Seseorang yang beragama Islam yang ahli dan memiliki pengetahuan banyak dalam satu atau beberapa bidang ilmu disebut ilmuwan muslim. Dalam bahasa Arab, ilmuwan biasa disebut ‘Alim, (jamak: ‘ulama’). Orang yang ahli di bidang fikih (hukum Islam) disebut ‘alim atau fakih, ahli di bidang tafsir disebut mufasir, dan ahli di bidang hadis disebut muhaddits.
Dalam perjalanan sejarah, umat Islam sangat banyak memiliki ilmuwan dalam berbagai bidang, terutama pada zaman keemasan Islam. Untuk sekadar contoh dapat disebutkan sebagai berikut. Abu Hanifah an-Nu’man bin Sabit yang dikenal dengan Imam Hanafi (699–767), Malik bin Anas yang terkenal dengan Imam Malik (712–798), Muhammad bin Idris asy-Syafi‘i yang dikenal dengan sebutan Imam Syafi‘i (767–820), dan Ahmad bin Hanbal yang terkenal dengan Imam Hanbali (780–855), adalah beberapa tokoh ilmuwan muslim di bidang fikih, usul fikih, dan beberapa cabang ilmu lainnya.
Ilmuwan muslim di bidang teologi meliputi antara lain Abu Hasan al-Asy‘ari (873–935), al-Jubba’i (w. 303 H/916 M), Abu Mansur Muhammad al-Maturidi (w. 944), dan Abu al-Yusr al-Bazdawi (421 H/1030 M–493 H/1100 M).
Di bidang hadis dikenal beberapa nama ilmuwan besar, seperti Imam Bukhari (w. 870), Imam Muslim (w. 875), at-Tirmizi (w. 892), dan an-Nasa’i (w. 915). Sementara untuk tokoh besar di bidang tasawuf antara lain adalah al-Hasan al-Basri (642–729), Rabi’ah al-Adawiyyah (714–801), Abu Nasr Bisyri al-Hafi (767–841), Zunnun al-Misri (w. 860), al-Ghazali (w. 1111), Abu Yazid al-Bustami (w. 874), dan Husein bin Mansur al-Hallaj (858–922).
Tokoh ilmuwan muslim di bidang ilmu pasti dan pengetahuan alam mencakup antara lain Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (800–847), seorang perintis ilmu pasti. Kita juga mengenal nama Abu al-Abbas Ahmad al-Fargani (abad ke-9), seorang ahli astronomi yang di Barat terkenal dengan nama al-Fragnus.
Abu Ali al-Hasan bin Hasan bin Haitam atau Ibnu Haitam (965–1039) yang dikenal di Barat dengan Alhazen adalah juga seorang ahli ilmu alam. Nama lain yang amat terkenal adalah Jabir bin Hayyan (w. 812) yang biasa disebut “bapak ilmu kimia”, al-Biruni (973–1048) yang dikenal sebagai seorang ahli fisika, dan pemenang hadiah Nobel 1979 dalam bidang fisika, Abdus Salam (1926–1996).
Tokoh ilmuwan muslim di bidang ilmu sosial mencakup antara lain Yaqut bin Abdullah al-Hamawi (1179–1229) yang mengarang kitab Mu‘jam al-Buldan (Kamus Negara; kamus tentang ilmu bumi).
Seorang ahli ilmu bumi yang paling terkenal yang pernah melakukan lawatan untuk penelitian, dan bahkan pernah bermukim di Aceh, adalah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim Abu Abdullah al-Lawati at-Tanji bin Batutah atau Ibnu Batutah (1304–1377) yang berasal dari Maroko.
Seorang ahli yang amat terkenal di Barat sampai sekarang adalah Waliuddin Abdurrahman bin Khaldun atau Ibnu Khaldun (1332–1406) yang mengarang buku Muqaddimah (Pendahuluan). Tokoh ini dikenal sebagai “bapak historiografi modern”.
Di bidang ilmu kedokteran, kita mengenal ilmuwan muslim yang tersohor, antara lain Abu Ali al-Husain bin Abdullah bin Sina atau Ibnu Sina, yang di Barat dikenal dengan Avicenna (980–1037) dan diberi julukan “the prince of the physicians” yang juga dikenal sebagai seorang filsuf besar yang diberi gelar asy-syaikh ar-ra’is. Nama lain adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi (864–926) yang di Barat terkenal dengan nama Razes.
Pada bidang filsafat kita mengenal pula ilmuwan muslim yang amat berjasa besar terhadap dunia, antara lain Abu Yusuf Ya‘qub bin Ishak al-Kindi (801–866) yang terkenal sebagai failasuf al-‘Arab (filsuf Arab) yang juga menguasai banyak cabang ilmu lain, seperti matematika, geometri, astronomi, farmakologi, ilmu hitung, dan optika.
Filsuf lain adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzlag al-Farabi (870–950) yang juga memiliki keahlian di bidang logika, politik, ilmu jiwa, dan sebagainya. Filsuf ini mendapat gelar al-mu‘allim ats-tsani (“guru kedua”; “guru pertama” adalah Aristoteles). Filsuf lain yang tidak kalah besarnya adalah Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd atau Ibnu Rusyd (1126–1198) yang juga memiliki berbagai keahlian di bidang ilmu lain.
Ilmuwan muslim dapat dikelompokkan menurut daerah asalnya, seperti ilmuwan muslim Indonesia, Malaysia, dan Mesir. Demikian pula, mereka dapat dikelompokkan menurut bidang keahliannya, seperti bidang ekonomi, kedokteran, dan fisika.
