At-Tabari adalah seorang sejarawan, ahli tafsir, ahli qiraah, ahli hadis, dan ahli fikih terkemuka kelahiran Tabaristan (Iran). Nama lengkapnya adalah Abu Ja‘far Muhammad bin Jarir at-Tabari; nama populernya at-Tabari atau Ibnu Jarir at-Tabari. Ia banyak berdiam di Baghdad dan pernah ditunjuk menjadi hakim, tapi ia menolak.
At-Tabari sudah mulai belajar pada usia yang sangat muda dengan kecerdasan yang sangat menonjol. Ia sudah hafal Al-Qur’an pada usia 7 tahun. Ilmu dasar dipelajarinya di kota kelahirannya. Karena orangtuanya termasuk orang yang berada, ia mampu untuk melanjutkan sekolah ke pusat studi di dunia Islam.
Pertama-tama ia berangkat ke Rey, Iran. Salah seorang gurunya adalah Muhammad bin Humaid ar-Razi, seorang sejarawan besar. Dari Rey, at-Tabari pindah ke Baghdad, Irak, dengan maksud belajar kepada Imam Hanbali, seorang ahli hadis dan ahli fikih termasyhur. Akan tetapi, Imam Hanbali meninggal dunia sebelum ia sampai ke kota tersebut.
Kemudian ia pindah ke Basrah dan sebelumnya mampir di Wasit untuk mendengar beberapa kuliah. Kemudian ia pergi ke Kufah. Di kota ini ia mempelajari 100.000 hadis dari Syekh Abu Kuraib, seorang ulama hadis. Tidak lama setelah itu, at-Tabari kembali ke Baghdad dan menetap di sana untuk jangka waktu yang cukup lama.
Setelah itu, pada 867 ia pergi ke Fustat, Mesir, dan singgah di Suriah untuk menuntut ilmu hadis. Ketika di Fustat (871–872) orang mengelompokkannya dalam barisan ulama terkenal. Kemudian ia pindah dari Fustat dan menetap di Baghdad hingga ia wafat tahun 923. Dalam masa itu at-Tabari hanya dua kali meninggalkan kota Baghdad, yakni untuk mengunjungi kota kelahirannya pada sekitar 902 dan 903.
Seperti tergambar dalam riwayat pendidikannya di atas, at-Tabari sejak usia muda berkecimpung dalam kehidupan intelektual. Usia mudanya dihabiskannya untuk mengumpulkan riwayat Arab dan Islam, dan setelah itu sebagian besar waktunya digunakannya untuk mengajar dan menulis.
Muridnya, Ibnu Kumail, yang menerangkan kehidupan gurunya menjelaskan cara at-Tabari membagi waktunya setiap hari. Pagi sampai siang hari digunakannya untuk menulis. Dikatakan, dalam satu hari dia sanggup menulis 40 halaman karya ilmiah.
Pada waktu sore, dia memberi pelajaran Al-Qur’an dan tafsir di masjid. Sehabis salat magrib, dia memberi pelajaran tentang fikih, kemudian baru pulang ke rumah. Menurut Ibnu Kumail, at-Tabari sering menolak imbalan yang diberikan kepadanya.
At-Tabari tidak mempunyai harta benda melebihi apa yang dibutuhkannya meskipun sebenarnya dia mempunyai kesempatan untuk mengecap kehidupan yang mewah. Ia memang sering menolak jabatan-jabatan yang ditawarkan kepadanya.
Oleh karena itu pula ia bisa menyalurkan kepandaiannya dengan sangat produktif. Bidang pertama yang digarapnya adalah sejarah, fikih, qiraah Al-Qur’an, dan tafsir. Kemudian ia mempelajari ilmu sastra, ilmu bahasa, gramatika, etika, ilmu pasti, dan kedokteran.
Sepuluh tahun setelah ia pindah dari Mesir ke Baghdad, ia mendirikan mazhab sendiri dalam bidang fikih yang disebut oleh para pengikutnya dengan Mazhab Jaririyah. Sebelumnya ia bermazhab Syafi‘i. Perbedaan mazhabnya dengan Mazhab Syafi‘i secara teoritis lebih sedikit daripada secara praktek.
Oleh karena itu, segera setelah dia wafat, para pengikutnya lupa akan mazhabnya dan kembali menganut Mazhab Syafi‘i. Seluruh karyanya yang berhubungan dengan prinsip mazhabnya dalam ilmu fikih telah lenyap. Karyanya dalam bidang fikih di antaranya Ikhtilaf al-Fuqaha’ (Perbedaan Ahli Fikih) dan Adab al-Qudat (Etiket Para Hakim).
Di bidang tafsir, at-Tabari menulis Jami‘ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an atau disingkat at-Tafsir atau Tafsir ath-thabari. Untuk penulisan tafsir ini, pertama-tama ia mengumpulkan bahan tentang Tafsir bi al-ma’tsur (tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, hadis, dan ijtihad sahabat).
Baginya tafsir yang baik adalah tafsir yang juga menghargai pendapat para sahabat dan tabiin. Disamping hadis, ia juga mengambil pengertian bahasa sebagai sumber yang kuat dalam menafsirkan Al-Qur’an. Dalam usahanya ini, kitab tafsirnya merupakan sebuah karya yang sangat berharga karena semakin menyempurnakan kitab tafsir yang pernah ditulis sebelumnya.
