Ibnu Asir

(al-Jazirah, Irak, 4 Jumadilawal 555/13 Mei 1160–Mosul, Irak, Sya’ban-Ramadan 630/Mei-Juni 1233)

Ibnu Asir adalah seorang sejarawan besar Islam. Nama lengkapnya Izzudin Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin al-Asir al-Jaziri. Ia lahir di al-Jazirah dekat Mosul (Irak) dari sebuah keluarga kaya dan terhormat. Ayahnya, Muham-mad, pernah menjadi wali kota al-Jazirah di bawah peme­rintahan Qutbuddin az-Zanki (penguasa Zanki di Mosul; 1146–1149).

Pada waktu Ibnu Asir masih kanak-kanak, keluarganya­ pindah ke Mosul, ibukota Dinasti Zanki. Di kota inilah ia pertama kali menuntut ilmu. Se­telah dewasa ia menjadi seorang pengembara, berpindah­ dari satu kota ke kota lain untuk menuntut ilmu. Kota yang dikunjunginya antara lain Aleppo dan Damascus (Suriah) serta Baghdad­ (Irak).

Di setiap kota yang disinggahinya ia belajar kepada guru terkenal, antara lain Abu al-Fadl Abdullah bin Ahmad at-Tusi (di Mosul), Abu Qasim Ya‘isy bin Sadaqah (ahli fikih Mazhab Syafi‘i di Baghdad), Abu Ahmad Abdul Wahhab bin Ali (sufi di Baghdad), dan Zainal Amna’ (di Damascus).

Banyak ilmu keislaman yang digelutinya­ di dalam pengembaraan ilmiahnya itu, sehingga ia mempu­nyai­ keahlian dan pengetahuan dalam berbagai ilmu keislaman, terutama ilmu yang berhubungan dengan hadis dan sejarah.

Setelah banyak menuntut ilmu dalam pengembara­annya,­ ia kemudian kembali ke Mosul. Di kota ini ia menghabiskan sisa usianya untuk aktivitas ilmiah, mengajar, dan menulis. Rumahnya sering dikunjungi­ orang yang ingin menimba ilmu.

Ia dipandang sebagai seorang pu­jangga istana yang bertugas menafsirkan peristiwa sejarah untuk kepentingan­ penguasa Dinasti Zanki (521 H/1127 M–619 H/1222 M). Penguasa dinasti ini sering pula meng­utusnya sebagai wakil ke Baghdad, ibukota Abbasiyah. Aktivitasnya terus berlanjut hingga ia meninggal dunia.

Ibnu Asir meninggalkan beberapa karya seja­rah, antara lain: (1) Usd al-Gabah fi Ma‘rifat as-sahabah (tentang para sahabat, yang disusun secara alfabetis; terbit di Cairo 1258 H/1842 M); (2) al-Lubab fi Tahdzib al-Ansab (Intisari dalam Pengajaran Silsilah Keturunan),­ yang merupakan­ ringkasan dari Kitab al-Ansab (Buku tentang Silsilah Ke­turunan) karya Abdul Karim bin Muhammad as-Sam‘ani (seorang sejarawan,­ w. 562 H/1167 M), dengan penambahan­ di sana-sini; (3) Tarikh ad-Daulah al-Atabikiyyah (Sejarah Dinasti Atabiki­yah [Zanki]); dan (4) al-Kamil fi at-Tarikh (Sejarah yang Lengkap).

Buku terakhir ini adalah karyanya yang paling penting dan terkenal. Buku ini diterbitkan ulang pertama kali oleh Tornberg di Leiden, Be­landa, dalam 12 jilid, dua jilid di antara­nya berisi indeks, dengan berpedoman pada beberapa­ manuskrip­ yang terdapat di Perancis, Jerman, Inggris, dan Turki. Hasil suntingan­ Tornberg inilah­ yang kemudian dicetak ulang di berbagai tempat, termasuk di Timur Tengah, dengan penyempurnaan tertentu.

Al-Kamil fi at-Tarikh merupakan sebuah buku sejarah umum yang berisi sejarah dinasti Islam, baik di bagian timur Dunia Islam maupun di Barat. Kelebihan­ buku ini diban­ dingkan buku sejarah lain, yaitu menghimpun jauh lebih banyak peristiwa­ sejarah ke dalam satu buku. Sejarah dunia ini dimulai dari zaman penciptaan dan berakhir pada 628 H/1231 M, dua tahun sebelum Ibnu Asir wafat.

Sebagaimana dijelaskannya dalam mukadi­mah, ia menulis buku tersebut karena ia sangat senang­ mengkaji peristiwa sejarah; semakin­ ia mendalami sejarah, semakin tertarik hatinya untuk mengetahui lebih lanjut. Oleh karena itulah, pada masa pendidikannya, ia banyak belajar seja­rah dan melakukan penelitian­.