Ilmuwan Muslim di Indonesia. Dalam sejarah Islam di Indonesia tradisi keilmuan lahir dalam suasana perubahan mendasar pada masyarakat seiring dengan kekuatan yang ditampilkan Islam dan di tengah upaya mencari pijakan baru bagi sistem budaya masyarakat.
Tradisi tersebut dipahami sebagai upaya “penerjemahan” nilai-nilai Islam ke dalam sistem sosial-budaya masyarakat sehingga membentuk corak yang khas. Tradisi keilmuan yang muncul secara dominan pada periode perkembangan awal adalah wacana islamisasi dan sufisme.
Salah satu wacana islamisasi adalah Hikayat Raja-Raja Pasai pada abad ke-14 yang ditulis raja Samudera Pasai, Malikush Shaleh. Pada abad ke-16 wacana keislaman berkembang di Jawa dengan ditulisnya teks Jawa, Babad Tanah Jawi. Teks tersebut berisi perubahan kerajaan Jawa dari Hindu-Buddha Majapahit ke Islam Demak. Pembahasan serupa terdapat dalam teks Jawa lainnya yaitu Serat Centini yang kerap kali disebut “ensiklopedi budaya Jawa”.
Sejalan dengan proses islamisasi, sufisme pun menjadi suatu wacana keilmuan bagi masyarakat. Di tangan Hamzah Fansuri yang kemudian diteruskan Syamsuddin as-Sumatrani, sufisme berkembang di kalangan masyarakat muslim. Karya Hamzah Fansuri berjudul Asrar al-‘arifin (Rahasia kaum Gnostik) dan Syamsuddin dengan Jauhar al-haqa’iq (Esensi Hakikat)-nya, menekankan penyatuan manusia dengan Tuhan yang dirumuskan dalam konsep martabat tujuh.
Pada abad ke-17 dan ke-18 muncul aliran neo-sufisme dalam wacana ulama Nusantara. Aspek yang menonjol dari pemikiran neo-sufisme adalah adanya pendekatan antara para ulama yang berorientasi syariat (yang kerap disebut ahli fikih) dan ulama yang lebih menekankan praktek sufisme.
Gagasan neo-sufisme dikemukakan oleh Nuruddin ar-Raniri (w. 1658), Abdur Rauf Singkel (1615–1696), dan Yusuf al-Makassari (1627–1699) pada abad ke-17, serta Abdus Samad al-Palimbani (1704–1789) dan Paku Buwono II (1726–1749) pada abad ke-18. Karya utama al-Palimbani yang beredar di Nusantara adalah Hidayah as-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin dan as-Sair as-Salikin ila ‘Ibadah Rabb al-‘alamin.
Selain neo-sufisme, yang menjadi perhatian ulama pada masa itu adalah hukum atau fikih. Ulama yang mengembangkan hukum adalah Muhammad Arsyad al-Banjari (1712–1810), dengan karyanya Sabil al-Muhtadin li al-Tafaqquh fi Amr ad-Din (Jalan Orang yang Mendapat Petunjuk untuk Memahami Urusan Agama) dan Akhmad Khatib (1855–1916) seorang ahli dalam sistem pembagian harta waris.
Memasuki abad ke-19 hingga ke-20, tradisi keilmuan Islam memperlihatkan perubahan. Wacana keilmuan yang muncul bertemakan sejarah, politik, bahasa, bahkan sastra.
Ilmuwan yang mengetengahkan wacana sejarah dan politik antara lain adalah Abdullah Munsyi (1787–1854) dengan karyanya Hikayat Abdullah dan Raja Ali Haji (1809–1870) dengan karyanya Tuhfah an-Nafis (Hadiah yang Berharga), Samarah al-Muhimmah (Pahala Tugas Kenegaraan), dan Intizam Waza’if al-Malik (Peraturan Sistematis tentang Tugas Raja).
Adapun di bidang bahasa dan sastra antara lain adalah Nawawi al-Bantani (1813–1897) yang ahli di bidang tata bahasa Arab, tafsir, dan akidah, serta HAMKA (1908–1981).
Pada masa sekarang ini ilmuwan muslim juga cukup banyak, antara lain M. Quraish Shihab (ahli tafsir Al-Qur’an), Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, Azyumardi Azra, dan Qomaruddin Hidayat (pemikir pembaruan Islam), B.J. Habibie (ilmuwan bidang teknologi), dan M. Amien Rais dan Ali Yafie (cendekiawan).
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M. Natsir. Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah. Bandung: Mizan, 1989.
al-Attas, Syed Naquib. Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of the Malay-Indonesian Archipelago. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1969.
Baiquni, Ahmad. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Bandung: Pustaka, 1983.
Hitti, Philip K. History of the Arabs. London: Macmillan Education Ltd., 1974.
Hodgson, Marshal G.S. The Venture of Islam. Chicago: The University of Chicago Press, 1974.
Hoesin, Oemar Amin. Kultur Islam, Sejarah Perkembangan Kebudayaan Islam dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional. Jakarta: Bulan Bintang, 1964.
Ibrahim, S. Siddique Ahmad and Yasmin Hussain. Reading of lslam in Southeast Asia. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 1985.
Khan, Abdur Rahman. Muslim Contribution to Science and Culture. New Delhi: Idarahi Adabiyati Delhi, 1980.
Madjid, Nurcholish, et al. Khazanah Intelektual Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Nasr, Sayid Hossein. Science and Civilization in Islam. Cambridge: Harvard University Press, 1968.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1986.
Poeradisastra, S.I. Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern. Jakarta: P3M, 1986.
Helmi Karim