Buku ini sampai sekarang masih dimanfaatkan para ilmuwan Barat untuk menggali beberapa kenyataan dalam filologi. At-Tabari adalah seorang ahli filologi besar. Ia juga menggali syair-syair pra-Islam guna menemukan makna ayat. Sumbangan at-Tabari yang paling utama dalam kumpulan riwayat tafsirnya itu adalah dalam ilmu filologi dan ilmu gramatika Arab.
Dalam karyanya itu juga terdapat penemuan-penemuan hukum akidah dan fikih yang disimpulkan dari ayat Al-Qur’an. Meskipun dikenal sebagai orang yang kuat berpegang pada Tafsir bi al-ma’tsur, ia juga memperkenankan untuk menggunakan rasio (ra’yu) dengan tidak disandarkan pada riwayat untuk mengadakan kritik sejarah.
Dalam bidang sejarah umum, at-Tabari menghasilkan buku berjudul Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk (Sejarah Para Rasul dan Raja-Raja). Dalam bidang sejarah, dia dapat dibandingkan dengan Bukhari dan Muslim dalam bidang hadis. Kitab ini sudah diterbitkan ulang dalam bentuk ringkasan dan diterbitkan di Leiden.
Kitabnya yang asli berjumlah sepuluh jilid dan sepuluh kali lebih besar daripada ringkasannya itu. Untuk mengetahui kandungan kitab itu secara sempurna diperlukan kajian terhadap karya-karya para sejarawan mutakhir yang merujuk kepada karya at-Tabari dalam kajian sejarahnya.
Kitab at-Tabari ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Persia pada 963 atas perintah penguasa Abu Ali Muhammad al-Bal’ami as-Samani. Akan tetapi, kitab terjemahan ini banyak sekali meringkas karya asli at-Tabari itu dan menambahnya dengan sumber-sumber lain, terutama yang berhubungan dengan periode-periode awal. Kitab terjemahan ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Turki, dan bahkan kembali diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Dalam Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk, at-Tabari mengawali tulisannya dengan mengetengahkan sejarah Nabi Adam AS dan nabi-nabi permulaan serta sistem pemerintahan mereka. Pada bagian selanjutnya, ia mengetengahkan sejarah kekuasaan Sasaniyah (Persia).
Riwayat yang berhubungan dengan sejarah Sasaniyah tersebut dikutipnya dari naskah berbahasa Arab tentang raja-raja Persia yang diterjemahkan Ibnu al-Muqaffa. Setelah sejarah Sasaniyah, ia masuk ke sejarah Nabi Muhammad SAW dan al-Khulafa’ ar-Rasyidun (Empat Khalifah Besar).
Sejarah Dinasti Umayah diuraikannya dalam bagian tersendiri. Karyanya itu diakhiri dengan sejarah Dinasti Abbasiyah. Dalam bukunya ini at-Tabari menulis hingga sejarah tahun 915.
Dalam mengumpulkan bahan-bahan sejarah ini, at-Tabari bersandar kepada riwayat yang belum dibukukan. Pengumpulan riwayat itu dilakukannya ketika ia banyak melakukan perjalanan ke berbagai negeri untuk menuntut ilmu dan belajar kepada ulama-ulama termasyhur.
Dalam menulis sejarah, at-Tabari juga memanfaatkan karya Umar bin Syabbah dalam ilmu hadis yang berjudul Kitab Akhbar Ahl Bashrah (Informasi tentang Penduduk Basrah), karya Nasr bin Muzahim yang berjudul Tarikh, kemudian Sirah Muhammad (Perikehidupan Nabi Muhammad SAW) karya Ibnu Ishaq, dan kitab yang ditulis Abu Mukhannif, al-Waqidi, Ibnu Sa’ad, Muhammad al-Kalabi, Hisyam al-Kalabi, al-Mada’ini, Saif bin Umar, Ibnu Taifur, dan lain-lain.
Kajian sejarah buku ini yang hanya sampai 915 dilanjutkan sejarawan-sejarawan yang datang sesudahnya. Di antara sejarawan yang melanjutkan kajian sejarah at-Tabari ini adalah Abu Muhammad al-Fargani dan Abu al-Hasan Muhammad al-Hamazani (w. 1128).
Al-Fargani adalah seorang murid at-Tabari. Lanjutan kajian gurunya ditulisnya dalam Kitab al-Muzayyil. Al-Hamazani menulis silat at-Tarikh, yang merekam peristiwa sejarah sampai 1094. Ibnu Asir (1160–1233), seorang sejarawan besar Arab sesudah at-Tabari, banyak mengutip riwayat at-Tabari. Sejarawan-sejarawan Arab yang lain sesudahnya juga banyak berutang budi kepada at-Tabari karena karya sejarahnya tersebut.
Sebagai pelengkap Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk, at-Tabari menulis Tarikh ar-Rijal (Sejarah Para Tokoh). Dalam buku ini at-Tabari memberikan informasi penting tentang tokoh perawi hadis. Di Leiden, kitab ini diterbitkan dengan tidak utuh sebagai bagian atau lampiran dari kitab at-Tarikh. Kitabnya yang lain dalam bidang hadis berjudul Tahdzib al-atsar.