Ia mengatakan bahwa ia menulis apa yang ia pelajari dan teliti karena khawatir terlupakan. Peristiwa sejarah yang terjadi di setiap wilayah ia tulis dengan pendekatan hauliyyat (tahun per tahun) dengan berpedoman kepada karya sejarah setiap wilayah.

Tujuh jilid pertama banyak disandarkan atau merujuk ke-pada karya Abu Ja‘far at-Tabari (225 H/839 M–310 H/923 M) yang berjudul Tarikh al-Umam wa al-Muluk (Sejarah Bangsa dan Raja), di samping buku lain seperti karya Ibnu al-Kalbi (w. 146 H/764 M), al-Mubarrad (ahli sejarah Arab pra-Islam), al-Balazuri, dan al-Mas‘udi.

Adapun dalam menulis jilid ke-8 dan seterusnya, Ibnu Asir me­manfaatkan hampir semua karya sejarah­ yang sampai ke tangannya dalam jumlah yang sangat banyak.

Dalam mengutip pendapat sejarawan tersebut di atas, Ibnu Asir sangat ketat dan teliti. Ia melakukan­ kritik sumber sebelumnya; hanya peristiwa sejarah yang dipandangnya benar yang dituangkan­nya dalam bukunya itu. Peristiwa kecil yang dipandangnya tidak begitu penting tidak dituangkannya dalam bukunya.

Setelah­ menguraikan peristiwa sejarah dalam setiap tahun, ia kemudian menulis semacam ringkasan­ dari peristiwa sejarah itu. Semua wilayah Islam sampai 628 H/1231 M dibahasnya secara­ seimbang. Oleh karena itu, dapat dikatakan­ bahwa karyanya­ ini merupakan ringkasan dari karya sejarah yang ditulis sejarawan­ muslim sampai 628 H/1231 M. Oleh para sejarawan,­ kitab ini dipandang sebagai kitab sejarah Islam yang paling penting karena paling lengkap.

Mulai jilid ke-10, karyanya ini memiliki urgensi tersendiri,­ karena dalam karyanya ini ia menuliskan peristiwa sejarah yang dekat dengan masa hidupnya. Peristiwa itu di­dengarnya langsung dari sumber pertama dan sebagian­ lagi dialaminya langsung. Dalam karya­nya ini termuat secara lengkap konflik antara Barat (Kristen) dan Islam yang dikenal dengan Perang Salib.

Karya ini dinilai sebagai sumber primer dalam masalah Perang Salib. De Shane, seorang orientalis, menerbitkan bagian khusus­ Perang Salib itu dengan ter­jemahan bahasa Perancis dalam kumpulan karya sejarawan muslim tentang Perang Salib, yang berjudul Majmu‘ah al-hurub as-salabi-yyah (Kumpulan Karangan tentang Perang Salib).

Kumpulan karya ini terdiri dari 10 jilid, 2 jilid pertama di antaranya adalah karya Ibnu Asir. Kitab ini diterbitkan di Bulaq (India) 1290 H/1872 M dalam 12 jilid dan di Beirut oleh penerbit Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah 1986 dalam 10 jilid.

Dalam hal Perang Salib, Ibnu Asir memusatkan per­ hatiannya pada kekuasaan Dinasti Zanki di Mosul sampai 607 H/1211 M dan perluasan kekuasaan orang Tartikin sampai ke Aleppo dan Damascus, kemudian kemunduran politik me­reka hingga hanya menguasai Mosul.

Akan tetapi, berkenaan dengan riwayat kepahlawanan­ Salahuddin Yusuf al-Ayyubi dalam Perang Salib, pen­ jelasannya terasa aneh. Salahuddin­ dikatakan­ sebagai seorang panglima yang ambisius, yang hanya mementing­kan keluarganya dan ber­usaha mendirikan imperium bagi keluarganya itu.

Dinasti Ayubiyah, yang didirikan Salahuddin di Mesir dan menguasai sebagian wilayah Afrika Utara dan wilayah Arab (Semenanjung Arabia dan Suriah), di­bahasnya sampai setelah wafatnya Salahuddin, yang merupakan awal terjadinya perpecahan dalam­ imperium tersebut. Ada dugaan bahwa Ibnu Asir tidak begitu senang kepada Salahuddin dan sangat terpengaruh oleh kekua­saan Dinasti Zanki yang dihancurkan Salahuddin.

Daftar Pustaka

al-Baghdadi, Ismail Basya. Hidayah al-‘arifin fi Asma’ al-Mu’allifin wa atsar al-Musannifin. Istanbul: Maktabah Istanbul, 1951.
Ibnu Asir. al-Kamil fi at-Tarikh. Beirut: Dar al-Ma‘arif, 1977.
Kahhalah, Umar Rida. Mu‘jam al-Mu’allifin: Tarajum Musannifi al-Kutub al-‘Arabiyyah. Beirut: Dar Ihya’ at-Turas al-‘Arabi, 1976.

Badri Yatim