Ibnu Sa’d, Muhammad

(Basrah, sekitar 160 H/777 M–Baghdad, 230 H/844 M)

Muhammad bin Sa‘d adalah seorang ahli hadis dan sejarawan muslim yang terkenal dalam penulisan at-tabaqat, yakni peringkat para tokoh (Nabi Muhammad SAW, sahabat, tabiin, dan generasi sesudahnya). Nama lengkap­ nya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Sa‘d bin Mani‘ al-Basri al-Hasyimi.

Ibnu Sa‘d mengembara untuk menuntut ilmu ke Madinah dan kemudian ke Baghdad. Di sana ia bertemu dengan Abu Abdullah Muhammad bin Umar al-Waqidi (w. 207 H/823 M), seorang ulama dan sejarawan yang menguasai banyak bi­dang ilmu keislaman. Ketika itu al-Waqidi menjadi guru putra khalifah di istana Abbasiyah.

Ibnu Sa‘d sudah aktif menuntut ilmu sejak usia muda dan pernah berguru antara lain pada Hasyim bin Basyir, Ibnu Uyainah, Waki‘ al-Jarrah, Abdullah bin Numair, al-Walid bin Muslim, Isma‘il bin Ulayyah, dan Abu Mishar (se­muanya ahli hadis). Ke­mudian Ibnu Sa‘d secara khusus belajar­ pada al-Waqidi dan bahkan menjadi sekretar-isnya.

Setelah­ Ibnu Sa‘d tumbuh­ menjadi seorang ilmuwan terpandang, banyak ulama yang belajar dan meri­wayatkan­ hadis darinya, antara lain Abu Bakr bin Abi ad-Dunya, al-Haris bin Usamah, al-Husain bin Muhammad bin Abdurrahman bin Fahm, al-Balazuri, dan Abu Qasim al-Bagawi. Sebagai­mana gurunya, Ibnu Sa‘d juga dikenal­ sebagai­ seorang sejarawan produktif di kemudian­ hari.

Az-Zahabi, seorang kritikus hadis, menilainya sebagai seorang yang kuat menghafal, menguasai banyak ilmu secara mendalam, dan meriwayatkan hadis yang dapat dijadikan hujah. Al-Khatib al-Baghdadi (ahli hadis, sejarawan)­ dan Ibnu Hajar al-Asqalani (ahli dan kritikus hadis) meni­lainya se­bagai seorang ahli hadis yang jujur dan adil. Bahkan al-Asqalani menambahkan bahwa ia termasuk seorang perawi hadis yang sangat berhati­-hati dalam­ meriwayatkan hadis.

Ibnu Sa‘d hidup semasa dengan khalifah Abbasiyah al-Ma’mun (198 H/813 M–218 H/833 M) yang melakukan mihnah (pengujian) terhadap ulama tentang “penciptaan Al-Qur’an”. Ibnu Sa‘d termasuk salah seorang yang “diuji” dan ke­mudian menyatakan di hadapan al-Ma’mun bahwa Al-Qur’an adalah makhluk (diciptakan), tidak ka­dim (kekal). Oleh karena itu, ia tidak termasuk golongan ulama yang mendapat “siksaan” karena menolak pendapat “penciptaan Al-Qur’an”.

Akan tetapi, as-Silmi, penulis buku at-Tarikh wa al-Mu’arrikhun al-‘Arab (Sejarah dan Para Sejarawan Arab), memperkirakan bahwa Ibnu Sa‘d dipaksa untuk berpendapat demikian karena diancam oleh para pegawai al-Ma’mun. Menurut as-Silmi, tidak seorang pun kritikus hadis yang menganggap kejujurannya­ ternoda dengan berpendapat­ bahwa ”Al-Qur’an diciptakan”. Akan tetapi, seluruh kritikus hadis menganggap bahwa reputasi seorang perawi hadis akan jatuh apabila ia berpendapat seperti itu.

Ibnu Sa‘d dikenal sebagai seorang ilmuwan produktif yang meninggalkan­ banyak karangan, antara lain Kitab at-Tabaqat al-Kabir (Buku Besar tentang Peringkat para Tokoh) dan Kitab at-Tabaqat as-sagir (Buku Kecil tentang Peringkat para Tokoh). Dari kedua karangan ini, yang paling terkenal adalah­ Kitab at-Tabaqat al-Kabir (8 jilid), diterbitkan di Beirut pada 1966.

Adapun yang diterbitkan­ di Leiden pada 1904–1940 dengan penyunting E. Sachau terdiri atas sembilan jilid. Karya ini memperlihatkan kecermatan Ibnu Sa‘d melebihi penulis sebelumnya. Ia mengemukakan­ bukti yang dapat dipercaya dan mengutip­ dokumen asli secara menyeluruh dan sempurna.

