Asy-Syaukani, Muhammad Bin Ali

(Syaukan, San’a, Yaman, 1172 H/1758 M– San’a, 1250 H/1834 M).

Muhammad bin Ali asy-Syaukani adalah seorang ulama ahli hadis, fikih, usul fikih, dan mujtahid (ahli ijtihad) di zamannya. Ia dikenal sebagai ulama­ yang menekuni Mazhab Zaidiyah (salah satu cabang Syiah) dan dianggap sebagai pengembang­ serta sumber fatwa dalam mazhab ini.

Ia mengawali pendidikannya dengan belajar Al-Qur’an kepada ayahnya, Ali asy-Syaukani, se­orang ulama terkemuka­ di Yaman ketika itu. Dalam­ usia muda ia telah menghafal Al-Qur’an. Kemudian­ ia belajar berbagai bidang ilmu agama, seperti fikih, hadis, usul fikih, tafsir, nahu, adab al-bahts wa al-munazarah (etika berdiskusi), dan sejarah,­ kepada ulama di zamannya.

Gurunya yang terkenal antara lain adalah Abdurrahman bin Qasim al-Mada‘ini (tokoh hadis), Ahmad bin Muhammad al-Harazi, dan al-Qasim bin Yahya al-Khulani (keduanya ahli fikih).

Dengan ketekunannya menimba berbagai bidang­ ilmu agama, akhirnya ia menjadi seorang ulama besar dan mujtahid serta digelari “syaikhul Islam” (gelar kehormatan bagi seorang ulama yang berilmu dalam dan luas).

Setelah cukup berilmu, ia mulai mengajarkan ilmunya kepada generasi di bawahnya. Muridnya yang terkenal antara lain adalah Muhammad bin Hasan az-Zumari dan Muhammad bin Nasir al-Hazimi.

Ketika merasa dirinya telah memahami hadis Nabi SAW secara baik, ia berusaha memberantas­ taklid yang meraja­lela­ di zamannya dan mengumandangkan perlunya pengembangan sikap ijtihad. Dalam hal ini ia mendapat tantangan keras dari ulama yang berpendapat bahwa mujtahid tidak ada lagi dan pintu ijtihad telah tertutup.

Dari segi akidah, asy-Syaukani berpendapat bahwa segala sifat Allah SWT yang ada dalam Al-Qur’an dan sunah Rasulullah SAW harus diterima­ apa adanya tanpa takwil (mengambil arti metaforis).

Di samping mengabdikan diri sebagai se­orang pengajar di daerahnya, asy-Syaukani juga mencu­rahkan pemikiran­nya melalui karya ilmiah­ dalam berbagai cabang ilmu, antara lain sebagai berikut:

(1) Fath al-Qadir di bidang tafsir, suatu uraian terperinci tentang aspek bahasa Al-Qur’an­. Sebe­lum menguraikan kandungan satu ayat, ia menje­laskan terlebih dahulu kata yang diperguna­kan Al-Qur’an, kemudian menguraikan kandungan ayat itu lengkap dengan sebab turunnya dan perbedaan pendapat ulama tentang hukum yang dikan­dung­ ayat tersebut.

(2) Nail al-Autar Syarh Muntaqa al-Ikhbar di bidang hadis, terdiri atas 9 jilid dalam 4 buku. Ia menguraikan sebuah hadis dengan penelitian terhadap status validitasnya,­ kemudian menguraikan kandungan hadis tersebut sekaligus dengan perbedaan pendapat ulama. Karena uraiannya tentang hukum begitu luas dalam kitab ini, ada ulama yang menilai kitab ini lebih mirip dengan kitab fikih dibandingkan­ kitab hadis.

(3) Al-Qaul al-Mufid fi hukm at-Taqlid. Dalam kitab ini ia menguraikan pendapatnya secara luas dan logis tentang bahaya taklid dan argumentasinya­ dalam menyerukan­ perlunya pengembangan konsep ijtihad.

(4) Irsyad al-Fuhul ila Tahqiq al-haqq min ‘Ilm al-Usul di bidang usul fikih. Uraian dalam kitab ini mulai dengan definisi usul dan urgensi ilmu usul fikih, yang merupakan­ dasar dan pegangan dalam berijtihad, sampai kepada kaidah usul yang dipergunakan­ dalam mengantisipasi persoalan hukum.

(5) Fath ar-Rubbani di bidang fikih, memuat fatwanya­ dalam berbagai persoalan fikih yang muncul di zamannya.

(6) Kasyf al-Astar ‘an hukm asy-Syuf‘ah bi al-Jiwar (Menyingkap Tabir Hukum Syuf‘ah bagi Tetangga) di bidang fikih, secara khusus membahas­ persoalan syuf‘ah (hak istimewa yang dimiliki tetangga untuk membeli rumah dan lainnya yang akan dijual seseorang) antartetangga.

