Ibnu Maskawaih

(330 H/941 Mā€“421 H/16 FebruariĀ­ 1030)

Ibnu Maskawaih adalah seorang ahli sejarah dan filsafat. Di sampingĀ­ itu, ia juga seorang moralis, penyair, serta ahli kimia. Nama lengkapnya adalah Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Yaā€˜kub bin Maskawaih. Ada yang menyebutnya ā€œMaskawaihā€ saja, tanpa ā€œIbnuā€, karena belum dapat dipastikan apakah Maskawaih adalah namanya sendiri atau nama putra (Ibnu) Maskawaih.

Ibnu Maskawaih belajar sejarah, terutamaĀ­ Tarikh at-tabari (sejarah yang ditulis at-Tabari), pada Abu Bakar Ahmad bin Kamil al-Qadi pada 350 H/960 M, sementara filsafat ia pelajari melalui guru yang bernama Ibnu Khamar, seorang mufasir (juru tafsir) kenamaan karyaĀ­ Aristoteles. Abu at-Tayyib ar-Razi adalah gurunyaĀ­ di bidang kimia.

Ibnu Maskawaih mempunyai hubungan yang baik dengan orang penting dan penguasa di zamannya. Ia pernah mengabdi pada Abu Fadl al-Amid sebagai pustakawanĀ­nyaĀ­. Setelah Abu Fadl al-Amid meninggal, ia mengabdi pada putranya, Abu al-Fath Ali bin Muhammad al-Amid. Kedua tokoh yang disebut tera-khir adalah menteri pada masa Dinasti Buwaihi (945ā€“1055). Ia juga pernah mengabdi pada Adud ad-Daulah, salah seorangĀ­ penguasa Buwaihi.

Ibnu Maskawaih berpengaruhĀ­ besar di daerah Rayy. Ibnu Maskawaih terkenalĀ­ sebagai pemikir muslim yang produktif. Ia telah menghasilkanĀ­ banyakĀ­ karya tulis, tetapi hanya sebagianĀ­ kecil yang sekarangĀ­ maĀ­sih ada, antara lain al-Fauz al-Akbar (Kemenangan Besar); al-Fauz al-Asgar (KemenanganĀ­ Kecil); Tajarib al-Umam (Pengalaman Bangsa-Bangsa; sebuah sejarah tentang banjir besar yang ditulis 369 H/979 M);

Uns al-Farid (Kesenangan yang Tiada TaraĀ­nya; kumpulan anekdot, syair, periĀ­bahasa, dan kataĀ­-kata mutiara); Tartib as-Saā€˜adah (tentang akhlak dan poĀ­litik); al-Mustafa (Yang TerpiĀ­lih; syair pilihĀ­an); Jawidan Khirad (KumpulanĀ­ Ungkapan Bijak);Ā­ al-Jamiā€˜ (tentang jemaah); as-Siyar (tentang aturan hiĀ­dup); Kitab al-Asyribah (tentang minuman); dan Tahtsib al-Akhlaq (PembinaanĀ­ Akhlak).

Bagian terpenting dari pemikiranĀ­ filosofis Ibnu Maskawaih ditujukan pada etika atau moral. Ia seorang moralis dalam arti sesungguhnya. Masalah moral ia bicarakan dalam tiga bukunya: Tartib as-Saā€˜adah, Tahdzib al-Akhlaq, dan Jawidan Khirad. Dalam bukunya, al-Fauz al-Asgar, Ibnu Maskawaih berbicara tentang pembuktian adanya TuĀ­han, tentang roh serta macam-macamnya, dan tentang kenabian. Ketika berbicaraĀ­ mengenai Tuhan, ia menggunakan istilah ā€œPenggerak Pertamaā€ (First Mover), dengan sifat dasar esa, abadi,Ā­ dan sifat nonmateriil.

