Yusuf bin Tasyfin adalah pendiri dan penguasa pertama Dinasti al-Murabitun di Maroko. Semula al-Murabitun merupakan gerakan tarekat yang didirikan Abdullah bin Yasin, Yahya bin Umar, dan Abu Bakar bin Umar (dua tera-khir: sepupu Ibnu Tasyfin). Gerakan ini keÂmudian menjadi gerakan politik dan sebuah dinasti yang berkuasa di Afrika Utara dan Andalusia (Spanyol)Â.
Ibnu Tasyfin berkuasa (1061–1107) dengan gelar Amir al-Muslimin dan Nasiruddin. Untuk meÂlegitimasi dan memperkuat kekuasaannya, ia meminta pengakuan dan restu dari khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Setelah berkuasa, Ibnu Tasyfin mulai melakukan ber bagai upaya konsolidasi dengan membenahi dan menata administrasi pemerintahan, berupaya mempersatukan dan mengoordinasi kekuatan berbagai suku, serta membentuk formasi militer yang terpadu dan kuat.
Untuk mewujudkan suatu wilayah kekuasaan yang layak disebut sebuah negara yang pada waktu itu mempunyai wilayah yang sangat luas dan bebas yang dihuni bangsa nomadÂia membujuk Abu Bakar bin Umar agar kembali memimpin anak buahnya di padang pasir dan melakukan serangan terhadap kerajaan bangsa Negro.
Dengan cara ini ia dapat memperluas wilayah kekuasaannya ke seluruh wilayah utara Maroko. Di bidang ekonomi, Ibnu Tasyfin juga telah mencetak mata uang sendiri yang biasa dilakukan beberapa khalifah sebagai identitas diri selagi berkuasa.
Pada masa kejayaan Dinasti al-Murabitun di bawah pimpinan Ibnu Tasyfin, kerajaan Islam di Andalusia berada di ambang pintu kehancuran karena perebutan kekuasaan dan pertentangan antar muÂluk at-tawa’if (penguasa kelomÂpok suku), sementara kekuatan Kristen tampil menunggu momentum yang tepat untuk melenyapkan kekuatan Islam di sana.
Mu’tamid bin Ibad dari Sevilla, sebuah kerajaan yang terkuat di antara muluk at-tawa’if, menyadari bahwa kerajaan dan kekuasaannya terancam kekuatan Alfonso VI, penguasa Kristen dari Kerajaan Castile dan Léon. Untuk mempertahankan kekuasaannya ia mengundang Ibnu Tasyfin untuk memberikan bantuan militer.
Dengan persiapan yang matang, dan setelah Ibnu Tasyfin mempercayakan jabatannya untuk sementara kepada anaknya, ia memimpin balatentaranya menyeberang ke Spanyol untuk melakukan perang suci demi mempertahankan Islam.
Pada 23 Oktober 1086 kekuatan militer Ibnu Tasyfin dan Mu’tamid bertemu dengan kekuatan Alfonso VI di sebuah tempat yang bernama az-Zallaqa. Berkat kerjasama yang baik antara kekuatan militer Ibnu Tasyfin dan Mu’tamid, pasukan Alfonso VI dapat dilumpuhÂkan secara total.
Ibnu Tasyfin kembali ke Maroko setelah mendengar berita tentang kematian anaknya secara tiba-tiba, seÂmentara 3.000 prajuritnya tetap tinggal di Andalusia. Namun tidak lama kemudian ia datang kembali ke Andalusia. Kali ini kehadirannya di Andalusia tidak hanya sekadar mendamaikan para muluk at-tawa’if yang saling bertikai dan menyeÂlamatÂkan Islam dari ancaman kekuatan Kristen, melainkan juga untuk berkuasa sepenuhnya.
Demikianlah satu per satu muluk at-tawa’if ditaklukkan dan kekuatan Kristen dilumpuhkan. Daerah di Andalusia, selain Saragossa, sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Ibnu Tasyfin.
Setelah berkuasa kurang lebih 45 tahun, Ibnu Tasyfin meninggal pada 1107. Ia digantikan putranya, Ali bin Yusuf (1107–1143), yang diikuti dengan menurunÂnya popularitas dan kekuatan Dinasti al-Murabitun, yang akhirnya hancur pada masa pemerintahan Ishaq bin Ali (1146–1147).
Daftar Pustaka
Bosworth, C.E. Dinasti-Dinasti Islam, terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan, 1993.
Broklemann, Carl. History of The Islamic People. London: Routledge & Kegan Paul, 1982.
Holt, P.M. The Cambridge History of Islam. Cambridge: The University, 1974.
Stephan, dan Nandy Ronard. Concise Encyclopaedia of Arabic Civilization. Am-sterdam: Djambatan, 1966.
Suryan A. Jamrah