Ibnu Maskawaih adalah seorang ahli sejarah dan filsafat. Di sampingĀ itu, ia juga seorang moralis, penyair, serta ahli kimia. Nama lengkapnya adalah Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Yaākub bin Maskawaih. Ada yang menyebutnya āMaskawaihā saja, tanpa āIbnuā, karena belum dapat dipastikan apakah Maskawaih adalah namanya sendiri atau nama putra (Ibnu) Maskawaih.
Ibnu Maskawaih belajar sejarah, terutamaĀ Tarikh at-tabari (sejarah yang ditulis at-Tabari), pada Abu Bakar Ahmad bin Kamil al-Qadi pada 350 H/960 M, sementara filsafat ia pelajari melalui guru yang bernama Ibnu Khamar, seorang mufasir (juru tafsir) kenamaan karyaĀ Aristoteles. Abu at-Tayyib ar-Razi adalah gurunyaĀ di bidang kimia.
Ibnu Maskawaih mempunyai hubungan yang baik dengan orang penting dan penguasa di zamannya. Ia pernah mengabdi pada Abu Fadl al-Amid sebagai pustakawanĀnyaĀ. Setelah Abu Fadl al-Amid meninggal, ia mengabdi pada putranya, Abu al-Fath Ali bin Muhammad al-Amid. Kedua tokoh yang disebut tera-khir adalah menteri pada masa Dinasti Buwaihi (945ā1055). Ia juga pernah mengabdi pada Adud ad-Daulah, salah seorangĀ penguasa Buwaihi.
Ibnu Maskawaih berpengaruhĀ besar di daerah Rayy. Ibnu Maskawaih terkenalĀ sebagai pemikir muslim yang produktif. Ia telah menghasilkanĀ banyakĀ karya tulis, tetapi hanya sebagianĀ kecil yang sekarangĀ maĀsih ada, antara lain al-Fauz al-Akbar (Kemenangan Besar); al-Fauz al-Asgar (KemenanganĀ Kecil); Tajarib al-Umam (Pengalaman Bangsa-Bangsa; sebuah sejarah tentang banjir besar yang ditulis 369 H/979 M);
Uns al-Farid (Kesenangan yang Tiada TaraĀnya; kumpulan anekdot, syair, periĀbahasa, dan kataĀ-kata mutiara); Tartib as-Saāadah (tentang akhlak dan poĀlitik); al-Mustafa (Yang TerpiĀlih; syair pilihĀan); Jawidan Khirad (KumpulanĀ Ungkapan Bijak);Ā al-Jamiā (tentang jemaah); as-Siyar (tentang aturan hiĀdup); Kitab al-Asyribah (tentang minuman); dan Tahtsib al-Akhlaq (PembinaanĀ Akhlak).
Bagian terpenting dari pemikiranĀ filosofis Ibnu Maskawaih ditujukan pada etika atau moral. Ia seorang moralis dalam arti sesungguhnya. Masalah moral ia bicarakan dalam tiga bukunya: Tartib as-Saāadah, Tahdzib al-Akhlaq, dan Jawidan Khirad. Dalam bukunya, al-Fauz al-Asgar, Ibnu Maskawaih berbicara tentang pembuktian adanya TuĀhan, tentang roh serta macam-macamnya, dan tentang kenabian. Ketika berbicaraĀ mengenai Tuhan, ia menggunakan istilah āPenggerak Pertamaā (First Mover), dengan sifat dasar esa, abadi,Ā dan sifat nonmateriil.
Ibnu Maskawaih juga membawa konsep āemanasiā, yaitu bahwa wujud pertama yang memancar dari Tuhan adalah āinteligensi pertamaā, yang sama dengan akal aktif dan kekal. Emanasi lebih sempurna apabila dibandingkan dengan yang lebih rendah daripadanya dan tidak sempurna apabila dibandingkan dengan Tuhan.
Sebagai pemikir religius, Ibnu Maskawaih, sebaĀgaimana terlihat dalam karyanya, mencoba membuktikan bahwa penciptaan bermula dari ketiadaanĀ (al-ijad min la syaiā).
Konsep moralnya sangat berhubunganĀ erat dengan masalah roh. Ibnu Maskawaih mempersamakanĀ pembawaanĀ roh dengan kebajikan yang mempunyai tiga macam pembawaan: rasionalitas, keberanian, dan hasrat; di samping itu roh juga mempunyai tiga kebajikan yang salingĀ berkaitan,Ā yaitu kebijaksanaan, keberanian, dan kesederhanaanĀ.
Mengenai fitrah manusia Ibnu Maskawaih berĀpendapat bahwa adanya manusia bergantung pada kehendak Tuhan, tetapi baik-buruknyaĀ manusia diserahkan kepada manuĀsia sendiri dan bergantung pada kemauannya sendiriĀ. ManusiaĀ mempunyai tiga macam pembawaan:Ā akal (yang tertinggi), nafsu (yang terendah), dan keberanianĀ (di antara kedua lainnya).
Dalam masalah etika, ia berpenĀdapat bahwa kebaikanĀ terletak pada segala yang menjadi tujuan, dan apa yang berguna untuk mencapai tujuan tersebut adalahĀ baik juga. KebaikĀanĀ atau kebahagiaanĀ adalah sesuatu yang relatif dan dapat juga dicapai di dunia.
Mengenai sejarah, panĀdangan dan analisis Ibnu Maskawaih yang dimuat dalam buku Tajarib al-Umam sangat filosofis, ilmiah, dan kritis. Ia berpendapat bahwa sejarah merupakan rekamĀan tentang turun-naiknya suatu peradabĀan, bangsa,Ā dan negara. Ahli sejarah harus menghindarĀkanĀ diri dari kecenderungan umum mencampuradukkanĀ kenyataan dengan rekaan atau kejadian palsu.
Ia harus faktual, kritis dalamĀ mengumpulkanĀ data, meĀnyertakan pandangĀan filosofis, dan menafsirkanĀĀnya dalam lingkup kepentingan manusia. Sejarah bukanlah kumpulan kenyataan terpisah dan statis, tetapi meĀrupakan proses kreatif dinamis dari harapan dan aspirasi manusia yang hidup dan berkembang. Strukturnya ditentukanĀ oleh cita-cita dasar dan cita-cita kebangsaan serta negara.
Sejarah tidak hanya mengumpulkan kenyataan masa lampau menjadi suatu kesatuan organik, melainkan juga menentukanĀ bentuk sesuatu yang akan datang. Pandangan Ibnu Maskawaih mengenai sejarah yang dituangkanĀ dalam bukunya Tajarib al-Umam sangat dekat dengan prinsip yang dianut ahli sejarah Barat dan ahli sejarah modern.
Daftar Pustaka
Houtsma, M. Th., et al. First Encyclopaedia of Islam 1913ā1936. Leiden: E.J. Brill,1987.
Ibnu Maskawaih, Tahdzib al-Akhlaq. Tahqiq bin al-Khathib. Beirut: al-Matbaāah al-Fikriyah wa Maktabatuha, 1924.
Musa, Muhammad Yusuf. Falsafat al-Akhlaq fi al-Islam. al-Qahirah: t.p., 1963.
Syarif, M.M., ed. A History of Muslim Philosophy. Wiesbaden: Otto Harrosowitzs, 1963.
Suryan A. Jamrah