Ibnu Maskawaih juga membawa konsep ā€œemanasiā€, yaitu bahwa wujud pertama yang memancar dari Tuhan adalah ā€œinteligensi pertamaā€, yang sama dengan akal aktif dan kekal. Emanasi lebih sempurna apabila dibandingkan dengan yang lebih rendah daripadanya dan tidak sempurna apabila dibandingkan dengan Tuhan.

Sebagai pemikir religius, Ibnu Maskawaih, sebaĀ­gaimana terlihat dalam karyanya, mencoba membuktikan bahwa penciptaan bermula dari ketiadaanĀ­ (al-ijad min la syaiā€™).

Konsep moralnya sangat berhubunganĀ­ erat dengan masalah roh. Ibnu Maskawaih mempersamakanĀ­ pembawaanĀ­ roh dengan kebajikan yang mempunyai tiga macam pembawaan: rasionalitas, keberanian, dan hasrat; di samping itu roh juga mempunyai tiga kebajikan yang salingĀ­ berkaitan,Ā­ yaitu kebijaksanaan, keberanian, dan kesederhanaanĀ­.

Mengenai fitrah manusia Ibnu Maskawaih berĀ­pendapat bahwa adanya manusia bergantung pada kehendak Tuhan, tetapi baik-buruknyaĀ­ manusia diserahkan kepada manuĀ­sia sendiri dan bergantung pada kemauannya sendiriĀ­. ManusiaĀ­ mempunyai tiga macam pembawaan:Ā­ akal (yang tertinggi), nafsu (yang terendah), dan keberanianĀ­ (di antara kedua lainnya).

Dalam masalah etika, ia berpenĀ­dapat bahwa kebaikanĀ­ terletak pada segala yang menjadi tujuan, dan apa yang berguna untuk mencapai tujuan tersebut adalahĀ­ baik juga. KebaikĀ­anĀ­ atau kebahagiaanĀ­ adalah sesuatu yang relatif dan dapat juga dicapai di dunia.

Mengenai sejarah, panĀ­dangan dan analisis Ibnu Maskawaih yang dimuat dalam buku Tajarib al-Umam sangat filosofis, ilmiah, dan kritis. Ia berpendapat bahwa sejarah merupakan rekamĀ­an tentang turun-naiknya suatu peradabĀ­an, bangsa,Ā­ dan negara. Ahli sejarah harus menghindarĀ­kanĀ­ diri dari kecenderungan umum mencampuradukkanĀ­ kenyataan dengan rekaan atau kejadian palsu.

Ia harus faktual, kritis dalamĀ­ mengumpulkanĀ­ data, meĀ­nyertakan pandangĀ­an filosofis, dan menafsirkanĀ­Ā­nya dalam lingkup kepentingan manusia. Sejarah bukanlah kumpulan kenyataan terpisah dan statis, tetapi meĀ­rupakan proses kreatif dinamis dari harapan dan aspirasi manusia yang hidup dan berkembang. Strukturnya ditentukanĀ­ oleh cita-cita dasar dan cita-cita kebangsaan serta negara.

Sejarah tidak hanya mengumpulkan kenyataan masa lampau menjadi suatu kesatuan organik, melainkan juga menentukanĀ­ bentuk sesuatu yang akan datang. Pandangan Ibnu Maskawaih mengenai sejarah yang dituangkanĀ­ dalam bukunya Tajarib al-Umam sangat dekat dengan prinsip yang dianut ahli sejarah Barat dan ahli sejarah modern.

Daftar Pustaka

Houtsma, M. Th., et al. First Encyclopaedia of Islam 1913ā€“1936. Leiden: E.J. Brill,1987.

Ibnu Maskawaih, Tahdzib al-Akhlaq. Tahqiq bin al-Khathib. Beirut: al-Matbaā€™ah al-Fikriyah wa Maktabatuha, 1924.

Musa, Muhammad Yusuf. Falsafat al-Akhlaq fi al-Islam. al-Qahirah: t.p., 1963.

Syarif, M.M., ed. A History of Muslim Philosophy. Wiesbaden: Otto Harrosowitzs, 1963.

Suryan A. Jamrah