Perhati­annya terhadap perjalanan Nabi Muhammad SAW lebih besar. Bagian yang membahas masa pra-Islam dapat dise­but sebagai pengantar risalah Nabi SAW. Oleh karena itu, karangan ini kemudian sering menjadi rujukan utama bagi para penulis.

Dua jilid pertama Kitab at-Tabaqat al-Kabir ini berisi biografi Nabi Muhammad SAW dan perang yang berada di bawah komandonya­. Terdapat dua hal penting dalam bagian ini: (1) pencantuman surat yang pernah dikirim Nabi Muhammad SAW, yang dianggap sangat berharga­ oleh ahli sejarah, dan (2) penambahan bab yang berhubung­an­ dengan sifat Nabi Muhammad SAW (akhlaknya) dan tanda kenabiannya.

Setelah itu, ia memasuki pembahasan para sahabat, yakni tentang pembagian atau penggolongannya­ menjadi beberapa peringkat. Jumlah pering­kat­ para sahabat itu kurang diketahui dengan pasti karena bagian akhir kitabnya tidak ditemukan lagi. Oleh karena itulah para ilmuwan berbeda penda­pat­ mengenai hal ini.

Menurut as-Suyuti (ahli hadis dan sejarawan Mesir abad ke-9 H), Ibnu Sa‘d membagi para sahabat menjadi 5 peringkat; menu­rut al-Hakim (ahli hadis), 12 peringkat; dan menurut­ Ahmad Muhammad­ asy-Syakir (juga ahli hadis),­ bahkan lebih banyak lagi.

Dari ketiga pendapat itu, pembagian dua belas peringkat­ adalah yang termasyhur. Akan tetapi, yang paling­ jelas adalah pendapat as-Suyuti yang membaginya dalam lima pe­ringkat, yaitu:

(1) para sahabat yang berpartisipasi dalam Perang Badar;

(2) para sahabat yang pertama masuk­ Islam dan yang terlibat di dalam Perang Uhud;

(3) para sahabat yang masuk Islam sebelum­ penaklukan kota Mekah pada 8 H/630 M;

(4) para sahabat yang masuk Islam ketika penaklukan kota Mekah dan sesu­dahnya (peringkat ini tidak terdapat di dalam bukunya yang dite­mui sekarang); dan

(5) para sahabat kecil (sahabat muda), yaitu mereka yang masih kecil, seusia dengan Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Husein bin Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Abbas, dan lain-lain, ketika Rasulullah SAW wafat (13 Rabiulawal 11/8 Juni 632).

Kelima peringkat ini kemudian digunakan juga oleh Ibnu al-Jauzi (seja­rawan; 1126–1200) dalam kitabnya yang berjudul sifat as-safwah (Sifat Pilihan).

Dalam membagi peringkat para sahabat itu, Ibnu Sa‘d tampaknya berpedoman pada dahulu atau kemudiannya mereka masuk Islam dan pada keutamaan peran mereka dalam sejarah Islam. Biografi setiap sahabat, yang termasuk daalam peringkat yang dibuatnya, ditulis dalam Kitab at-tabaqat al-Kabir, terutama sekali dalam kaitannya­ dengan nasab mereka.

Generasi setelah para sahabat tidak dibagi­nya ke dalam beberapa pering­kat dan nasab melainkan dikelompokkan berdasarkan­ kota tempat kediaman mereka. Dalam menyusun para tokoh berdasarkan­ kota itu, para sahabat­ kembali disebutkan, kecuali tentang penduduk Madinah.

Setelah membicarakan peringkat para sahabat pada umumnya, Ibnu Sa‘d kemudian menyebutkan peringkat para tabiin (generasi se­telah sahabat) dari kalangan penduduk Madinah. Mereka terdiri atas tujuh peringkat. Sebagaimana para sahabat, para tabiin dari penduduk Madinah dikelompokkan ke dalam peringkat berdasarkan nasab. Setelah itu, Ibnu Sa‘d menyebutkan nama sa­habat yang tinggal di Mekah dan peringkat para tabiin Mekah, yang dibagi atas lima peringkat.

Menyusul­ secara berturut­-turut penduduk­ kota Islam lainnya: Ta’if, Yaman, al-Yamamah, Bahrein (kota di Semenanjung Arabia), Kufah, Basrah, Wasit, al-Mada’in,­ Baghdad, Khurasan, Rayy, Hamazan, Qum, al-Anbar (kota yang terdapat di sebelah­ timur laut Semenanjung Arabia), dan kemudian­ kota yang terdapat di Syam (Suriah), Mesir, Afrika Utara, dan Andalusia (kota yang terletak di sebelah barat Semenanjung Arabia). Setiap kota dimulai dengan menyebutkan para sahabat, para ahli fikih, ahli hadis,­ dan ilmuwan lainnya yang menetap­ di sana.

