, Sulaiman al-Bawwab. Mi’ah Awa’il min an-Nisa’, atau Seratus Wanita Terbilang, terj. Ahmad Semait. Singapura: Pustaka Nasional, 1989.
Zahrawi, Sayid Abdulhamid. Tokoh Wanita Sebelum dan Sesudah Islam, terj. Bandung: al-Ma‘arif, 1960.
Syahrin Harahap