(7) Nuzhah al-Ahdaq fi ‘Ilm al-Isytiqaq di bidang bahasa Arab, menguraikan asal-usul kata dalam bahasa Arab dan penggunaannya.

(8) Al-Qaul al-Maqbul fi Radd Khabar al-Majhul min Gair sahabah ar-Rasul (Perkataan yang Benar dalam Menolak Riwayat yang Majhul [tidak dikenal] yang Bukan dari Sahabat Rasul) di bidang hadis, buku khusus tentang hadis yang di­ riwayatkan para perawi yang tidak dikenal identitasnya.

Sekalipun asy-Syaukani menganut Mazhab Zaidiyah, bukunya dijadikan rujukan oleh penulis modern Suni, khususnya di bidang tafsir, hadis, dan usul fikih. Tiga bukunya, Fath al-Qadir (tafsir), Nail al-Autar Syarh Muntaqa al-Ikhbar (hadis), dan Irsyad al-Fuhul (usul fikih) merupakan­ buku rujukan bagi IAIN/UIN di Indonesia, khususnya di Fakultas Syariah.

Hal yang menarik dari uraian dalam­ ketiga bukunya ini adalah bahwa ia menguraikan­ suatu persoalan secara objektif tanpa dibarengi­ subjektivitas mazhabnya. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika para penulis kumpulan biografi tokoh, seperti al-Maraghi (1881–1945), mengemukakan bahwa un­sur Zaidiyah dalam kitab asy-Syaukani tidak terlihat sama sekali.

Dalam bidang usul fikih, misalnya, ketika mengemuka­kan­ pendapat tentang lafal (ucapan) umum yang berhadapan­ dengan lafal khusus yang senada dengan lafal umum ini, ia menganggap bahwa­ lafal khusus itu tidak membatasi kandungan lafal yang umum, sebagaimana yang dianut kalang­ an Mazhab Syafi‘i. Oleh sebab itu, ia memunculkan­ kaidah usul yang berbunyi: Tikr ba‘dh afrad al-‘Amm al-muwafiq lahu fi al-hukmi la yaqtadhi at-takhsis (penyebutan­ seba­gian perincian umum yang hukumnya sejalan, bukanlah berarti pengkhususan).

Sebagai contoh, dalam surah al-Baqarah (2) ayat 267 Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, nafkah-kanlah (di jalan Allah) sebagian­ dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian­ dari apa yang Kami keluarkan dari bumi bagimu­….” Kata “nafkahkanlah/infak” di sini bersifat umum, termasuk zakat.

Di samping itu ada hadis Rasulullah SAW yang berbicara tentang jenis buah-buahan yang wajib diza­ katkan, seperti kurma, gandum, dan anggur, yang semuanya­ tumbuh­ dan berasal dari bumi. Ulama Mazhab Syafi‘i meng­ anggap bahwa ayat di atas dikhusus­kan oleh hadis tentang buah-buahan yang wajib dizakatkan itu. Namun, asy-Syaukani berpendapat bahwa hadis­ khusus itu tidak bertentangan sama sekali dengan­ keumuman ayat di atas.

Hadis itu hanya mengemukakan­ contoh buah-buahan yang dizakat­kan dan tidak berarti membatasi buah-buahan yang ha­rus dizakatkan. Inilah makna kaidah yang dikemukakannya­ dalam kitabnya Irsyad al-Fuhul tersebut. Kitab usul asy-Syaukani ini banyak dirujuk Abdul Hamid Hakim (1893–1959), ulama tokoh pembaru dan pendidikan Islam dari Sumatera Barat, dalam usul fikihnya al-Bayan.

Dari berbagai fikih yang telah disusun ulama­ sebelumnya,­ asy-Syaukani berusaha menganalisis­ beberapa persoalan­ dan mengemukakan kaidah baru yang sejalan dengan kehendak syarak serta kebutuhan zamannya.

Daftar Pustaka

al-Maraghi, Abdullah Mustafa. al-Fath al-Mubin fi Tabaqat al-Usuliyyin. Cairo: Muhammad Amin Damj wa Syuraka’uh, 1394 H/1974 M.
asy-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad. Irsyad al-Fuhul ila Tahqiq al-haqq min ‘Ilm al-Usul. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
–––––––. Nail al-Autar Syarh Muntaqa al-Ikhbar. Beirut: Dar al-Fikr, 1978.
az-Zarqa, Ahmad Mustafa. Madkhal ila al-Fiqh al-‘Amm: al-Fiqh al-Islami fi Tsaubih al-Jadid. Beirut: Dar al Fikr, 1967.

Nasrun Haroen