Bagian akhir Kitab at-tabaqat al-Kabir (jilid ke-8 terbitan Beirut) berisi tokoh wanita, mulai dari putri, bibi, dan istri Nabi SAW, kemudian para wanita yang ikut hijrah dari Mekah ke Madinah, wanita Ansar, para perawi wanita yang meriwa­yatkan hadis dari istri Nabi SAW, dan akhirnya­ wanita lain dari kalangan tabi‘iyyat (wanita setelah generasi sahabat)­. Ibnu Sa‘d tidak memisahkan secara khusus antara para tabiin dan generasi sesudahnya­. Namun dalam menuliskan­ biografi mereka,­ ia memperhatikan faktor waktu.

Khususnya tentang biografi dan perang Nabi SAW, ia menggunakan metode yang hampir sama dengan yang digunakan Ibnu Ishaq (w. 786), pe­nulis buku as-Sirah (riwayat Nabi SAW), yaitu dengan­ mengumpulkan sanad. Ia menukil sebagian dari tulisan gurunya, al-Waqidi, sebagian­ lagi dari Ibnu Ishaq, baik melalui al-Waqidi maupun melalui yang lain, seperti melalui Ruwaim bin Yazid al-Maqarri dari Hari Harun bin Abi Isa, melalui Abdullah bin Idris serta Abdullah bin Amr bin Ma‘mar dari Abdul Waris bin Sa‘id, dan melalui Ahmad bin Ayyub dari Ibrahim bin Sa‘id.

Ada juga bagian yang bersumber dari Musa bin Uqbah dan Abu Ma‘syar as-Sindi. Karena ia mengumpulkan sanad tentang perang Nabi SAW, maka dalam menyebutkan­ suatu peristiwa ia mengatakan di awal berita peristiwa itu: qalu (mereka berkata). Akan tetapi kumpulan sanad itu dilengkapinya de­ngan riwayat yang berdiri sendiri dengan menyebutkan sanadnya secara lengkap.

Ia menulis biografi Nabi SAW serta mengaitkan kisah tertentu yang berhubungan dengan biografi itu sehingga masyarakat umum dapat mengingatnya dengan mudah tanpa harus menghafal banyak sanad.

Dalam menulis tabaqat (peringkat) para sahabat,­ tabiin, dan generasi sesudahnya, ia juga mengumpulkan sanad di samping menyempurnakannya­ dengan sanad yang berdiri­ sendiri. Peng­gunaan sanad semakin berkurang di bagian akhir kitabnya itu, apalagi dalam biografi yang singkat­. Ia juga mengikuti jejak gurunya, al-Waqidi, dalam memperhatikan posisi geografis kota.

Metode kritiknya sudah lebih maju dari para pendahulunya. Ia mempertentangkan­ bebe­rapa riwayat,­ kemudian menentukan mana yang lebih kuat. Dalam menulis biografi para tabiin dan generasi sesudahnya, ia memasukkan juga penilaian­ terhadap­ tokoh yang ditulisnya, sebagaimana dilakukan para kritikus hadis.

Corak penulis­an ini dipandang­ sebagai sesuatu yang baru, yakni menghubungkan­ ilmu hadis dengan ilmu (periwayatan)­ sejarah­. Penilaiannya itu sering kali dikutip oleh para kritikus hadis.

Kitab at-Tabaqat al-Kabir ini mendapat pujian dari kalangan ilmuwan sejarah Islam. Al-Khatib al-Baghdadi berkata,­ “Dia mengarang sebuah­ kitab besar tentang peringkat para sahabat, para tabiin, dan para tokoh yang datang kemudian sampai pada masanya.” Menurut al-Baghdadi, ia sangat­ baik dan berhasil. Bahkan az-Zahabi berkata,­ “Barangsiapa­ membaca kitab Tabaqat ini tentu akan merasa rendah di hadapan ilmunya.”

Daftar Pustaka

Duri, Abdul Aziz. The Rise of Historical Writing among the Arabs. Princeton: Princeton University Press, 1983.

Ibnu Sa‘d, Muhammad. at-Tabaqat al-Kubra. Beirut: Nasyr wa Dar as-Sadir, 1376 H.

Kasyif, Sayidah Ismail. Masadir at-Tarikh al-Islami wa Manahij al-Bahts fih. Cairo: Maktabah al-Khanji, 1976.

Margoliouth, D.S. Lectures on Arabic Historians. New Delhi: Idarah-i Adabiyat-i Delli, 1977.

as-Silmi, Muhammad Shamil al-‘Alyani. Manhaj Kitabah at-Tarikh al-Islami. Riyadh: Dar Thibah li an-Nasyr wa at-Tauzi‘, 1986.

Umar, A. Muin. Historiografi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 1988.

Usman, Muhammad Fathi. al-Madkhal ila at-Tarikh al-Islami. Beirut: Dar an-Nafa’is, 1988.

Badri Yatim